Sebatas Menikah

Sebatas Menikah

*Bab 1

"Kak Ditya. Bisa nebeng gak?"

"Nebeng?"

"Hm ... iya. Nebeng kakak ke rumah sakit. Aku juga masuk pagi hari ini." Dia berucap sambil tersenyum sambil menyandang tas selempang nya.

"Motor kamu ke mana? Kok malah mau nebeng sama aku? Kenapa gak naik motor aja?"

"Motor mogok, kak. Kemarin, aku lupa cek olinya. Eh, tahu-tahunya, motor kehabisan oli. Jadi .... "

"Naik taksi online aja. Ini uangnya," ucap Aditya sambil merogoh saku celana, mengeluarkan dompet dari saku tersebut, lalu ... menyerahkan uang selembaran seratus ribu ke tangan perempuan yang ada di hadapannya.

Perempuan itu terdiam sambil menatap uang kertas yang berwarna merah tersebut. Bukan nominalnya yang dia tatap, tapi arti dari pemberian uang itu yang membuat hatinya terasa sangat perih.

"Kenapa? Apa itu kurang untuk naik taksi online?" tanya Aditya sambil menatap kesal.

"Tidak. Uangnya tidak kurang, kak Adit. Tapi, malahan sangat lebih jika aku gunakan untuk naik taksi online. Hanya saja ... aku tidak butuh uang ini. Jika untuk ongkos, aku masih punya uang. Bahkan, masih sangat lebih uang. Tapi ...."

"Bisakah jangan mulai lagi, Icha? Aku lelah. Bahkan, sangat-sangat bosan dengan semua ini. Hubungan kita masih bersifat tertutup. Jadi, akan banyak pertanyaan jika aku dan kamu berangkat ke rumah sakit bersama. Aku harap kau memaklumi hal itu."

Selesai berucap, Aditya langsung beranjak meninggalkan Icha. Perempuan manis yang sudah menyandang gelar sebagai istrinya selama satu tahun ini.

Icha hanya bisa diam. Menatap kepergian laki-laki yang jelas-jelas adalah suami sahnya. Sah menurut agama, juga sah menurut negara. Walau, hanya keluarga saja yang tahu kalau mereka berdua adalah sepasang suami istri. Sedangkan dunia luar tahu, mereka hanya sebatas rekan kerja di satu rumah sakit saja. Tidak lebih dari itu.

Karena mereka tidak pernah bersikap layaknya sebagai sepasang suami istri pada umumnya. Baik di rumah, apalagi di tempat umum. Lebih tidak pernah lagi. Karena pernikahan itu, bukan karena cinta. Melainkan, karena sebuah permintaan dan juga rasa tanggung jawab Aditya pada Marisa, yang di panggil dengan panggilan Icha.

Marisa Aurelia. Seorang yatim piatu yang hidup di salah satu panti asuhan sejak kecil hingga remaja. Tidak tahu di mana kedua orang tuanya, juga tidak tahu sedikitpun asal usul dirinya.

Yang dia tahu, dia hidup di panti itu sejak dia bayi sampai remaja. Sedangkan setelah dewasa, dia menerima tawaran pernikahan dari seorang dokter kandungan yang dia sukai.

Tentunya, karena sebuah alasan dokter itu mengajak dia menikah. Dia yang sudah terpaut hati pada ketampanan juga kebaikan dokter dingin itu, setuju-setuju saja saat dapat tawaran itu.

Saat dapat tawaran pernikahan itu, dia sangat bahagia. Tanpa memikirkan bagaimana perjalanan hidup yang akan dia tempuh kedepannya.

Satu tahun pernikahan. Dokter dingin yang bernama Aditya Hutomo itu ternyata sama sekali tidak berubah. Bahkan, yang ada malahan semakin bersikap dingin tak tertolong sedikitpun.

Pernah dia berpikir untuk mengakhiri apa yang sedang dia jalani. Tapi dia ingat akan satu hal, manusia pasti akan berubah. Pernikahan yang dia sandang hanya sebatas menikahi ini, pasti bisa dia ubah nantinya.

Lamunan Icha terhenti saat ponsel yang ada dalam tas selempang nya berdering. Dengan sigap, Icha menyeka air mata yang tumpah dari kedua mata indah miliknya sebelum merogoh tas selempang tersebut untuk menemukan ponsel.

