Di Bawah Hujan

"Aku pergi dulu!" Pamit Embun, seraya menarik tangan Abra. Embun mencium punggung tangan Abra. Dengan tatapan tak percaya Abra terdiam. Abra merasa terkejut, ketika mendengar Embun berpamitan.

"Tunggu, kamu akan kemana?"

"Bukankah kamu sudah sampai di kantor. Aku juga sudah ikut sampai ke kantor. Jadi sekarang aku ingin pergi. Aku ada janji dengan seseorang!"

"Kamu ada janji dengan siapa? Kenapa tadi kamu tidak mengatakannya? Aku pikir kamu akan ikut ke dalam. Jika kamu pergi, aku akan ikut denganmu!" Ujar Abra tegas dan lantang.

"Untuk apa?"

"Menamanimu!"

"Aku bukan anak kecil, tidak perlu ditemani. Kita punya urusan sendiri-sendiri. Jadi aku mohon hargai itu!" Ujar Embun tegas, lalu membuka pintu mobil Abra.

Seketika Abra turun dan berlari memutar. Entah kenapa Abra begitu protektif pada Embun? Jauh sebelum kejadian semalam. Abra masih baik-baik saja, tidak pernah Abra berpikir mengekang Embun. Malah cenderung acuh dengan kegiatan Embun. Namun semua berubah, kejadian semalam benar-benar merubah hidup Abra. Ada rasa takut kehilangan, kegelisahan yang seolah mengisi penuh hatinya saat ini. Kehangatan yang terjadi diantara Abra dan Embun. Menyadarkan Abra, Embun begitu berharga dan akan terus berharga dalam hidupnya.

"Sayang, aku mohon jangan pergi!" Ujar Abra menghiba, dengan sigap Abra menahan langkah kaki Embun. Dia tidak ingin Embun pergi menjauh darinya.

Embun menoleh dengan raut wajah penuh tanya dan tak percaya. Perubahan sikap Abra dalam semalam. Benar-benar membuatnya bingung. Abra seakan ingin terus mengintai kegiatan Embun. Meski semua itu benar, sebab status mereka yang telah bersama. Jelas memberikan hak Abra sepenuhnya atas diri Embun.

"Apa yang kamu inginkan? Aku sudah ikut denganmu. Sekarang saat aku ingin pergi, kamu malah melarang. Aku benar-benar harus pergi. Ada yang harus aku kerjakan!" Ujar Embun, Abra menggelengkan kepalanya lemah.

"Terus, apa yang bisa aku lakukan? Menemanimu rapat, duduk di pojok ruangan. Menerima tatapan penuh tanya para pegawaimu!" Cecar Embun, Abra diam membisu.

"Tunggulah Abra di ruangannya. Rapat pagi ini akan berlangsung cepat. Ini hanya rapat evaluasi!" Timpal Fahmi, Abra mengangguk pelan. Seakan setuju dengan perkataan Fahmi. Sebaliknya Embun langsung menoleh ke arah Fahmi. Tatapan tajam dan tidak suka, bak belati tajam yang siap menusuk Fahmi.

Sontak Fahmi menutup mulut dengan tangannya. Dia berjalan mundur menjauh dari Abra dan Embun. Fahmi memilih menjadi penengah. Dia tidak ingin menjadi bagian dari perdebatan sebuah keluarga. Abra menghela napas, seakan dia sadar akan amarah Embun.

"Sayang!"

"Aku pergi sekarang!" Sahut Embun dingin, lalu mencium punggung tangan Abra. Fahmi tersenyum melihat Abra yang terlalu cemburu akan Embun.

"Biarkan dia pergi, Embun bisa menjaga kesuciannya!" Ujar Ardi lantang, Haykal berjalan tepat di belakangnya.

"Tapi kakek!" Sahut Abra, Ardi hanya menggelengkan kepala. Dia mengerti arti rengekan Abra. Namun Embun berhak hidup bebas. Dia tak seharusnya terkekang dengan statusnya kini.

