"Embun!" Sapa Ilham, kedua tangannya membawa payung. Embun menoleh, saat mendengar suara Ilham.
Langkah kaki Ilham tersamar dengan suara rintik hujan. Embun berjalan pelan di bawah rintik hujan. Sunyi malam semakin terasa mencekam. Namun tak sedikitpun ada kata takut dalam diri Embun. Sesepi apapun desa , disinilah Embun dibesarkan. Embun akan selalu merasa nyaman. Tak pernah ada kata gelisah, jika Embun masih bisa menghirup udara di desa yang asri.
"Ada apa?"
"Pakailah, gamismu sudah basah. Aku tidak ingin melihatmu sakit!" Ujar Ilham, sembari memberikan payung kepada Embun.
Dengan mengutas senyum, Embun menggelengkan kepala. Embun tak pernah ingin membebani orang lain. Bantuan yang ditawarkan Ilham tidak salah. Namun Embun menolak, karena payung yang ada hanya satu. Tidak mungkin Embun menerima bantuan. Sedangkan Ilham harus kehujanan.
"Aku sudah menduga penolakanmu. Setidaknya biarkan aku mengantarmu. Hujan yang turun, menutupi jalan. Aku takut terjadi sesuatu padamu!" Ujar Ilham, Embun mengangguk pelan.
Embun dan Ilham berjalan beriringan, keduanya merasakan sentuhan rintikan hujan. Dingin menusuk tulang keduanya. Namun entah kenapa keduanya merasa nyaman? Seolah dingin tak mengusik tubuh mereka. Jauh dalam hati Ilham, ada kebahagian yang tak bisa dikatakan. Meski kebahagiannya tak pantas lagi dirasakannya.
"Kapan rencana pernikahanmu?"
"Entahlah?" Ujar Embun, sembari mengangkat kedua pundaknya pelan.
"Maksudmu!"
"Semua tergantung abah!"
"Tapi ini hidupmu!"
"Aku tahu, tapi hidupku sepenuhnya milik abah!"
"Embun!" Sapa Ilham lirih, Embun menoleh. Nampak Ilham menunduk, seakan berat bagi Ilham bicara jujur.
"Katakan!"
"Kenapa kamu harus menikah dengannya? Jika memang hatimu tidak menerimanya. Meski aku sadar, prinsipmu takkan goyah. Namun kebahagianmu jauh lebih penting. Perbedaan kalian nyata, tidak mudah menutup mata akan perbedaan itu!"
"Ilham, maafkan aku yang terus mengacuhkan ketulusanmu!"
"Kamu menyadarinya!" Sahut Ilham, Embun mengangguk pelan.
"Sejak kecil kita bermain bersama. Langkah kecil kita selalu bersama melewati jalan desa ini. Kisah kita terukir indah di setiap sudut desa. Lapangan tempat kita berebut bola, sungai tempat kita mandi bersama. Semua begitu indah, tapi janjiku pada Abah jauh lebih suci. Aku tak mungkin mengkhianati janji itu. Demi hubungan semu dua hati manusia!"
"Artinya kamu belum mencintai dia!" Ujar Ilham, Embun menggelengkan kepalanya lemah.
"Sampai detik ini, tak ada yang membuatku mencintai dia. Abra seorang pengusaha sukses, dia penuh pesona dan ketampanan sempurna. Aku hanyalah gadis desa, tak sepantasnya aku bersanding dengannya. Entah kapan Abra sadar? Jika aku tak pantas menjadi pendampingnya!"
"Sampai kapan kamu akan bertahan? Jika hatimu saja tidak belum menerimanya. Hubungan tanpa hati, tidaklah mudah Embun. Sakitnya tidak akan sanggup kamu tahan. Kamu yang akan tersakiti!"
"Aku tahu Ilham, biarkan semua terjadi. Pernikahan antara aku dan Abra, harus terjadi. Hubungan dua keluarga memang harus terjalin. Seandainya kelak air mataku mengalir, biarkan itu sebagai balas budiku pada Abah!"
"Dengan menggadaikan kebahagianmu!"
"Bukan hanya kebahagianku, hidupku mampu aku pertaruhkan!" Ujar Embun, Ilham terdiam.
Tak ada lagi suara yang terdengar, keduanya membisu larut dalam pikiran. Langkah Embun dan Ilham membelah jalan gelap di depannya. Keduanya seolah nyaman berjalan tanpa penerangan. Langkah kaki yang begitu ringan, sampai mereka tidak menyadari telah tiba di halaman rumah Embun.