Dia menarik napas panjang sebelum menjawab panggilan itu. Membenarkan napas agar tidak terdengar seperti baru saja selesai menangis.

"Halo Dwi." Icha berucap santai setelah panggilan tersambung.

"Kamu di mana sih, Cha? Kok masih belum kelihatan batang hidungmu sampai sekarang? Aku udah sampai ke rumah sakit sejak setengah jam yang lalu, lho Cha. Kamu gak lupa kalo hari ini jadwal kita masuk pagi, bukan?" Dwi ngerocos panjang lebar dengan nada cepat.

Icha yang mendengar omelan itu hanya bisa mendengus kasar saja. Dia tahu, sahabatnya yang satu ini emang paling suka ngomel. Kayak emak-emak yang sering marahin anaknya.

Tapi, walaupun begitu, perempuan yang bernama Dwi ini adalah sahabat paling baik buat Icha. Selalu membela jika ada masalah. Tidak akan pernah mau melihat sahabatnya tertindas dan bersedih.

Intinya, perempuan yang bernama Dwi Anggraini ini adalah perempuan yang punya solidaritas tinggi, setia kawan, juga paling baik terhadap Icha. Yah, walaupun dia suka ngomel-ngomel sih. Itu malah buat Icha merasa bahagia berteman dengannya.

"Icha! Woy! Kok malah diam sih? Kamu masih bisa dengan suara aku, kan?"

Ucapan itu langsung menyadarkan Icha dari lamunannya barusan. Dia memutar bola matanya dengan malas. Meski apa yang dia lakukan tidak akan bisa terlihat oleh sahabatnya.

"Iya. Aku dengar kok. Aku masih di rumah nih. Baru juga mau berangkat."

"Ya ampun, tuan putri. Bangun jam berapa sih kamu, Cha? Masih di rumah jam segini? Yang benar saja kamu. Aku aja udah sampai setengah jam yang lalu. Lah kamu ... masih di rumah. Apa kamu mau diomelin sama si dokter es balok lagi karena datang terlambat?"

"Cepat berangkat! Atau hari ini kamu akan dipanggil dan di marah dokter pimpinan juga, bukan hanya dokter es balok yang kamu layani itu." Dwi berucap lagi dengan nada menakut-nakuti Icha.

"Iya-iya. Aku berangkat sekarang, mak bawel. Udah, jangan bawel lagi. Aku sedang menunggu taksi online yang aku pesan datang. Jadi, jangan bawel dan katakan pada dokter jika aku datang terlambat karena kendaraan yang aku punya mogok. Kamu mengerti kan cara menyelamatkan sahabatmu yang sedang kesulitan ini?"

"Cih ... kesulitan. Kamu bilang sedang kesulitan? Kamu yang bangun kesiangan, aku yang harus hadapi rintangan. Dasar teman yang ada akhlak kamu ya."

"Udah mak bawel. Lakukan aja apa yang aku katakan. Aku tutup dulu, karena aku mau pesan taksi online sekarang."

"Hah! Apa kau bilang? Kamu baru mau pesan!" Dwi benar-benar berteriak akibat kaget dengan apa yang baru sahabatnya katakan.

Bagaimana tidak? Dia sudah datang setengah jam yang lalu. Sedangkan temannya masih berada di rumah sekarang. Masih belum memesan kendaraan sama sekali.

"Udah deh, Mak bawel. Jangan berisik lagi. Aku akan sampai ke rumah sakit secepat mungkin. Aku pastikan, kalau aku tidak akan terlambat terlalu lama."

"Heh ... sesuka hatimu sajalah ya. Aku pusing mikirin nya," ucap Dwi pada akhirnya.

Obrolan mereka terputus dengan Icha yang memutuskan panggilan. Lalu kemudian, Icha langsung memesan taksi online sambil berdiri di depan gang rumahnya.

Namun, baru juga dia mau mencari taksi online yang kosong. Sebuah mobik berhenti tepat di depannya. Mobil mewah berwarna hitam itu terparkir dengan cepat saat melihat Icha yang sedang memasang wajah resah dengan mata yang tertuju fokus pada ponsel.

Terpopuler

Comments

Juan Sastra

Juan Sastra

ada flashback ggak kenapa mereka sampai harus menikah

2023-04-09

0

MochoLatTe

MochoLatTe

akhirnya. di tunggu lho ka
jgn ampek salah up kya bian putri iya ka

2022-09-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!