"Terima kasih, Embun permisi!" Ujar Embun sesaat setelah dia mencium punggung tangan Ardi. Sedangkan pada Haykal, Embun hanya mengangguk. Tanda dia menghormati Haykal.

"Aku akan menjemputmu!" Ujar Abra lantang, tapi Embun diam tak menoleh. Dia terus berjalan menjauh. Meninggalkan Abra dengan perasaan galau.

"Semakin kamu mengekangnya, semakin dia ingin lepas. Jauh sebelum mengenalmu, dia bisa menjaga kesuciannya. Sekarang percaya dan yakinlah, Embun akan terus menjaga kesuciannya demi dirimu!" Ujar Ardi lirih, Abra mengangguk pelan. Fahmi menghampiri Abra, dia mendekat tepat di samping Abra.

"Dasar bucin!" Bisik Fahmi menggoda Abra.

"Diam kamu!"

Dengan berat hati Abra membiarkan Embun pergi. Menepis kegelisahan dalam hatinya, mencoba percaya jika semua akan baik-baik saja. Abra menuruti perkataan Ardi, dengan percaya pada kesetian Embun. Akhirnya Abra ikhlas melepas Embun dan pertama kalinya Abra merasa enggan mengikuti rapat penting di perusahaannya.

PUKUL 16.00 WIB

Setengah hari berlalu, tak ada kabar dari Embun. Abra sudah menyelesaikan rapatnya beberapa jam yang lalu. Tepat setelah kekuar dari ruang rapat. Abra mencoba menghubungi Embun, tapi ponsel Embun tak bisa dihubungi. Sejak saat itu Abra uring-uringan. Dia merasa kacau, ketika tak bisa menghubungi Embun. Ardi melihat kegalauan Abra, dengan penuh pengertian Ardi mengajak Abra pulang. Berharap Ardi bisa menengkan Abra yang kalut.

"Duduk Abra, kakek ingin bicara!" Ujar Ardi, Abra mengangguk lalu duduk tepat di depan Ardi. Abra duduk dengan lemas, seolah tak ada gairah dalam hidupnya.

Haykal melihat putranya yang tiba-tiba rapuh dalam cinta. Namun cinta yang tak pernah diinginkan Haykal. Sebaliknya Indira merasa iba, putra sambungnya benar-benar kacau. Tak ada raut wajah tegas, layaknya Abra setiap harinya. Abra nampak lesu tak bersemangat, Embun memporak-porandakan hati Abra.

"Abra!"

"Ada apa kakek?" Sahut Abra lemah, Ardi menggelengkan kepala tak percaya. Cucunya larut dalam kesedihan yang tak beralasan.

"Kenapa kamu lesu? Apa kalian bertengkar sebelum datang ke kantor? Atau terjadi sesuatu di rumah Embun?" Tanya Ardi, Abra menggelengkan kepalanya.

"Lalu!" Ujar Ardi tidak mengerti dengan perubahan sikap Abra.

"Dia sedang bingung, ingin melanjutkan atau mengakhiri pernikahan secara agamanya!" Sahut Haykal sinis, Abra mendongak terkejut. Kedua matanya membulat sempurna, tak percaya akan perkataan Haykal. Satu-satunya orang yang menginginkan pernikahannya gagal.

"Papa, aku mohon jangan memulai pertengkaran!" Ujar Abra lirih dan sopan. Haykal dan Ardi menatap Abra penuh tanya. Sikap tenang yang tak pernah dan tidak akan mungkin ada dalam diri Abra. Nyata kini terlihat oleh Ardi dan Haykal.

"Lantas, apa arti sikap lesumu? Saat rapat kamu kurang fokus. Pulang dari kantor, kamu nampak gelisah. Sejak tadi kakek melihatmu memutar ponsel tanpa henti. Katakan kegelisahanmu, agar kakek bisa membantumu!"

"Embun!" Ujar Abra singkat dan tegas.

Tak ada kata lain, satu kata yang sejak tadi ada dalam hatinya. Satu nama yang mengusik ketenangan Abra. Menghapus amarah menjadi sikap bijak. Mengukir kenangan indah, sekaligus ketakutan akan rasa kehilangan. Abra benar-benar larut dalam satu nama, Embun yang begitu bening mendinginkan hatinya.