"Sampai kapan kalian akan terus berjalan menunduk!" Teriak Abra lantang, Embun dan Ilham mendongak bersama. Nampak Abra berdiri bersandar di samping mobilnya. Hujan membasahi tubuh Abra.
Embun menatap lekat Abra, tidak ada rasa takut akan amarah Abra. Embun benar-benar menganggap santai amarah Abra. Dengan perlahan Embun mendekati Abra. Namun Abra tak bergeming, pimikirannya dipenuhi rasa amarah akan kebersamaan Embun dan Ilham.
"Sejak kapan kamu datang?"
"Apa pedulimu?" Sahut Abra dingin, Embun tersenyum. Lalu berjalan melewati Abra, Embun tidak peduli akan amarah Abra. Sikap dingin yang membuat Abra semakin kesal.
"Embun!"
"Ada apa lagi?" Sahut Embun dingin.
"Ilham pulanglah, sebelum kamu menjadi sasaran amarah Abra!"
"Tapi kamu!"
"Aku bisa menjaga diri, seorang suami tidak akan sanggup menyakiti istrinya. Pergilah Ilham, aku akan baik-baik saja!" Pinta Embun, Ilham mengangguk pelan. Tanpa menoleh, Ilham melangkah pergi. Dia mencoba percaya akan perkataan Embun.
"Berhenti!" Teriak Abra emosi, Embun menghentikan langkahnya.
"Apa alasan amarahmu? Aku tidak akan berdebat, untuk sesuatu yang tidak masuk akal!" Ujar Embun, lalu melangkah masuk ke dalam rumah.
"Embun!" Ujar Abra sembari menahan tangan Embun.
"Gantilah bajumu, aku tidak ingin disalahkan. Jika CEO muda Abimata sakit!"
"Embun, cukup!" Ujar Abra emosi, Embun menoleh.
"Ada apa Abra? Kenapa kamu begitu marah? Apa kesalahanku?"
"Kamu berjalan berdua dengannya dalam gelap. Kalian hanya berdua di bawah rintik hujan. Katakan, tidak pantaskah aku marah. Jika melihat hubungan kalian!"
"Hubungan yang mana? Pertemanan kami telah terjalin, jauh sebelum aku mengenalmu. Tidak pantaskah aku tetap mengenalnya. Dia temanku dan hanya teman. Haruskah kehadiranmu merenggut semua hidupku. Menghapus semua hubungan yang pernah ada dalam hidupku!" Ujar Embun lantang, Abra dia menatap tajam Embun.
"Aku tidak berpikir seperti itu!"
"Kamu tidak hanya berpikir, kamu sudah melakukannya. Teriakkanmu sejak tadi, seolah ingin menghabisiku. Entah kesalahan apa yang kulakukan? Amarahmu jelas menyalahkanku!"
"Embun, aku mohon!"
"Abra, selama ini kamu selalu bicara. Kamu marah, saat hatimu terluka. Namun pernahkah kamu peduli akan luka orang lain. Kamu marah melihatku pergi dengan Ilham. Lantas, katakan padaku? Saat aku melihatmu dengan wanitamu. Aku hanya diam, kamu melarangku berpikir buruk. Sekarang apa hakmu melarangku jalan dengan Ilham!"
"Embun, hentikan bicaramu!"
"Kamu yang harus diam Abra, inilah fakta yang harus kamu tahu. Aku dan Ilham hanya teman, tidak pernah lebih. Dia memang menyukaiku, tapi tidak pernah aku menerima cintanya. Aku bukan dirimu, hati dan tubuhku suci. Hanya tanganmu yang pernah menyentuh tubuhku. Hanya napasmu yang terasa di pipiku. Dalam hatiku memang tidak ada cinta untukmu. Namun setiaku hanya untukmu. Kamu kejam Abra, ketika berpikir buruk tentangku!" Ujar Embun emosi, dengan kuat Embun menghempaskan tangan Abra.
Embun berjalan masuk ke dalam rumah, menaiki tangga menuju kamarnya. Tepat di ruang tengah, Embun berpapasan dengan Abah. Sebenarnya sejak awal abah sudah mendengar pertengkaran Abra dan Embun. Namun abah memilih diam, dia tidak ingin ikut campur dalam urusan Embun dan Abra. Apalagi dalam proses saling mengenal. Secara hukum agama, keduanya sah sebagai suami istri. Meski ada perjanjian dalam pernikahan secara agama mereka.
