"Nama saya Anka om, bukan Claudia." Anka mengulurkan tangan pada Harvin. Seperti pada umumnya, saat berkenalan pasti akan berjabat tangan.
Harvin masih terpana pada Anka. Dia tidak membalas uluran tangan Anka yang cukup lama menggantung di udara. Anka menurunkan kembali tangannya yang tidak mendapat sambutan dari pria tampan nan dingin itu.
Damar segera menghampiri tempat kejadian. Dia khawatir akan terjadi keributan. Maklum saja, sifat sahabatnya ini tidak ada manis-manisnya. Untung saja, dia sudah menganggap Anka sebagai adik sendiri. Tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya akan menyukai gadis itu sebagai lawan jenis.
"Maaf ya om!" Seru Damar yang sudah berada di antara Anka dan Harvin. "Elu ngga apa-apa, Anka?" Damar menoleh ke samping melihat keadaan Anka yang sangat baik-baik saja. Damar justru khawatir mengenai hal itu. Dia khawatir jika Harvin akan murka yang berakhir keributan di cafe.
Tatapan Damar beralih pada Harvin. Jas dan celana pria itu penuh noda minuman. Meskipun hanya susu dan air putih, jejak itu terlihat jelas di sana. Apalagi jas yang dikenakan Harvin berwarna gelap. "Gawat! Pakaiannya kotor semua." Damar hanya bisa bergumam.
Noah mengurungkan diri untuk membantu setelah melihat reaksi tuannya. Wajah wanita pelayan cafe itu sangat mirip dengan kekasih tuannya. Akan tetapi, Noah bisa melihat ada perbedaan di sana. Wajar jika tuannya terpana menatap wajah gadis pelayan cafe itu.
"Om, om ngga apa-apa om?" Anka melambaikan tangan di depan wajah Harvin.
Harvin segera mengontrol diri. Dia berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Dia menatap Noah memberinya kode untuk segera meninggalkan cafe.
Noah segera beranjak dari kursi. Dia berjalan menuju kasir dan menyelesaikan pembayaran. Noah meminta makanan yang mereka pesan untuk dibungkus dan memesan minuman baru.
Sedangkan Harvin langsung pergi meninggalkan cafe. Pria itu berjalan dengan tegap kembali ke mobil.
"Sombong amat." Anka menatap kepergian Harvin dengan kesal. "Kasihan tangan gue tadi dianggurin." Anka berbicara dengan nada yang dibuat sedih. Dia menatap tangan kanannya yang kemudian mendapat tepukan dari Damar.
"Lebay amat." Damar berkata setelah menepuk telapak tangan Anka. "Cepet beresin!" Sebelum meninggalkan Anka, Damar memintanya untuk membersihkan sisa-sisa kekacauan yang telah dibuatnya tadi.
Noah tersenyum saat melewati Anka yang sedang membersihkan lantai dan meja. Dia segera menuju ke mobil. Belum sempat bokong Noah mendarat di kursi kemudi, Harvin langsung berkata "Cari informasi tentang wanita itu!"
"Baik tuan." Jawab Noah sambil merendahkan bokongnya agar bisa langsung duduk.
"Jangan senyum-senyum dengan dia!"
* * *
Tiga bulan kemudian.
"Eh, Anka! Tuh om-om jadi rajin ke sini deh!" Damar berbisik pada Anka sambil menunjuk ke arah Harvin dan Noah dengan dagunya.
Anka yang dari tadi sibuk mengelap piring yang basah dengan kain kering langsung menatap ke arah Harvin dan Noah duduk.
"Cocok kali sama makanannya." Anka kembali fokus dengan pekerjaannya.
"Emangnya ngga bosan makan di sini terus. Gue aja bosan."
"Gue bilangin om Candra nih! Biar jatah makan elu ditiadakan." Anka sengaja menakuti Damar. Meskipun pemilik cafe adalah omnya Damar, sahabat baiknya itu sangat segan pada omnya sendiri.
"Perempuan emang kerjaannya suka nakutin." Damar kesal selalu ditakuti seperti itu. "Gue rasa nih. Dia suka sama elu." Damar melanjutkan ucapannya.
Kain lap kering berhasil mendarat di wajah Damar. "Ish, apaan sih!" Damar mengambil kain lap dan membalas dengan melempar ke arah Anka. Akhirnya, terjadilah perang lap kering antara mereka. Tanpa mereka sadari, Candra si pemilik cafe berdiri di belakang mereka.
Candra sudah berdehem berkali-kali. Akan tetapi, Anka dan Candra tidak menggubrisnya. Dengan terpaksa Candra memisahkan mereka dengan menarik masing-masing lengan mereka.
"Apaan sih!" Anka dan Damar berteriak bersamaan sambil menoleh ke samping. Mereka terkejut saat melihat orang yang memisahkan mereka.
"Eh, pak ... om ..." Anka dan Damar berkata bersamaan.
