Hafsah mengunjungi Pria Amnesia lagi dan membawakan beberapa majalah tentang kabar luar negeri.
"Untuk apa kau memberikan ini padaku?" tanya Pria Amnesia menatap Hafsah.
"Lihatlah, mungkin bisa sedikit membantu,"
"Kau masih akan meneruskan kasus ini?"
"Tentu saja, sampai kau mengingat identitasmu," kata Hafsah tersenyum.
Pria Amnesia lalu membuka majalah yang dibawa Hafsah. Dan saat melihat sebuah gambar perusahaan Pizza, tiba-tiba membuat kepalanya pusing.
Pria itu segera menutup majalah itu dan menyerahkan nya pada Hafsah.
"Kepalaku pusing,"
"Melihat gambar ini membuat kepalamu pusing? Aneh sekali," ucap Hafsah dan membuka majalah yang terakhir dilihat oleh Pria Amnesia itu.
"Sweden," ucap Hafsah.
"Ini adalah negara kecil namun penduduknya begitu makmur. Dan pizza yang aku bawa kemarin berasal dari negara ini," terang Hafsah.
"Sweden," Pria Amnesia itu mengulang apa yang diucapkan Hafsah.
"Ya, pizza yang aku bawa dari negara itu,"
"Aku seperti teringat sesuatu, tapi, semuanya hanya sepotong-sepoting dan, semuanya hitam abu-abu," jelas Pria Amnesia itu.
"Benarkah? Bisakah kau berusaha lebih keras lagi?" kata Hafsah menatap Pria Misterius itu dari jarak dekat.
Nampak pria misterius itu berusaha menyatukan beberapa potongan bayangan hitam dalam ingatannya. Namun hal itu justru membuatnya pingsan.
Hafsah segera memanggil penjaga penjara dan meminta bantuan.
"Pak, klien saya pingsan, bisa bantu saya ke ruang kesehatan?" kata Hafsah dan beberapa penjaga lalu membawanya ke ruang kesehatan.
Disana seorang kepala polisi berbicara pada Hafsah jika apa yang dia lakukan bisa membahayakan jiwa kliennya, dan meminta pada Hafsah untuk tidak memaksanya dengan keras.
"Sebaiknya anda harus hati-hati menangani kasus ini. Jika membahayakan nyawanya, maka kami tidak bisa mengijinkan anda mengurus kasusnya," polisi itu berbicara lalu pergi.
Hafsah menatap pria misterius itu dengan sedih. Dia merasa bersalah karena hampir saja membahayakan jiwanya.
Hafsah lalu pergi meninggalkan penjara dan pulang kerumahnya dengan langkah gontai.
Ibunya sedang memberi makan ternak saat Hafsah memasuki pelataran rumahnya. Dengan lesu Hafsah menaruh tas kerjanya lalu duduk melihat ke langit. Kemudian tertunduk sedih.
Ibunya yang memperhatikan sejak tadi lalu mendekatinya dan duduk disebelahnya.
"Ada apa? Kau terlihat bersedih?" Ibunya menatap Hafsah dengan penuh kasih sayang.
"Hafsah hampir saja membuat pria misterius itu berada dalam bahaya," terang putrinya.
"Memang apa yang terjadi?"
"Hafsah membawa surat kabar dan memperlihatkan padanya, tiba-tiba dia pingsan saat melihat sebuah Negara penghasil pizza terbesar."
Hafsah memberikan surat kabar itu pada ibunya dan terlihat ibunya membuka isinya.
"Ehm, tidak ada yang aneh dengan semua gambar ini, atau jangan-jangan, dia berasal dari salah satu negara yang dia lihat," kata Santi yang membuat Hafsah menatap ibunya dengan lama.
Hafsah lalu tersenyum dan memeluk ibunya, mencium pipi kanan dan kiri ibunya.
"Oh ya, kenapa Hafsah tidak berfikir sejauh itu, tadi, Hafsah terlalu panik dan hanya memikirkan kesehatannya saja," kata Hafsah lalu mengambil majalah itu dan memasukkanya kedalam tas kerjanya.
"Ya, sudah Bu, Hafsah mau masuk kedalam," kata Hafsah berlari kecil sambil tersenyum ceria seakan pikiranya sedang terbuka untuk sebuah ide baru.
Didalam kamar, Hafsah lalu mempelajari majalah itu dan mencatat beberapa negara yang kemungkinan merupakan asal usul dari pria Amnesia itu.
Sementara didalam penjara, Pria Amnesia mencari sosok Hafsah dengan matanya dan berusaha mengangkat kepalanya yang berat.