"Kenapa dengan Embun? Kakek merasa dia baik-baik saja. Bahkan tadi dia pergi dengan baik-baik. Tidak ada pertengkaran atau penolakan akan hubungan kalian darinya. Jelas ketakutanmu tanpa alasan!"

"Entahlah kakek, semakin aku mengenalnya. Semakin aku takut kehilangan dirinya. Embun begitu dingin padaku, bahkan dia masih menyimpan banyak hal dariku. Termasuk kegiatan padat bersama teman-temannya!" Ujar Abra lirih, Ardi mengangguk mengerti.

"Itukah alasanmu mengekang Embun. Percayalah Abra, dia selalu menjaga kehormatannya. Bukankah kamu sudah membuktikan kesuciannya. Kamu sudah memiliki Embun sepenuhnya!"

"Belum kakek, aku masih memiliki dia setengah. Hatinya tak mampu aku rangkul. Meski tubuhnya telah aku dekap. Benteng tinggi seolah membatasi kami berdua. Embun menjaga jarak denganku. Dia melakukan semua kewajibannya, tapi menghalangiku memberikan haknya!"

"Abra, nikahi Embun secara resmi. Jadikan dia nyonya Abra Achmad Abimata yang sesungguhnya. Kenalkan dia pada duniamu, bawa dia hidup dalam lingkunganmu. Jadikan Embun bagian keluarga Abimata. Agar dia menjadi milikmu sepenuhnya!" Ujar Ardi, Abra menghela napas panjang. Sedangkan Haykal dan Indira saling menatap. Seakan tak percaya akan perkataan Ardi.

"Itu yang aku harapkan, tapi tidak untuk Embun!"

"Maksudmu!"

"Kakek, semalam aku menanyakan soal pernikahan kami. Embun hanya menjawab, jika belum waktunya. Jawaban yang sampai saat ini membuatku bingung. Dia istriku secara agama, aku telah merenggut kesuciannya. Namun kenapa Embun masih ragu menikah denganku? Apa yang membuat Embun begitu dingin?"

"Dia hanya jual mahal, meski sebenarnya dia murahan!" Sahut Naura sinis, Abra menoleh dengan tatapan tajamnya.

"Apa kamu ingin kakak menghentikan uang jajanmu?"

"Aku bicara yang sebenarnya kak. Dia bertemu dengan laki-laki di pusat perbelanjaan. Bahkan aku merekamnya!" Ujar Naura tegas, lalu menyodorkan ponselnya pada Abra.

Abra langsung mengambil ponsel Naura. Dengan perasaan was-was, Abra melihat rekaman yang ditunjukkan Naura. Kedua mata Abra terbelalak, melihat video yang ditunjukkan Naura. Seketika kedua mata Abra memerah. Amarah jelas telihat dari genggaman Abra yang begitu kuat. Naura tersenyum sinis, melihat amarah Abra. Seolah semua itu hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya.

"Pantas dia menolak kujemput. Bahkan dia sengaja mematikan ponselnya. Kenapa Embun? Kenapa kamu menyakiti hatiku? Sumpah, hatiku sakit dan dadaku sesak. Aku tidak tahu, apa yang akan terjadi? Jika aku bertemu denganmu saat ini!" Batin Abra penuh amarah.

"Sekarang, apa kakak masih menyalahkanku? Perempuan desa itu yang tidak tahu diri. Dia seharusnya bangga dan bahagia. Keluarga Abimata berniat menjadikannya keluarga. Bukan malah mengkhianati kakak!" Ujar Naura mencoba membakar amarah Abra.

Ardi berdiri lalu menepuk pelan pundak Abra. Sedikitpun raut wajah Ardi tidak berubah. Perkataan ataupun bukti yang ditunjukkan Naura. Tak membuat Ardi percaya, jika Embun telah melakukan semua itu. Ardi mengenal pribadi Embun. Jauh sebelum Embun menjadi cucu menantunya. Ardi satu-satunya orang yang mencoba mengerti jalan pikiran Embun.

"Abra, pikirkan semua dengan kepala dingin. Jangan sampai kamu salah langkah. Ingat Abra, amarah tidak akan menyelesaikan masalah. Jangan karena bukti tanpa penjelasan, membuatmu melakukan kesalahan yang akhirnya kamu sesali seumur hidup!" Tutur Ardi, sembari menepuk pelan pundak Abra.

"Maksud kakek!" Ujar Abra tak mengerti, Ardi tersenyum.

"Kamu harus memahami semuanya sendiri. Sebentar lagi Embun sampai, jika kamu bijak. Kamu akan mengetahui, cara menyelesaikan masalah kalian. Namun sebaliknya, jika amarahmu yang menguasai hatimu. Maka semua tidak akan berakhir baik!" Tutur Ardi, lalu pergi menuju ruang kerjanya.

Tap Tap Tap

"Maaf tuan Abra, ada mbak Embun di depan!" Ujar Siti, salah satu asisten rumah tangga Abra.

"Persilahkan dia masuk!"

"Mbak Embun tidak bersedia, gamisnya basah kuyub. Seban di luar hujan cukup deras. Beliau hanya meminta dipanggilkan tuan. Jika tuan tidak bersedia keluar, mbak Embun akan langsung pulang!"

"Kakak dengar sendiri, belum menjadi istri sah. Dia sudah memerintah kakak seenaknya sendiri!" Sahut Naura sinis, Siti diam menunduk. Sebaliknya Abra diam membisu, pikirannya kalut. Dia benar-benar bingung dengan yang terjadi.

"Suruh dia pergi!" Titah Haykal lantang, Siti mengangguk pelan. Lalu memutar tubuhnya, Siti berjalan menuju pintu utama. Tempat dimana Embun menunggu bersama Nur. Abra tidak menghentikan Siti, dia seolah setuju dengan perkataan Haykal.

Siti menyampaikan amanah dari Haykal. Dengan penuh senyum Embun menerima keputusan Abra. Setelah berpamitan pada Siti, Embun langsung memakai jaket dan helm. Setidaknya Embun tidak akan terlalu dingin. Sebab Nur lupa membawa jas hujan. Embun tersenyum ke arah Nur, seolah Embun mengerti kesedihan Nur. Ketika melihat sahabatnya diusir dari rumah suaminya.

"Kita pulang!"

"Kamu baik-baik saja!" Ujar Nur lirih, Embun mengangguk.

"Aku baik-baik saja, aku tidak akan sakit hanya karena penolakan ini. Namun satu hal yang harus kamu ingat. Apapun yang terjadi di rumah ini. Jangan sampai terdengar abah, dia akan terluka. Sedikitpun aku tidak marah atau sakit terusir dari rumah ini. Sebab sampai sekarang, tak pernah aku berpikir menjadi bagian dari keluarga ini!" Ujar Embun, lalu duduk di depan Nur.

Embun mengambil alih kemudi, dia yang akan menyetir sepeda matic milik Nur. Sedangkan Nur duduk di belakang dengan menggunakan jas hujan singel. Embun lebih ahli mengendarai sepeda motor dalam hujan. Sebab itu meski tanpa mantel, Embun memilih menyetir sepeda.

"Kamu akan pulang begitu saja. Kamu tidak menyapaku atau keluarga yang lain!" Ujar Abra dingin, Embun membuka kaca penutup helm. Dia menoleh ke arah Abra, tubuhnya sudah basah kuyub oleh air hujan. Tidak mungkin bagi Embun menghampiri Abra.

"Aku harus pulang, lain kali aku mampir ke rumahmu. Hujan semakin deras, sebentar lagi malam!"

"Hanya itu yang kamu katakan. Setelah pengkhianatamu!" Ujar Abra dengan penuh emosi, Embun menoleh ke arah Nur. Dengan mengangguk kepala, Embun mengisyaratkan Nur turun dari sepeda. Embun turun menghampiri Abra, dia melepas helm dan jaket yang terlanjur basah

"Pengkhianatan!" Ujar Embun tak mengerti.

"Iya, kamu pengkhianat. Kamu telah mengkhianati kebaikan kakakku. Di belakangnya kamu menemui laki-laki lain. Dasar kamu perempuan murah!" Sahut Naura memanasi keadaan.

"Laki-laki, siapa yang kalian maksud!" Sahut Embun tak mengerti.

"Jangan pura-pura bodoh, aku melihatnya. Kalian bertemu di pusat perbelanjaan!" Ujar Naura tegas, penuh percaya diri.

"Laki-laki itu!"

"Iya, laki-laki yang membelikanmu banyak barang. Dia yang membelimu dengan begitu murah!"

"Jaga bicaramu!" Ujar Embun marah, tangannya menunjuk tepat ke arah wajah Naura.

"Kamu memang murah!"

"Kenapa kamu diam Abra? Kamu setuju dengan perkataannya!"

"Kamu memang bertemu dengannya!" Ujar Abra singkat.

"Apa itu alasanmu mengusirku? Tapi sudahlah semua itu tidak penting. Aku juga tidak peduli kamu percaya perkataanku atau tidak. Satu hal yang membuatku sadar. Kita memang tidak ditakdirkan bersama!" Ujar Embun final, lalu memakai kembali jaket basah dan helmnya.

"Kita pulang Nur!"

"Tapi!" Sahut Nur ragu.

Terpopuler

Comments

Sugiharti Rusli

Sugiharti Rusli

yang satu cemburu buta, yang satu sangat menjujung tinggi harga diri, yah jadi akan salah paham terus ini mah

2023-06-09

1

Aliya Jazila

Aliya Jazila

jaga jarak dg pria yg bukan muhrim mu embun bukankah kamu tau agama

2023-05-13

0

manda_

manda_

lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu thor aku suka abra bodoh bgt selalu pake emosi nanti kamu nyesel

2022-10-28

0

lihat semua
Episodes
1 Embun Khafifah Fauziah
2 Pabrik Tua
3 Janji
4 Abrar Ahmad Abimata
5 Kecelakaan
6 Pertemuan
7 Tuan Ardi Abimata
8 Perdebatan
9 Kesucian Embun
10 Restoran
11 Indira Wijaya
12 Haykal Putra Abimata
13 Makan Siang
14 Waktu Berdua
15 Pertengkaran
16 Sarapan Pagi
17 Di Bawah Hujan
18 Keputusan
19 Nafis Naufal Farzan
20 Kejujuran
21 Tengah Malam yang Hangat
22 Hadiah Berharga
23 Permintaan Kecil
24 Ibrahim Dwi Abimata
25 Halaman Belakang
26 BUlan Purnama
27 Bunga Tulip
28 Hari Pernikahan
29 Sang Fajar
30 Rumahmu, Istanaku
31 Malam yang Tertunda
32 Tenangku hanya Bersamamu
33 Clara Lexa Viviana
34 Makan Malam
35 Bintang Pesta
36 Arshan Arya Adiputra
37 Amarah Abra
38 Sakit
39 Taman
40 Keinginan
41 Dua mangkok bakso
42 Amarah Arya
43 Ibu
44 Cinta Embun
45 Trauma
46 Sarapan Sederhana
47 Aulia Nur Hikmah
48 Ayam Goreng dan Sambal Pedas
49 Dia bukan siapa-siapa?
50 Makan Siang
51 Almaira Adijaya dan Sofia Adijaya
52 Ayah
53 Ibra yang Patah Hati
54 Maaf
55 Tamparan
56 CCTV
57 Belanja
58 Dewangga Adijaya
59 Iman Ayyun Khumanni
60 Pelukan
61 Afifah Khayra
62 Hukuman
63 Sarapan pagi
64 Perdebatan
65 Janji Ibu
66 Embun Sakit
67 Tidur di Lantai
68 Kegelisahan Ibra
69 Keputusan
70 Cemburu itu Sakit
71 Makan malam
72 Salah paham
73 Senja
74 Pulang Tengah Malam
75 Mama Almaira
76 Belanja Berdua
77 Mutiara Desa
78 Cetak Biru
79 Jodoh
80 Malam di Bukit
81 Khairunnisa Azka Saniya
82 Kantin Kantor
83 Mengantar Pulang
84 Alvia Maulida Zahro
85 Kejujuran
86 Makan malam
87 Arti Cinta
88 Acara Pinangan
89 Kejutan di tengah gerimis
90 Cafe Resort
91 Rapat
92 Rumah Sakit
93 Makan malam yang hangat
94 Amarah Gunawan
95 Tamu di malam hari
96 Bertamu
97 Hangat yang tercipta
98 Tiga Laki-laki Hebat
99 Fitri Hanum Fauziyah
100 Keputusan Besar
101 Operasi
102 Fakta yang Terucap
103 Malam Panjang
104 Trauma
105 Sadarkan Diri
106 Pilihan
107 Liontin yang Patah
108 Dekapan Hangat
109 Rafan Ghifarri Abdullah
110 Kejadian di Dapur
111 Pulang Tengah Malam
112 Dirgantara Dwi Sanjaya dan Mira Putri Abiyaksa
113 Rahasia Terpendam
114 Pagi yang Ribut
115 Berjuang
116 Presentasi
117 Kakek
118 Harta Warisan
119 Kabar Bahagia
120 Sarapan Bersama
121 Rapat
122 Perdebatan
123 Mengadu
124 Keputusan Abra
125 Cinta Embun
126 Sahabat Terbaik
127 Kata Maaf
128 Embun sakit
129 Fahmi bimbang
130 Rencana Fahmi
131 Pernikahan
132 Embun Putriku
133 Berita Bahagia
134 Penyatuan Cinta
135 Arti Mimpi
136 Rindu yang terbayar
137 Pergi ke Kantor
138 Di Bawah Gerimis Malam
139 Rencana Pembatalan Kontrak
140 Fakta mengejutkan
141 Wijaya Eka Nugraha
142 Sabrina Salsabilla
143 Dua Bulan
144 Rembulan Saksi Cinta
145 Kebahagian Nur
146 Pulang Terlambat
147 Kasih Sayang yang Berbeda
148 Sujud dan Doa
149 Firasat Indira
150 Amarah Seorang Ayah
151 Kanaya Fauziah Abimata
152 PAPA
153 Pergi ke Rumah Sakit
154 Hangat Kasih Sayang Rafan
155 Tanah Lapang
156 Malam Pertemuan
157 Adinda Hanna Zahira
158 Hanif Eka Adijaya
159 Permintaan Seorang Ayah
160 Hanna Sakit
161 Kantin Rumah Sakit
162 Makan Malam
163 Khumaira Nabila Ikhsani
164 Lamunan Rafan
165 KASIH SAYANG
166 PEMAKAMAN
167 HANGAT AYAH dan ANAK
168 Dasar Hubungan
169 Di Bawah Guyuran Hujan
170 PULANG BERSAMA
171 PERGI KE KAMPUS
172 ANTARA CINTA dan KASIH SAYANG
173 KECEMASAN RAFAN
174 RINDU YANG MENYIKSA
175 PILIHAN
176 KEINDAHAN LAUT MALAM
177 Haykal Anzari Ansa
178 Hangat Suami-Istri
179 Hangat di waktu Subuh
180 Sisi Lain Kanaya
181 Pertanggungjawaban
182 Tiga Sahabat
183 Gedung Pernikahan
184 Abil Daffa muwaffaq
185 Rasa Penasaran Haykal
186 Sang Pengasuh
187 Gadis Sederhana
188 Awal Kehancuran
189 Bukti Kasih Sayang Embun
190 Kesedihan Afifah
191 Kejujuran Haykal
192 Keputusan Kanaya
193 Persetujuan
194 Persetujuan
195 Masa Kelam Kanaya
196 Malam Acara
197 Hakikat Pernikahan
198 Pertemuan
199 Abdul Rizal Saputra
200 Dia Adikku
201 Rumah Sakit
202 Pertemanan
203 Rencana Besar
204 Rencana Makan Malam
205 Imam Sholat
206 Senja yang Indah
207 Dengan Bismillahhirohmanirrohim
208 Keraguan yang Terucap
209 Pertemuan Kedua
210 Rasa Bersalah
211 Akhirnya...
212 Zahra Fauziah
213 proyek
214 Kebenaran
215 Bertamu
216 Talak
217 Pengumuman
218 Fakta
219 Mama
220 Aqeel Faiz Ellyas
221 Rintik Gerimis
222 Pernikahan
223 Undangan
224 Mengajar
225 Galuh Putra Kusuma
226 Adi Putra Kusuma
227 Kekaguman
228 Sholat Bersama
229 Nasi Goreng
230 Suara Hati
231 Manja
232 Jalan Takdir
233 Perselisihan
234 Akhir kesalahpahaman
235 Ibu...
236 Keluarga Terbaik
237 Pengumuman
Episodes