"Udah puas berantemnya?" Candra bertanya pada mereka.
Kedua tersangka hanya diam menunduk. Mereka harus menyiapkan telinga untuk mendengar ceramah dari bos mereka. Namun, hal itu tidak terjadi. Candra melepaskan mereka begitu saja.
"Anka, ikut saya!" Candra berkata sambil berjalan.
Anka menatap Damar meminta clue akan dibawa ke mana oleh bosnya. Candra hanya menaikkan bahu dan berkata tanpa suara, "Gue ngga tahu."
Anka pikir mereka akan pergi keluar cafe. Ternyata, big bos membawanya ke sebuah meja.
"Udah lama?" Candra bertanya pada Noah.
"Barusan. Apa kabar, bro?" Noah berdiri dari duduknya dan menyalami Candra. Mereka berpelukan sebentar melepas kerinduan.
"Gue baik." Jawab Candra saat melepas pelukan mereka.
"Oh iya. Anka, ini teman om. Mulai sekarang kamu yang layani mereka setiap kali mereka berkunjung!" Perintah dari Candra membuat Anka bingung. Mengapa harus dia yang melayani om-om sombong itu.
"Harvin." Harvin berdiri dan langsung mengulurkan tangan kepada Anka. Anka sempat bingung. Dia terdiam sebentar sampai Candra menginjak pelan kakinya untuk membalas uluran tangan Harvin.
"Aduh!" Anka meringis saat kakinya diinjak oleh Candra meski pelan. Saat Anka melirik bosnya, dia mendapat kode untuk segera membalas uluran tangan Harvin. "Anka, om."
Candra tertawa mendengar Anka yang menyebut Harvin sebagai om. Sedangkan Noah tidak berani tertawa. Dia hanya bisa menahan tawa dengan menundukkan kepala agar tidak terlihat.
"Anka, kamu bisa panggil Harvin dengan nama saja. Jangan ada embel-embel om!"
"Lha, bukannya om Harvin temannya om Candra?" Anka melontarkan pertanyaan pada Candra.
"Iya sih."
"Berati Anka bener dong, om. Manggilnya om Harvin." Anka tetap kekeh dengan ucapannya.
"Harvin saja. Saya bukan om kamu. Saya tidak menikah dengan Tante kamu." Akhirnya Harvin bersuara karena tidak tahan dengan status om yang diberikan Anka kepadanya.
* * *
Dua bulan Kemudian.
Sudah dua Minggu terakhir, Harvin tidak pernah muncul di cafe O. Anka mulai merasa ada sesuatu yang hilang. Sebelumnya dia tidak terlalu memperhatikan Harvin. Setelah sering menghabiskan waktu bersama Harvin, Anka merasa kehilangan saat Harvin tidak lagi datang berkunjung.
"Cie yang lagi kangen." Damar yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya langsung menghampiri Anka yang sedang melamun. Damar memperhatikan Anka yang dari tadi melamun menatap meja yang selalu dihuni oleh Harvin dan Noah.
"Ngga lucu." Balas Anka sambil mencibirkan bibir.
"Udah deh. Jujur aja! Elu pasti kangen kan?" Damar tidak mau menyerah. Dia harus mendapat kepastian dari Anka. Karena dia akan mendapat bonus jika rencana mereka berhasil. Harvin sengaja tidak berkunjung ke cafe hanya untuk memastikan perasaan Anka kepadanya.
"Sedikit." Jawab Anka sambil melirik ke arah pintu yang berbunyi saat seorang pengunjung masuk atau keluar dari cafe.
"Banyak kali." Damar semakin memojokkan Anka.
Anka menatap Damar. Seketika suara tangisnya menggema. Damar kalang kabut dibuat Anka. Dia tidak menyangka jika Anka akan bereaksi seperti itu. Damar merasa tidak tega telah mengerjai sahabatnya hanya karena akan mendapat bonus dari Harvin.
"Elu kenapa nangis?"
"Elu bener, Mar. Gue kangen banget sama Harvin. Keknya gue udah jatuh cinta deh sama dia. Padahal selama ini gue udah berusaha ngga mau jatuh cinta sama dia. Udah ganteng, mapan pula. Gue cukup sadar diri kok, Mar. Makanya gue bertingkah cuek sama dia selama ini." Penjelasan Anka membuat Damar terkejut. Ternyata selama ini Anka sudah memendam perasaan pada Harvin.
Anka terkejut saat mendapati tubuhnya ditarik ke belakang oleh seseorang. Pria itu memeluk erat tubuh Anka. Awalnya dia ingin berteriak. Namun, setelah melihat siapa yang menariknya, tangisan Anka semakin menjadi.
"Kau sangat jelek saat menangis. Aku merindukanmu." Harvin berkata sambil memeluk Anka.
Setelah kejadian itu, Anka dan Harvin menjalin hubungan sebagai kekasih. Hari-hari yang dilalui Anka lebih indah dari sebelumnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments