Seminggu sudah Embun melupakan niatnya membantu warga desa. Kenyataan jika sang pewaris tak lain sahabat masa kecilnya. Membuat Embun enggan bertemu dengannya. Embun merasa sudah cukup usahanya membantu warga. Kini semua kuputusan ada di tangan Abra. Embun tak lagi peduli, semua sudah diserahkan pada Ilham.
"Embun, hari ini kamu pulang jam berapa? Nanti malam akan ada tamu penting?" Ujar Abah, Embun menggelengkan kepalanya pelan.
Pagi ini Embun, Nur dan Ilham akan pergi ke kota. Mereka akan mengantar salah satu murid mengikuti lomba. Sebagai guru pembimbing, Embun harus ikut mengantar. Ilham selalu setia menemani Embun. Sedangkan Nur selalu mengekor Embun, apalagi jika Embun pergi ke kota. Tiga sahabat yang takkan pernah terpisah. Saling menopang dan menguatkan satu dengan yang lainnya.
"Acara hari ini sangat padat. Kemungkinan akan selesai saat malam. Namun jika memang memungkinkan. Embun akan langsung pulang setelah acara selesai!"
"Baiklah, hati-hati di jalan. Tidak perlu memikirkan tamu yang akan datang. Abah dan ibumu akan menemui mereka!" Ujar Abah hangat, sebuah pengertian yang selalu ditunjukkan oleh Iman. Sebuah kepercayaan penuh pada Embun. Dengan catatan Embun mampu menjaga kepercayaan itu.
"Terima kasih, Embun harus pergi ke sekolah. Ilham dan Nur menunggu Embun di sana. Kami berangkat menggunakan mobil Ilham!" Ujar Embun, Abah Iman mengangguk mengerti. Lalu Embun mencium punggung tangan abah Iman.
Embun berjalan kaki menuju sekolah. Sekitar lima menit Embun berjalan kaki. Sesampainya dia di sekolah. Nampak mobil Ilham terparkir manis. Artinya Ilham dan Nur sudah datang. Mereka pasti datang bersamaan. Rumah keduanya berdampingan, jadi kemungkinan mereka berangkat bersama.
"Embun!" Teriak Nur sembari melambaikan tangan. Suara nyaring Nur, seketika membuat Ilham terkejut. Sontak Ilham menoleh ke arah Embun. Wanita yang mengetuk hatinya, tanpa mampu dia mengatakan isi hatinya.
"Kita berangkat sekarang!" Ujar Embun, membuyarkan lamunan Ilham. Nur terkekeh melihat Ilham yang gelagapan di sapa Embun. Cinta yang nyata ada, tapi sulit terucap.
"Iya!" Sahut Ilham terbata-bata.
"Katakan sekarang atau tidak sama sekali. Aku sempat mendengar dari Abah, akan ada perjodohan Embun dengan laki-laki dari kota. Entah kapan itu terjadi? Hanya tinggal menunggu waktu. Saat dimana kamu harus menggigit jari? Tanpa bisa mengatakan apapun?" Bisik Nur, Ilham langsung menoleh. Tatapan Ilham penuh tanda tanya, antara percaya atau tidak akan perkataan Nur.
"Aku serius Ilham, sebagai teman aku ingin yang terbaik untuk kalian!"
"Tidak mungkin Embum dijodohkan!"
"Dua hari yang lalu, Abah menemuiku di mushola. Dia bertanya padaku, apakah Embun memiliki kekasih? Setidaknya adakah laki-laki yang disayangi Embun!"
"Lalu kamu jawab apa?"
"Aku katakan saja tidak ada, karena memang tidak ada yang dekat dengan Embu. Saat abah tahu Embun tidak dekat dengan siapapun? Abah tersenyum, lalu mengatakan jika Embun akan dijodohkan dengan laki-laki dari kota!"
"Kamu bohong!"
"Jika tidak percaya, kamu tunggu beberapa hari lagi. Jika status Embun berubah, jangan pernah menyesal!" Ujar Nur lirih penuh ketegasan.
"Tidak mungkin!" Ujar Ilham sembari menggelengkan kepalanya tak percaya.
"Apa yang tidak mungkin?" Sahut Embun, Ilham terkejut mendengar sahutan Embun.
"Tidak ada apa-apa? Kita berangkat sekarang!" Ujar Ilham lantang. Embun masuk ke dalam mobil, diikuti oleh beberapa murid yang akan mengikuti lomba.
Sekitar hampir satu jam mobil Ilham melaju di jalan. Lokasi perlombaan tidak terlalu jauh, letaknya tepat di pusat kota. Namun jalan menurun dan panjang dari rumah Embun. Sehingga membuat perjalanan lama. Embun gadis desa yang tinggal di pegunungan. Keterbatasan moda transportasi. Terkadang menjadi kendala para warga mengenal keramaian kota.
"Embun, aku tidak ikut ke dalam. Aku akan menjemputmu, saat kamu sudah selesai!" Pamit Ilham, tepat setelah mengantar Embun dan Nur. Embun mengangguk, dia mengerti kebosanan saat menunggu. Sebab itu sangat wajar, jika Ilham memilih pergi.
"Nur, lebih baik kita masuk. Sebentar lagi acara dimulai. Kamu temani siswa laki-laki, sedangkan aku menemani siswa perempuan!"
"Siap bu guru!" Goda Nur, sembari tersenyum.
Embun dan Nur memilih tempat duduk yang berbeda. Aula tempat pembukaan perlombaan sangat luas. Maklum saja, acara diadakan di aula kampus ternama dan terbaik di kota. Kampus yang dulu pernah ada dalam impian Embun. Namun semua hanya mimpi, tatkala Embun harus kehilangan sang ibu. Kasih sayang pada Abah, membuatnya memilih tetap tinggal di desa. Setidaknya sampai Abah sendiri yang meminta Embun pergi.
"Embun!"
"Anda!" Sahut Embuh heran.
"Aku sempat takut salah mengenali orang. Ternyata aku benar, kamu yang aku lihat sejak tadi!"
"Sejak tadi!" Sahut Embun tak mengerti.
"Sejak kamu turun dari mobil temanmu itu. Abra juga ada di dalam mobil, tapi dia langsung masuk ke dalam!"
"Oh!" Sahut Embun singkat.
"Dia menjadi donatur tetap di kampus ini!"
"Donatur atau tidak, bukan urusanku. Aku sudah tidak ada hubungan dengannya. Dia mampu menjadi donatur di kampus sebaik ini. Namun meringkan beban warga desa. Dia seolah tak mampu. Dasar manusia gila pujian!" Batin Embun kesal.
"Maaf pak, saya harus masuk!" Ujar Embun, Fahmi mengangguk pelan.
"Dua orang yang berlainan, satu dingin lainnya hangat. Satu pendiam, lainnya ramah. Satu penuh keramahan, lainnya angkuh. Namun satu hal yang aku heran. Kenapa mereka bisa berteman di masa lalu? Abra yang berubah menjadi angkuh, atau Embun yang berubah menjadi ramah dan penuh senyum. Apapun itu, mereka tercipta untuk bertemu dan mungkin bersama. Meski saat ini, mereka mengabaikan rasa itu!" Batin Fahmi.
"Kenapa kamu tersenyum? Apa saja yang kamu katakan padanya? Jangan bicara sembarangan. Kamu tidak tahu, dia kalau marah menakutkan!"
"Sedalam itu kamu mengenal Embun. Lantas, kenapa pura-pura tidak mengenal? Kalian ada dendam yang belum usai!"
"Diam kamu!"
"Tunggu, kenapa kamu ada disini? Bukankah tadi kamu masuk ke dalam. Jangan-jangan kamu kembali, karena takut aku menggoda Embun!" Ujar Fahmi, Abra menoleh sembari menggelengkan kepalanya pelan.
"Jika kamu menyukainya, silahkan kamu ambil. Aku tidak keberatan, dia bukan tipeku. Gadis desa tanpa pendidikan, tidak pantas bersanding dengan pengusaha sukses sepertiku. Dia takkan sepadan denganku. Berjalan di sampingku saja, dia tidak pantas!"
"Terima kasih atas penilaianmu. Sejak aku bertemu denganmu. Tak pernah aku berpikir ingin menjadi bagian hidupmu. Kita memang berbeda, sangat berbeda. Sepeda motor tuaku, tak pantas dibandingkan dengan mobil mewahmu. Baju yang aku pakai, hanya pantas menjadi lap kaki bagimu. Namun seburuk apapun diriku, aku tetap berdiri di atas kedua kakiku. Tak sepeserpun aku menghiba belas kasih orang lain!"
"Embun, Abra tak bermaksud seperti itu!"
"Maaf pak Fahmi, jujur aku senang mendengar penilainnya padaku!"
"Kenapa?"
"Karena pendapatku tidak salah. Harta telah mengambil sahabat masa kecilku!" Ujar Embun tegas, lalu melangkah pergi.
"Aku tak pernah berubah, kamu yang mulai melupakanku!" Batin Abra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
jiah pisah karena kesalahpahaman yang masih berlanjut sampai dewasa ini mah namanya
2023-06-09
0
Kim
part sebelum nya abah menunggu dengan ibumu dirumah?🤔🤔🤔🤔🤔
2022-11-02
0
candra rahma
seru
2022-11-01
0