"Siapa yang kau cari?" tanya seorang polwan sambil memberikan makanan padanya serta obat yang harus dia minum.
"Gadis itu," kata Pria misterius masih menatap pintu berharap Hafsah masih ada disana.
"Dia sudah pulang, waktu berkunjung sudah habis," kata Polwan itu.
"Apa yang terjadi? Kenapa aku ada disini?" tanya Pria Amnesia yang tidak ingat apa yang terjadi dengan dirinya.
"Kau pingsan, dan mungkin karena tekanan dari gadis itu, ini adalah kasus pertamanya sebagai seorang pengacara. Tentu dia sedang berusaha untuk bisa berhasil dalam tugasnya," kata Polwan dan akan meninggalkan pria Amnesia itu untuk beristirahat.
"Tunggu!" teriak pria Amnesia saat polwan akan keluar dan menutup pintu ruangannya.
"Apa lagi?"
"Apakah dia akan datang lagi?" Pria Amnesia menatap lurus pada manik mata polwan itu.
"Ya, selama dia masih yakin dengan kasusmu. Jika tidak, maka ini mungkin hati terakhirnya dia datang kemari," kata Polwan itu lalu pergi.
Pria Amnesia nampak mendesah berat. Jika ini adalah hari terakhir Hafsah datang, maka dia ingin mengucapkan terimakasih padanya, setidaknya dia sudah berusaha meskipun akhirnya menyerah, itu yang di pikirkan dalam benaknya.
Keesokan harinya....
Hafsah sudah sampai dipenjara dengan ide baru. Dia masuk kedalam ruangan dimana Pria Amnesia suka mengajari beberapa anak untuk main piano.
Hafsah juga baru tahu jika didalam penjara, dia sering mengajar piano pada anak-anak disana.
Hafsah mencari dia diruangan biasanya dan dia tidak ada disana. Rupanya dia sedang ada di aula dan mengajar piano disana.
Melihat Hafsah berdiri dipintu, pria Amnesia berhenti dan tersenyum ke arah Hafsah.
Hafsah pun berjalan mendekat dan berbisik ke telinganya.
"Bisakah aku mengambil gambarmu saat bermain piano," kata Hafsah yang sudah menyiapkan kamera untuk mengambil gambarnya.
"Tenang saja. Aku sudah minta ijin pada pihak terkait, aku tidak akan menggunakan untuk hal yang negatif," kata Hafsah.
Pria itu mengangguk dan bermain piano lagi dengan gerakan jari yang menari indah di atas tuts piano.
Setelah selesai mengambil gambar, Hafsah berdiri mengunggu hingga kegiatan itu selesai. Mereka lalu berjalan kembali ke ruangan Pria Amnesia.
"Aku tidak menyangka kau pandai bermain piano"
"Mungkin aku harus bersyukur, setidaknya aku ingat bagaimana cara memainkannya," sahut pria Amnesia itu.
Hafsah tersenyum manis dan masih terbayang bagaimana kerennya saat pria Amnesia itu memainkannya.
"Aku berulang kali mencobanya, tapi aku lekas bosan, dan memang mungkin itu bukan keahlianku, ibuku yang menginginkannya," kata Hafsah saat mereka mulai terlihat akrab.
"Rupanya kau tidak menyerah dengan kasus ku, aku pikir kau tidak akan datang lagi," Pria Amnesia itu entah kenapa dia merasa senang saat Hafsah datang mengunjunginya.
Mereka lalu duduk dan makan pizza yang dibawa Hafsah.
"Ini rasa jamur, paling diminati saat ini," kata Hafsah dan memberikanya pada Pria Amnesia itu.
"Sangat lezat, aku sungguh beruntung, bertemu gadis yang tertarik dengan kasus ku dan datang membawa pizza selezat ini," kata Pria Amnesia sambil memasukkan potongan pizza kedalam mulutnya.
"Apakah kau sudah punya pacar? Pasti banyak yang menyukaimu, kau sangat baik," kata Pria Amnesia memuji Hafsah.
Pipi Hafsah nampak memerah karena malu.
"Ehm, tidak, aku belum pernah dekat dengan siapapun," kata Hafsah yang memang sudah dipesan benar-benar oleh kedua orang tuanya untuk tidak dekat dengan pria manapun.
"Maka kau harus hati-hati dekat denganku, kau bisa jatuh cinta padaku," bisa Pria Amnesia sambil menghabiskan pizzanya.
Hafsah pun tertegun dan saat dia menyadarinya, entah kenapa saat bertatapan kali ini, dadanya sedikit berdebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments