Bab 3- Pria misterius

Hafsah menyebarkan gambar Pria Amnesia ke beberapa media sosial miliknya, berharap ada yang akan menghubunginya dan mengenal pria itu.

Hari ini, Hafsah tidak pergi ke penjara tapi sepanjang hari duduk didepan laptopnya dan matanya terus menatap pada layar monitor.

Ibunya, Shanti datang dengan membawakan minuman dan cemilan untuk putrinya.

"Tumben, seharian dirumah saja. Tidak kekantor?" tanya Shanti lalu duduk didekat putrinya.

"Tidak Bu," Hafsah mengambil cemilan dan matanya nampak terus menatap layar monitor itu.

"Apakah itu pria yang sering kau bicarakan?" tanya Shanti saat melihat gambar di monitor Hafsah.

"Eh, ohh, Iya, kasihan, dia kehilangan identitasnya, dan mungkin keluarganya mengira hal buruk pasti sudah menimpanya setelah sekian lama tidak kembali,"

"Kenapa keluarganya tidak ada yang mencarinya?"

"Entahlah Bu, Hafsah juga bingung, karena kasus ini sudah lebih dari satu tahun," kata Hafsah lalu tiba-tiba ada notifikasi masuk yang mengagetkan ya.

Diapun segera membuka pesan itu dan seorang bernama Daniel mengirimkan pesan padanya.

~Dia adalah teman SMA ku, tapi dia pindah sekolah dan kita tidak pernah ada komunikasi lagi setelah itu~

~Aku butuh bantuanmu Tuan, bisakah kau membantuku?~

Ketik Hafsah dan berharap pria bernama Daniel bisa memberikan sebuah informasi penting tentang keluarga Pria Amnesia itu.

Lama tak ada jawaban dan sepertinya Daniel sedang sibuk saat ini. Maka, Hafsah hanya bisa menunggu sampai dia online kembali.

Namun hingga malam hari, Hafsah tidak menerima pesan apapun dari Daniel. Maka keesokan harinya, dia datang ke penjara dan menemui Pria Amnesia.

Saat itu, Pria Amnesia sedang menghafalkan sebuah lagu yang akan dia nyanyikan pada sebuah acara yang digelar di sana.

"Hai," sapa Hafsah dan Pria Amnesia itu hanya mengangguk lalu kembali menatap sebuah kertas didepannya.

Merasa datang diwaktu yang tidak tepat, membuat Hafsah sedikit kesal. Diapun akan pergi setelah merasa di cuekin oleh Pria Amnesia itu.

Hafsah lalu bangkit dari duduknya dan akan berjalan keluar karena dari tadi dia hanya diam dan kliennya nampak sibuk dengan kertas didepannya.

"Hai, kau mau kemana!?" Pria Amnesia biru terkejut saat Hafsah akan pergi dari ruangannya.

"Aku sepertinya datang diwaktu yang tidak tepat. Kau nampak sedang sibuk," kata Hafsah.

"Hai kemarilah, jangan marah, aku sudah selesai, ayo, duduk kembali, dan kita berbicara,"

"Lain kali saja," kata Hafsah tiba-tiba merasa sedang sensitif.

"Hai, jangan pergi sebelum kita berbicara," namun Hafsah sudah meninggalkanya dan Pria itu hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh.

Entah kenapa Hafsah menjadi agak sensitif kali ini. Mungkin karena dia sedang pms dan merasa seolah segalanya terjadi tidak sesuai dengan harapannya.

Sampai dirumah, Hafsah mendapatkan notifikasi kembali dari pria bernama Daniel.

Dia mengirimkan foto Pria Amnesia saat duduk di bangku sekolah menengah atas bersama teman-temannya.

Hafsah pun mengucapkan terimakasih karena sudah mengirimkan foto itu.

Hafsah lalu keluar jalan-jalan di pelataran rumahnya. Tidak sabar rasanya dia menunggu esok hari untuk bertemu dengan kliennya. Namun tiba-tiba sebuah peluru menyasar kearahnya.

"Dor"

Hafsah pun terkapar dan ibunya berlari kearahnya mendengar suara pistol itu.

"Hafsaaaaahhh!" Ibunya berteriak saat melihat baju Hafsah berlumuran darah.

"Paaaaakkk! Tolooooonggg!" Santi berteriak sekencang-kencangnya dan suaminya yang sedang berbicara dengan pak Hari lalu keluar menolong Hafsah.

"Ayo, segera bawa ke rumah sakit!" Pak Raden nampak panik saat menyaksikan peristiwa itu.

Mereka bertiga membawa Hafsah kerumah sakit terdekat. Hafsah dalam kondisi pingsan saat dibawa ke rumah sakit.

Sementara, seseorang dengan sweater hitam dan topi hitam masuk kedalam rumahnya dan nampak melihat ke kanan serta ke kiri.

Karena rumah mereka jauh dari rumah warga lainnya maka tidak ada siapapun yang melihat peristiwa itu.

Seorang pria masuk dan langsung mencari kamar Hafsah. Sampai disana dia membuka tas kerja Hafsah dengan tangan yang di bungkus sarung tangan.

Lalu dia juga membuka setiap laci dan mencari sesuatu.

Dan sepertinya dia tidak mendapatkan apapun, maka dia membuka laptop Hafsah, dia sepertinya sudah berpengalaman dan bisa membuka sandinya, maka dia tersenyum kecut saat melihat sebuah foto lama.

Dia segera menghapus foto yang di kirim Daniel dan menutup laptop itu kembali.

Setelah itu dia keluar dan tidak lama dia kembali lagi.

Dia membuka lemari baju, namun karena tidak menemukan apapun, dia lalu pergi.

Dirumah sakit, Santi sangat sedih saat Hafsah dimasukkan kedalam ruang operasi untuk mendapatkan penanganan langsung dari dokter.

Peluru itu masih bersarang ditubuhnya, maka dokter sedang melakukan operasi untuk mengeluarkannya.

"Pak, kenapa bisa terjadi seperti ini?" Santi nampak panik dan sesudah serta ketakutan.

"Tenang Bu, kita akan mencari tahu nanti setelah putri kita baik-baik saja," jawab pak Raden dan menatap pada pak Hari.

Pak Hari nampak mengangguk dan memberi dukungan pada Pak Raden.

"Saya akan mencari tahu siapa yang sudah melakukan ini," kata Pak Hari lalu berpamitan pulang.

"Terimakasih," kata Pak Raden.

Pak Hari lalu pulang dan melihat-lihat lokasi kejadian. Dia juga melaporkan kejadian itu pada pihak berwajib.

Maka tidak lama kemudian beberapa polisi datang dan memeriksa lokasi kejadian. Polisi juga melihat kondisi rumah yang berantakan, terutama dikamar Hafsah.

Maka polisi segera memasang garis kuning disekitar lokasi kejadian dan menemukan jejak kaki.

Namun tidak ada sidik jari yang ditemukan karena kemungkinan penjahat itu memakai sarung tangan.

Pak Hari lalu pulang kerumahnya.

Saat dia pulang, anak laki-laki nya sedang duduk dimeja makan dengan baju hitam dan makan dengan sangat lahap.

"Hafsah, anaknya pak Raden ditembak oleh seseorang. Dan sekarang ada dirumah sakit, sebaiknya kau kesana untuk melihatnya besok," kata Pak Hari pada putranya bernama Roy.

"Ya," jawab Roy singkat.

"Belum pernah sebelumnya terjadi hal seperti ini di peternakan. Bapak heran, kenapa orang itu juga masuk ke kamar Hafsah. Apa yang dia cari?"

"Sudahlah pak, lebih baik bapak jangan ikut campur, bahaya," kata Roy sambil terus makan.

"Oh ya pak, aku butuh uang pak, ngga banyak, cuma dua juta," kata Roy pada bapaknya.

"Untuk apa lagi? Kemarin kau baru minta satu juta? Sekarang minta lagi dua juta? Apakah bapakmu ini mesin pencetak uang?"

"Sudahlah pak, jangan terus mengeluh setiap kali aku minta uang. Bengkel ku sedang sepi, jadi aku butuh uang untuk beli beberapa barang," kata Roy yang membuka usaha perbengkelan di perbatasan kota dan desa.

"Jika tidak menghasilkan, lebih baik ditutup saja. Dan jadi peternak seperti bapak," kata Bapaknya kesal menatap wajah putra satu-satunya.

"Jika hanya akan jadi peternak, kenapa Roy harus sekolah tinggi pak,"

"Ah, kau ini banyak bicara. Ini uangnya," bapaknya lalu memberikan sejumlah uang pada Roy.

Mereka hanya hidup berdua saja sejak ibunya meninggal. Dan memang sejak kecil, pak Hari sangat memanjakan Roy. Segala keinginannya selalu dipenuhi, dan tanpa sadar, hal itu terbawa hingga dia dewasa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!