CEO Amnesia Adalah Takdirku
Hafsah adalah seorang pengacara baru di perusahaan Advokat Salman. Dia bekerja padanya dan saat ini sedang menangani sebuah kasus tentang pria asing bernama Tuan Amnesia, orang memanggilnya seperti itu karena saat ditemukan dia tidak ingat siapa namanya.
Polisi menemukanya menabrak seorang pengandara motor di pinggir kota dekat pelabuhan.
Dompet dan semua identitas pria tersebut hilang saat kecelakaan terjadi. Polisi hanya menemukan sebuah kalung dengan leontin berbentuk dua bukit. Polisi lalu menyimpan semua bukti itu dan berharap ada keluarganya yang datang.
Satu tahun berlalu, tapi tidak ada satupun keluarganya yang mencari pria tersebut.
Pria itupun dimasukkan kedalam penjara karena kesalahannya yang menyebabkan kecelakaan. Dan dihukum lima tahun penjara.
Hafsah datang mengunjungi nya didalam penjara dan berbicara padanya, jika dia akan mencari tahu identitas aslinya lalu mengeluarkannya dari penjara.
"Aku berjanji padamu, aku pasti akan mendapatkan identitas mu yang sesungguhnya,"
"Percuma saja. Sudah satu tahun aku ada disini. Dan untuk apa kau peduli padaku? Kita tidak entah bertemu dan saling mengenal," kata Pria Amnesia itu.
"Aku sering datang kemari. Dan kau sangat menarik perhatianku. Lalu aku bertanya pada seseorang kenalanku tentang kasusmu, dan sepertinya aku bisa membantumu," kata Hafsah yang teman dekatnya adalah seorang polisi yang bertugas disana.
"Lebih baik kau menyerah saja. Kau hanya akan membuang waktumu dengan kasus ini," kata Pria amnesia tersebut.
"Baru kali ini aku bertemu orang yang tidak ingin terbebas dari penjara," kata Hafsah meliriknya sebentar.
"Terserah kau saja," akhirnya Pria Amnesia itu menyerah pada tekad Hafsah yang berniat mengembalikan identitas aslinya.
Ini adalah pertemuan pertama mereka. Ke esokan harinya Hafsah datang lagi dengan membawakan sebuah pizza yang beberapa bulan terakhir ini lagi booming.
Pizza ini berasal dari negara Sweden. Dan ternyata karena cita rasanya yang enak, maka disukai oleh masyarakat.
Perusahaan itupun membuat banyak sekali cabang baru di setiap kota. Dan hampir selalu terlihat antrian pembeli di setiap cabangnya.
Hari ini, Hafsah ingin agar Pria Amnesia itu merasakan pizza yang lezat dan menjadi bersemangat untuk terbebas dari penjara.
"Apa yang kau bawa?" Tanya Pria Amnesia saat Hafsah duduk di dekatnya.
Pria ini kebetulan menempati ruang sendirian disebuah kamar yang berukuran tidak terlalu besar.
Hafsah lalu membuka kardus dan bau harumnya membuat Pria Amnesia biru mendekat.
Dia lalu mengambil satu potong pizza dan memakannya.
"Hemmm, lezat sekali, aku sepertinya tidak asing dengan rasa ini. Tapi, dimana aku memakannya, aku lupa," kata Pria Amnesia itu saat pizza ditanganya telah berpindah ke perutnya.
Hafsah membelalakkan matanya dan berharap ini adalah awal yang bagus untuk kasusnya.
"Kau pernah makan? Kau ingat dimana kau memakannya?"
Saat Hafsah bersemangat, pria Amnesia itu menggelengkan kepalanya.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Tidak papa. Pelan-pelan saja. Aku senang, kau suka pizza yang aku bawa ini. Lain kali aku akan membawakan ya lagi untukmu," kata Hafsah.
"Boleh aku habiskan?" Tanya pria itu saat tersisa satu potong pizza.
"Tentu saja," Hafsah mengangguk sambil tersenyum senang.
Baginya keceriaan Pria Amnesia ini sedikit banyak membuat peluang baginya untuk menuntaskan kasusnya.
Hafsah menjadi lebih bersemangat saat kembali ke rumah.
Sampai dirumah, Raden adalah nama ayahnya, dan ibunya bernama Santi, mereka sedang menjemur beberapa domba milik mereka setelah dimandikan.