Tap Tap Tap
Embun berjalan menampaki tangga menuju lantai dua. Abra mengejar Embun, seolah rumah Embun sudah menjadi rumahnya sendiri. Abra mengangguk menyapa Abah, dengan seutas senyum Abah menyahuti sapaan Abra. Perlahan Abra menghampiri Abah, dia mencium punggung tangan Abah.
"Kendalikan emosimu, belajarlah mengerti amarah sesaat Embun. Jika bicara tidak bisa menemukan titik tengah. Lebih baik diam dan bicarakan besok saat semua tenang!" Ujar Abah sembari menepuk punggung Abra.
"Abah tidak marah!" Ujar Abra lirjh, Abah menggelengkan kepalanya lemah.
"Dia istrimu, hakmu jika ingin mengajarinya. Abah tidak berhak atas hidup Embun. Namun ingatlah, dia putri Abah. Jangan pernah sakiti dia, jika tidak ingin melihat amarah abah!"
"Terima kasih abah!"
"Naiklah ke kamarnya, bicarakan dengan baik-baik. Abah keluar sebentar!" Pamit Abah, Abra mengangguk pelan.
Braaakkk
Embun membanting pintu dengan sangat keras. Jelas amarah Embun tersulut, tatapan keraguan Abra memancing emosi Embun. Amarah yang tak pernah Abra sangka, dalam sekejap keramahan Embun terlihat begitu menakutkan. Abra berlari menyusul Embun menuju kamarnya. Dengan hati berdebar, Abra membuka pintu kamar Embun. Harum parfum Embun, menggugah gairah Abra.
Perlahan Abra menutup pintu kamar Embun, memutar kunci lalu berjalan masuk semakin dalam. Abra melihat Embun tengah memilih gamis. Jelas keduanya tengah basah kuyub oleh hujan yang turun. Abra langsung menarik pinggul ramping Embun. Dengan penuh kehangatan, Abra memeluk Embun dari belakang. Menyadarkan kepalanya di pundak Embun. Abra mencium lembut pundak Embun, tapi dengan sigap Embun meronta.
"Lepaskan!" Teriak Embun, tapi tenag Abra lebih kuat.
Amarah yang semula mengisi hati Abra. Nyata berganti hasrat yang tak bertepi. Abra lupa akan batasan yang telah disepakati. Abra seolah tak ingin lepas dari tubuh harum Embun. Perlahan Abra menarik hijab panjang Embun, melepar sembarangan ke atas tempat tidur Embun. Perlahan Abra menyibak rambut hitam legam Embun. Mencium lembut tengkuk putih Embun. Mengalirkan kehangatan yang begitu menggairahkan. Embun larut dalam dekapan dan kecupan hangat Abra.
"Maafkan aku!" Bisik Abra, Embun terdiam dalam dekapan kuat Abra.
Bibirnya terasa kelu, tangan Abra terasa membakar tubuh Embun. Darahnya mendidih, mengalir begitu deras sampai Embun tak mampu menahannya. Embun menutup mata, merasakan sentuhan demi sentuhan Abra. Embun larut dalam hasrat cinta yang meluap dalam nadinya. Abra terus mendekap Embun, menelusuri setiap inci tubuh Embun.
"Biarkan aku membuktikan, kamu istriku!" Bisik Abra tepat di telinga Embun.
Embun hanya bisa pasra, kehangatan Abra membuatnya bergairah. Perlahan Abra melempar tubuh Embun di atas tempat tidur. Tubuh basah mereka, semakin basah oleh keringat penuh cinta. Tangan Abra seakan tak ingin berhenti, semakin liar menyusuri tubuh indah Embun. Sentuhan cinta yang pertama kali dirasakan oleh tubuh indah Embun.
"Embun!"
"Kamu yakin!"
"Tidak ada jalanku kembali, tubuhku telah tersentuh. Tak ada lagi kata suci. Lakukan apa yang kamu inginkan? Setidaknya inilah yang akan membuatmu percaya. Aku masih suci dan tulus menerima hubungan ini!" Ujar Embun dengan napas yang mulai terengah-engah.
"Embun!"
"Lakukanlah, itu hakmu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 237 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
kan nantinya siapa yang akan jatuh cinta duluan yah kalo uda gini
2023-06-09
0
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu waduh mau anu anu ya 😂😂😂🤭🤭🤭
2022-10-28
2
Emi Wash
waduh....
2022-10-28
0