"Abra, arah jam dua belas!" Ujar Fahmi, Abra mendongak menatap lurus ke depan.
Nampak satu meja penuh dengan beberapa orang. Namun ada satu sosok yang mulai mengusik malam dan tidurnya. Embun Khafifah Fauziah, nama yang sederhana penuh makna. Nama yang meninggalkan kenangan dalam hati terdalamnya. Abra termenung menatap Embun yang tengah tertawa bersama beberapa orang. Suara tawa yang terdengar merdu, tapi sakit menyayat hati Abra. Sepintas Abra merasa sakit, saat dia menyadari Embun tertawa bukan untuknya dan bukan bersamanya.
"Dia ada disini!" Ujar Abra lirih, Fahmi mengangguk pelan.
Abra langsung menghentikan rapat yang tengah dijalaninya. Abra tidak lagi fokus, Embun menyita perhatian Abra. Tawa Embun mengusik ketenangan Abra. Fahmi tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. Dia menyadari, alasan rapat dihentikan. Bos besarnya kini tak lagi bisa bekerja secara profesional. Apalagi waktu yang diberikan tuan Ardi hanya tinggal beberapa jam.
"Aku akan memanggilnya!"
"Tidak perlu, biarkan dia tertawa. Sebelum tangis mengisi harinya. Salah jika kakek berpikir, Embun akan sanggup hidup dalam keluarga Abimata. Keluarga yang hanya memandang status sosial. Mereka terlalu polos, jika percaya keluarga Abimata bisa berubah. Tawa itu akan menjadi tawa terakhirnya. Kelak dia akan menangis, bahkan tiap detik dalam hidupnya hanya akan ada luka!"
"Kenapa aku merasa kamu khawatir tentangnya? Kamu mulai peduli akan air mata Embun. Mungkinkah aku salah, atau memang hatimu mulai terisi namanya!"
"Kamu sangat mengenalku, mungkinkah aku tertarik padanya. Tak ada satu lekuk tubuhnya yang mampu menggetarkan gairahku. Tak ada hasrat dalam diriku memeluknya. Dia bak tubuh tanpa rasa!"
"Namun Embun suci dan bersih. Sampai detik ini, tak ada tangan yang membuka gamis dan hijab panjangnya. Sampai saat ini, tak ada mata yang menatap lapar ke arahnya. Tubuh yang terlindungi, tanpa bekas orang lain!"
"Maksudmu!"
"Jujur Abra, aku tertarik pada Embun sejak pertama melihatnya!"
"Kamu!" Ujar Abra tak percaya, Fahmi mengangguk pelan.
"Aku menyukai Embun, tapi tanganku kotor penuh noda. Dia terlalu suci, tak sanggup aku menggapai Embun yang bening. Tanganku ini telah meraba banyak tubuh wanita. Mata ini telah banyak menatap lapar keindahan makhluk bernama wanita. Bahkan hasratku telah menodai banyak wanita. Hanya pada Embun aku malu. Jangankan menyentuhnya, berpikir kotor tentangnya aku tidak sanggup. Dia terlalu suci, kamu beruntung mendapatkan sucinya!"
"Kamu serius!" Ujar Abra tak percaya, Fahmi mengangguk tanpa ragu.
"Dia wanita pertama yang membuatku merasa kotor dan hina. Teduh tatapannya menyadarkan aku, betapa hina dan tak berharganya aku. Senyum manis Embun, membuatku merasa bodoh. Sejak dulu aku membiarkan hasrat liarku merusak kesucian wanita. Aku hina di depannya!"
"Kamu serius, sejak kapan kamu melankolis seperti ini? Aku seperti tak mengenalmu!"
"Sejak aku mengenal Embun, dia wanita istimewa Abra. Tak pantas tersakiti, hanya karena angkuhmu!"
"Apa maksudmu?" Ujar Abra emosi.
"Abra, kamu menyadari betapa baik hati Embun? Kamu peduli jika dia terluka, tapi kamu juga bahagia seandainya dia terhina. Jujurlah Abra, Embun pantas mendapatkan kekagumanmu. Bukan kebencian atas sesuatu yang tak pernah dia lalukan. Jika memang kamu merasa berat menikah dengannya. Mundurlah, biarkan Ibra yang menjadi imam dunia akhiratnya!"
"Fahmi!" Ujar Abra tak percaya. Abra merasa Fahmi telah menyalahkannya. Dia tak percaya, ketika Fahmi memintanya mundur. Bahkan menganggap Ibra jauh lebih baik darinya.
"Maafkan aku Abra, tapi kamu harus mengetahui itu. Embun pantas bahagia, dia sudah banyak bekorban demi orang lain. Lagipula kamu sekarang tidak sendiri!"
"Tiara yang kamu maksud!" Sahut Abra, Fahmi mengangguk.
"Entahlah Fahmi!" Sahut Abra final, lalu menatap meja yang berada tepat di depannya.
Nampak Embun dan Ilham saling berbicara. Mereka tertawa bersama, makan siang bersama. Tak ada jarak yang memisahkan mereka. Keduanya larut dalam hangat persahabatan. Suara tawa Embun dan Ilham, bak sayatan tajam. Menyakitkan dan menyesakkan. Abra merasa sakit, ketika melihat kedekatan Embun dengan laki-laki lain.
