Bab 12 - Lamaran untuk Hafsah

Hafsah kaget saat Rio dan pak Hari datang kerumahnya dan melamarnya tanpa membicarakan hal ini padanya sebelumnya.

Sedangkan Rio terus dipaksa oleh pak Hari untuk menikah dengan Hafsah sebelum Hafsah dilamar orang lain.

Rio pun tidak bisa menolak keinginan ayahnya kendati dia juga tidak ada perasaan apapun dengan Hafsah. Begitu juga Hafsah, dia tidak punya rasa apapun dengan Rio. Dan hanya menganggap Rio sebagai teman biasa.

"Pak Raden, saya akan membuat pesta yang mewah untuk pernikahan mereka," kata pak Hari pada kedua orang tua Hafsah.

"Pak Raden tidak usah khawatir tentang semua biaya pestanya. Kami yang akan menanggung semua biayanya," kata Pak Hari.

Sementara Hafsah sedang berjalan-jalan bersama Rio dan tidak ikut dalam pembicaraan orang tua.

"Kenapa kau melamarku?" tanya Hafsah menatap tajam wajah Rio.

"Ayahku sangat ingin agar kau jadi menantunya. aku terus menolaknya, tapi dia terus memaksa dan mengancamku. Aku tidak bisa menolak keinginannya, karena kau tahu kan ayahku sangat keras," kata Rio manatap Hafsah.

"Tapi aku belum ingin menikah, dan....aku tidak berani menolak ayahmu," kata Hafsah.

Tiba-tiba, Ibu Santi memanggil mereka berdua dan menyuruh mereka berdua masuk kedalam.

"Hafsah, Rio, masuklah, ada yang harus kami bicarakan dengan kalian," kata Bu Santi dan membuat Hafsah dan Rio saling berpandangan.

Hafsah dan Rio lalu masuk kedalam dan bergabung dengan keluarganya.

"Duduk sini nak, kamu juga Rio," kata Pak Raden.

"Kalian akan menikah dua bulan lagi. Dan kami sudah mendapatkan hari yang baik untuk acara pernikahan kalian," kata Pak Raden menatap pada pak Hari sambil tersenyum.

"Benar, kami sudah menentukan hari pernikahan kalian, dua bulan lagi," kata Pak Hari dan membuat Hafsah serta Rio terkejut.

Mereka saling berpandangan dan akan berbicara tapi kemudian, Bu Santi menyela.

"Kalian setuju kan kalau acaranya dua bulan lagi?"

"Tapi Bu," kata Hafsah dan Rio menggelengkan kepalanya memberi isyarat untuk tidak mengatakan apapun.

Hafsah pun menjadi bingung harus bagaimana.

Saat pak Hari dan Rio berpamitan, Hafsah lalu mengirim pesan pada Rio, dia ingin bertemu dengannya besok, dan membicarakan tentang semua ini.

Rio segera membalas pesan Hafsah dan setuju untuk bertemu berdua dan berbicara secara pribadi.

Didalam mobil, Pak Hari menepok bahu Rio. Membuat Rio menoleh dan terkejut.

"Sebentar lagi kau akan menikah dengan putri pak Raden. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan daripada semua ini,"Pak Hari tersenyum dengan puas dan menganggukkan kepalanya.

"Pak, apa tidak terlalu buru-buru kalau menikah dua bulan lagi. Aku dan Hafsah dekat juga baru beberapa Minggu. Kami belum saling mengenal lebih dalam satu sama lain," kata Rio pada ayahnya.

"Sudahlah Rio. Jangan banyak alasan. Kali ini kau harus menurut dan tidak ada alasan apapun," kata Pak Hari membuat Rio menggerutu.

"Bagaimana jika Hafsah juga menolaknya pak,"

"Apa? Menolak bagaimana, tadi bapak lihat Hafsah juga tidak keberatan kok, kamu saja yang banyak alasan. Maunya main kesana kemari, dan mau sampai kapan? Kamu pikir melajang itu enak? Ahh, kamu belum pernah menikah jadi belum tahu, nikmatnya pernikahan," kata Pak Hari.

"Menikah itu harus ada cinta pak. Sedangkan aku dan Hafsah itu hanya teman biasa, dan...." Hampir saja Rio keceplosan kalau waktu itu dia pernah hampir mencelakai Hafsah karena cemas dan takut.

"Dan apa? Kau hanya beralasan saja. Menikah dulu, baru jatuh cinta," kata Pak Hari tetap pada pendiriannya.

"Pak, tapi...."

"Sudahlah, bapak ngga mau dengar tapi-tapian lagi,"

Rio langsung masuk kedalam rumah begitu mereka sampai. Dan dia segera membuka lemarinya. Dan melihat jika koper berisi uang itu masih ada disana beserta identitas Bastian.

"Bagaimana jika Hafsah sampai tahu jika aku yang mencuri identitas nya? Lalu aku juga yang menembaknya? Tapi bapak keras kepala, ingin agar aku menikah dengannya," gerutu Rio sambil meremas kertas diatas meja.

Sementara dirumah Hafsah, kedua orang tua Hafsah juga kaget saat putrinya keberatan dengan pernikahan ini.

"Tapi, kami lihat kalian dekat dan terlihat serasi," kata Pak Raden pada putrinya saat tahu jika ternyata Hafsah sebenarnya tidak menerima lamaran Rio.

"Kami hanya teman biasa saja. Kebetulan Rio sering datang karena kasihan pada Hafsah pergi ke kota sendirian. Dan Hafsah membutuhkan Rio untuk kasus Hafsah. Dan tidak lebih dari itu. Tidak ada hubungan spesial diantara kami. Hafsah juga tidak mencintainya. Bagaimana mungkin menikah dengan orang yang tidak kita cintai," kata Hafsah menatap ibunya.

Hampir saja gelas ditangan ibunya terlepas dari genggamanya mendengar pengakuan putrinya.

"Didalam pernikahan harus ada cinta," kata Bu Santi.

"Dengan adanya cinta, maka pernikahan menjadi lebih kuat dan tidak mudah kandas," lanjut Bu Santi.

"Tapi, bagaimana kita akan menolak Pak Hari. Jika kita menolaknya, maka beliau pasti marah besar dan mungkin kita tidak bisa tinggal disini lagi," kata Pak Raden pada Istrinya.

"Tapi pak, kebahagiaan putri kita adalah segalanya bagi kita. Jika dia tidak bahagia dalam pernikahanya, maka hidupnya akan terasa hampa," kata Bu Santi.

"Bapak tahu Bu, tapi bagaimana cara kita menolak lamaran pak Hari. Dia sudah banyak membantu kita. Dan kita juga tinggal dilahannya. Dan dia bahkan akan menanggung semua biaya pernikahan putri kita, bapak bingung...." kata Pak Raden menatap putrinya yang tertunduk sejak tadi.

Hafsah juga saat ini sedang berfikir keras. Pernikahan nya sangat berkaitan erat dengan kelangsungan kehidupan mereka.

Hafsah juga sadar, jika mereka tidak punya tempat tinggal. Dan jika sampai pak Hari murka, maka mereka terpaksa harus pergi meninggalkan tempat tinggal yang sekarang mereka tempati.

"Hafsah tahu konsekuensinya. Jika Pernikahan ini batal, maka kita tidak bisa tinggal disini lagi Bu," kata Hafsah menatap kedua orang tuanya.

"Tapi jika kau tidak bahagia, maka ibu juga sedih Hafsah," kata Ibunya.

"Ya sudah, bapak akan mencari jalan keluarnya. Jika pernikahan kalian batal, maka bapak harus sudah punya tempat tinggal baru untuk kita tinggal," kata Pak Raden.

Bu Santi lalu memeluk Hafsah dan membelai rambut putrinya dengan lembut.

"Kebahagiaan mu adalah segalanya bagi ibu. Kamu tenanglah," kata Bu Santi dan dijawab anggukan kepala oleh Hafsah.

Hafsah lalu menaruh kepalanya dipangkuan ibunya.

Sementara Pak Raden diluar, sedang berpikir keras agar bisa keluar dari masalah ini. Bagaimana pun Hafsah adalah putri satu-satunya. Dan demi uang yang dijanjikan Pak Hari atau lahan yang luas, dia tetap tidak mau menggadaikan kebahagiaan putrinya dengan semua itu.

Besok pak Raden akan keluar ke tempat lain dan mencari lahan kosong yang baru. Sebelum membicarakan keberatan putrinya maka pak Raden harus sudah punya batu loncatan untuk tempat tinggal yang baru.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!