Updated 237 Episodes

1
Embun Khafifah Fauziah
2
Pabrik Tua
3
Janji
4
Abrar Ahmad Abimata
5
Kecelakaan
6
Pertemuan
7
Tuan Ardi Abimata
8
Perdebatan
9
Kesucian Embun
10
Restoran
11
Indira Wijaya
12
Haykal Putra Abimata
13
Makan Siang
14
Waktu Berdua
15
Pertengkaran
16
Sarapan Pagi
17
Di Bawah Hujan
18
Keputusan
19
Nafis Naufal Farzan
20
Kejujuran
21
Tengah Malam yang Hangat
22
Hadiah Berharga
23
Permintaan Kecil
24
Ibrahim Dwi Abimata
25
Halaman Belakang
26
BUlan Purnama
27
Bunga Tulip
28
Hari Pernikahan
29
Sang Fajar
30
Rumahmu, Istanaku
31
Malam yang Tertunda
32
Tenangku hanya Bersamamu
33
Clara Lexa Viviana
34
Makan Malam
35
Bintang Pesta
36
Arshan Arya Adiputra
37
Amarah Abra
38
Sakit
39
Taman
40
Keinginan
41
Dua mangkok bakso
42
Amarah Arya
43
Ibu
44
Cinta Embun
45
Trauma
46
Sarapan Sederhana
47
Aulia Nur Hikmah
48
Ayam Goreng dan Sambal Pedas
49
Dia bukan siapa-siapa?
50
Makan Siang
51
Almaira Adijaya dan Sofia Adijaya
52
Ayah
53
Ibra yang Patah Hati
54
Maaf
55
Tamparan
56
CCTV
57
Belanja
58
Dewangga Adijaya
59
Iman Ayyun Khumanni
60
Pelukan
61
Afifah Khayra
62
Hukuman
63
Sarapan pagi
64
Perdebatan
65
Janji Ibu
66
Embun Sakit
67
Tidur di Lantai
68
Kegelisahan Ibra
69
Keputusan
70
Cemburu itu Sakit
71
Makan malam
72
Salah paham
73
Senja
74
Pulang Tengah Malam
75
Mama Almaira
76
Belanja Berdua
77
Mutiara Desa
78
Cetak Biru
79
Jodoh
80
Malam di Bukit
81
Khairunnisa Azka Saniya
82
Kantin Kantor
83
Mengantar Pulang
84
Alvia Maulida Zahro
85
Kejujuran
86
Makan malam
87
Arti Cinta
88
Acara Pinangan
89
Kejutan di tengah gerimis
90
Cafe Resort
91
Rapat
92
Rumah Sakit
93
Makan malam yang hangat
94
Amarah Gunawan
95
Tamu di malam hari
96
Bertamu
97
Hangat yang tercipta
98
Tiga Laki-laki Hebat
99
Fitri Hanum Fauziyah
100
Keputusan Besar
101
Operasi
102
Fakta yang Terucap
103
Malam Panjang
104
Trauma
105
Sadarkan Diri
106
Pilihan
107
Liontin yang Patah
108
Dekapan Hangat
109
Rafan Ghifarri Abdullah
110
Kejadian di Dapur
111
Pulang Tengah Malam
112
Dirgantara Dwi Sanjaya dan Mira Putri Abiyaksa
113
Rahasia Terpendam
114
Pagi yang Ribut
115
Berjuang
116
Presentasi
117
Kakek
118
Harta Warisan
119
Kabar Bahagia
120
Sarapan Bersama
121
Rapat
122
Perdebatan
123
Mengadu
124
Keputusan Abra
125
Cinta Embun
126
Sahabat Terbaik
127
Kata Maaf
128
Embun sakit
129
Fahmi bimbang
130
Rencana Fahmi
131
Pernikahan
132
Embun Putriku
133
Berita Bahagia
134
Penyatuan Cinta
135
Arti Mimpi
136
Rindu yang terbayar
137
Pergi ke Kantor
138
Di Bawah Gerimis Malam
139
Rencana Pembatalan Kontrak
140
Fakta mengejutkan
141
Wijaya Eka Nugraha
142
Sabrina Salsabilla
143
Dua Bulan
144
Rembulan Saksi Cinta
145
Kebahagian Nur
146
Pulang Terlambat
147
Kasih Sayang yang Berbeda
148
Sujud dan Doa
149
Firasat Indira
150
Amarah Seorang Ayah
151
Kanaya Fauziah Abimata
152
PAPA
153
Pergi ke Rumah Sakit
154
Hangat Kasih Sayang Rafan
155
Tanah Lapang
156
Malam Pertemuan
157
Adinda Hanna Zahira
158
Hanif Eka Adijaya
159
Permintaan Seorang Ayah
160
Hanna Sakit
161
Kantin Rumah Sakit
162
Makan Malam
163
Khumaira Nabila Ikhsani
164
Lamunan Rafan
165
KASIH SAYANG
166
PEMAKAMAN
167
HANGAT AYAH dan ANAK
168
Dasar Hubungan
169
Di Bawah Guyuran Hujan
170
PULANG BERSAMA
171
PERGI KE KAMPUS
172
ANTARA CINTA dan KASIH SAYANG
173
KECEMASAN RAFAN
174
RINDU YANG MENYIKSA
175
PILIHAN
176
KEINDAHAN LAUT MALAM
177
Haykal Anzari Ansa
178
Hangat Suami-Istri
179
Hangat di waktu Subuh
180
Sisi Lain Kanaya
181
Pertanggungjawaban
182
Tiga Sahabat
183
Gedung Pernikahan
184
Abil Daffa muwaffaq
185
Rasa Penasaran Haykal
186
Sang Pengasuh
187
Gadis Sederhana
188
Awal Kehancuran
189
Bukti Kasih Sayang Embun
190
Kesedihan Afifah
191
Kejujuran Haykal
192
Keputusan Kanaya
193
Persetujuan
194
Persetujuan
195
Masa Kelam Kanaya
196
Malam Acara
197
Hakikat Pernikahan
198
Pertemuan
199
Abdul Rizal Saputra
200
Dia Adikku
201
Rumah Sakit
202
Pertemanan
203
Rencana Besar
204
Rencana Makan Malam
205
Imam Sholat
206
Senja yang Indah
207
Dengan Bismillahhirohmanirrohim
208
Keraguan yang Terucap
209
Pertemuan Kedua
210
Rasa Bersalah
211
Akhirnya...
212
Zahra Fauziah
213
proyek
214
Kebenaran
215
Bertamu
216
Talak
217
Pengumuman
218
Fakta
219
Mama
220
Aqeel Faiz Ellyas
221
Rintik Gerimis
222
Pernikahan
223
Undangan
224
Mengajar
225
Galuh Putra Kusuma
226
Adi Putra Kusuma
227
Kekaguman
228
Sholat Bersama
229
Nasi Goreng
230
Suara Hati
231
Manja
232
Jalan Takdir
233
Perselisihan
234
Akhir kesalahpahaman
235
Ibu...
236
Keluarga Terbaik
237
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!