"Kenapa dia tertawa begitu lepas dengan laki-laki itu? Hubungan saudara, tidak akan bisa sehangat itu. Apa dia laki-laki yang dicintanya? Jika memang benar, kenapa dia setuju menikah denganku?" Batin Abra kesal, sembari terus menatap Embun dan teman-temannya.
"Sayang, akhirnya aku bertemu denganmu!" Teriak Tiara lantang, kedua tangannya bergelayut manja di pundak Abra. Tanpa banyak bicara, Tiara duduk di pangkuan Abra. Rok mini yang dipakainya, menampakkan jelas kakinya yang jenjang dan putih.
Abra tersadar dari lamunanya, tepat saat dia merasakan ciuman mesra Tiara di pipinya. Abra meronta ingin melepaskan diri dari pelukan Tiara. Namun usaha Abra sia-sia, Tiara tidak mudah dihadapi. Dia teguh bak karang, atas semua yang diharapkannya. Bahkan Tiara tidak merasa malu, ketika semua mata menatapnya jijik. Sikap manja dan murahan Tiara, membuatnya tak memiliki harga diri.
"Embun!" Ujar Abra lirih, tatkala Abra melihat dua bola mata indah tengah memperhatikannya.
"Sayang, pinggangku sakit!" Ujar Tiara manja.
Sikap manja Tiara, tak luput dari perhatian Embun. Suara lantang nan manja Tiara, menarik seluruh penghuni restoran. Salah satunya Embun yang sejak tadi mencoba berpura-pura tidak melihat Abra dan Fahmi. Entah dorongan darimana? Abra mendorong tubuh Tiara keras. Fahmi menatap Tiara yang tersungkur, tanpa berpikir di hendak membantu.
Sreeekkk
Suara gesekan kursi terdengar begitu nyaring. Tepat saat Embun mendorong kasar kursinya ke belakang. Embun langsung berdiri, ketika melihat Abra dan Tiara berpelukan. Embun merasa malu, ketika menyadari Abra tak lain calon imamnya. Dengan tergesa-gesa, Embun melangkah keluar dari restoran.
Braaakkkk
"Minggir, jangan menghalangi langkahku!"
"Kenapa kamu pergi? Tidakkah seharusnya kamu menyapaku. Aku calon suamimu, minimal kamu mengenalkan aku pada teman-temanmu!" Ujar Abra lantang, sembari manahan kasar pintu restoran.
"Maaf tuan Abra, anda mungkin lelah. Jadi anda lupa, jika ada wanita cantik nan anggun yang menunggu dirimu. Jadi apalah gunanya aku yang rendah ini!"
"Kamu cemburu, dia Tiara mantanku!" Ujar Abra menjelaskan.
"Aku tidak cemburu, hanya saja aku malu Saat aku melihat calon imamku merasa nyaman bersama wanita lain!"
"Jika kamu tidak cemburu, tidak perlu kamu pulang. Kenalkan aku pada temanmu. Sebaliknya aku akan mengenalkanmu pada Tiara!"
"Maaf tuan Abra, saya tidak tertarik mengenal pacar anda!"
"Kenalkan aku pada mereka. Jika tidak ingin aku berpikir, kamu telah mengkhianatiku!"
"Maksudmu!"
"Salah satu dari mereka, tak lain pacarmu.
"Sudahlah, lebih baik anda minggir. Aku harus pulang. Silahkan lanjutkan makan, dia sedang menunggu anda!"
"Sayang, siapa dia? Kita makan di tempat lain saja!" Ujar Tiara mesra dan manja. Tangannya bergelayut manja di pundak Abra.
"Minggir!" Ujar Abra dingin, tatapannya bak pedang yang menghunus jantung Tiara. Perlahan Tiara melangkah mundur, amarah Abra jelas terlihat.
"Kita pergi!" Ujar Abra marah, sembari menarik tangan Embun.
Abra membawa Embun keluar dari restoran. Nampak Abra membawa Embun masuk ke dalam mobilnya. Embun terkejut dengan sikap Abra, tapi terlambat baginya bila menolak pergi. Abra sudah menggenggam erat tangannya. Tak ada celah, Embun melepaskan diri.
"Embun!" Teriak Ilham, dia berdiri hendak mengejar Embun. Namun langkah kakinya terhenti, Nur menahan langkah Ilham.
"Bukan tempatmu ikut campur. Dia mungkin Embun sahabat kita, tapi Abra calon suami pilihan Abah. Belajarlah untuk ikhlas, jika melupakan terlalu menyakitkan!" Ujar Nur lirih,
"Embunku telah termiliki!" Batin Ilham.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
sayang sekali kamu Ilham, karena ga berani ngomong jadi deh ga punya kesempatan lagi tuk memiliki Embun
2023-06-09
0
Puspa Rumaisha
berarti suara tawanya embun keras yaa, ya ampuumm bun embun 😆, suara perempuan itu bagian dari aurat bun,moga kedepanya sholehahnya ga full kan yaaa
2022-11-05
0
Riska Wulandari
Hammmm Hammmm,,cinta kok diem bae..😭
Jadi mungkin benar Abra begitu karena tak ingin menyakiti Embun,,dia sadar dirinya & keluarganya tak pantas mendapatkan Embun??
2022-10-28
0