Domba itu memakan rumput yang tumbuh liar disekitar rumah Hafsah. Ayah dan ibunya adalah seorang petani. Dan mereka sehari-hari hidup dari hasil pertanian dan dari beternak ayam serta domba.
"Hafsah, kau terlihat ceria sekali, bagaimana dengan kasus pertamamu? Apakah kau menemukan kesulitan?" Tanya Shanti menyambut putri semata wayangnya yang sudah menjadi seorang sarjana dan sekarang bekerja di kantor Advokat Salman.
"Pria Amnesia itu mulai mau diajak berbicara, tadinya dia hanya menggeleng dan mengangguk saja saat Hafsah datang dan berniat mengembalikan identitas nya," kata Hafsah mengingat setiap pertemuan demi pertemuan dengan pria Amnesia itu.
"Kau harus bekerja lebih keras lagi nak," teriak ayahnya sambil memasukkan semua domba ke kandangnya.
"Tentu yah," teriak Hafsah karena ayahnya berada agak jauh dari mereka.
"Sebentar lagi, ibu akan kekota," kata ibunya.
"Untuk apa Bu?" Tanya Hafsah sambil menaruh tasnya disampingnya.
"Ibu mau mencari penjual lain untuk membeli domba-domba kita. Mereka sudah besar, dan kami ingin mendapatkan penawaran dari beberapa pembeli. Jika hanya mengandalkan pak Hari, maka harganya terlalu murah," kata ibunya.
"Tapi Bu, Bagaimana jika pak Hari nanti marah? Karena kita kan biasanya menjual padanya?" Kata Hafsah.
"Tentu kita bebas menjual pada siapa saja. Kecuali pak Hari jangan membeli terlalu murah," kata ibunya.
"Benar kata ibumu, jika pak Hari membeli terlalu murah, dan kita hanya untuk sedikit, bagaimana kita bisa membayar sewa rumah dan lahan ini padanya," kata ayahnya setelah selesai memasukkan semua domba ke kandang.
Hafsah mengangguk lalu mereka semua masuk kedalam rumah.
Pemandangan dari dalam rumah tampak sangat indah. Dari jauh terlihat dua bukit yang berjejer. Dia bawahnya hamparan rumput hijau begitu luas dan menyejukkan mata.
Hanya saja, mereka tidak punya tetangga, karena tinggal di lahan pertanian yang sekelilingnya adalah hamparan tanah luas dan ada rumah lagi sekitar jarak satu kilo meter.
"Pa, keputusan kita untuk transmigrasi kesini apa sudah benar?" Kata istrinya disela-sela makan malam.
"Dikampung juga hidup begitu sulit Bu, bapak di PHK. Pabrik tempat kita bekerja juga sudah gulung tikar, mau kerja apa lagi?" Kata pak Raden.
"Ya sudah pak, semoga hidup kita berubah dengan keputusan yang sudah kita ambil ini," kata Shanti ibunya Hafsah.
"Untung saja anak kita sudah selesai wisuda, dan sekarang kita tinggal mengumpulkan uang untuk mencari rumah, untuk kita hari tua bu," kata pak Raden pada istrinya.
"Betul pak, kita tidak mungkin mengontrak lahan ini terus, kita harus punya rumah sendiri dan punya lahan untuk hari tua kita nanti,"
"Bapak, ibu, doakan Hafsah, biar kasus ini berhasil, jika berhasil nanti, maka Hafsah bisa menjadi pegawai tetap, dan dapat penghasilan, kalian tidak bekerja terlalu berat lagi," ujar Hafsah yang merasa iba melihat kedua orang tuanya bekerja sangat keras beberapa tahun ini demi biaya kuliah Hafsah.
"Tentu nak, kami selalu berdoa untuk kebahagiaan dan keberhasilan mu. Agar nasibmu lebih baik dari ayah dan ibu,"
"Amin...."
Mereka lalu pergi ke kamar setelah makan malam. Sedangkan Hafsah keluar halaman dan melihat bintang dilangit diantara bukit itu.
Tidak lama kemudian, Hafsah masuk dan duduk didepan komputernya.
Lama memandangi monitor membuat matanya lelah, maka dia lalu menutup laptopnya dan matanya melihat pada sebuah surat kabar yang belum lama dia beli.
Matanya terpaku pada beberapa gambar dan membuatnya teringat pada pria misterius itu.
Hafsah pun tersenyum simpul lalu memasukkan surat kabar itu kedalam tas kerjanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments