Dari sekedar siram menyiram dengan air, kini Biru sudah berendam di sungai yang jernih itu. Sementara Lila hanya duduk di bebatuan melihat Biru yang begitu asik mandi di sungai. Pria itu seperti baru mendapatkan wahana bermain baru. Mandi di sungai sangat menyenangkan baginya.
“Biru, ayo pulang! Sudah siang. Lagipula bajuku sudah basah sekali. Nanti masuk angin,” panggil Lila agar Biru menyudahi berenangnya.
“Sebentar lagi. Aku masih betah disini,” tolak Biru.
Lila menggelengkan kepalanya. Ia berdiri dari duduknya lalu pergi ke gerobak yang sudah penuh dengan jerigen-jerigen berisi air. Biru tau Lila akan pergi mendorong gerobak itu. Ia pun segera keluar dari sungai dalam keadaan basah lalu segera menggantikan Lila mendorong gerobaknya.
“Katanya masih betah disana," ucap Lila.
“Tidak asik mandi sendiri. Kau sih cepat sekali pulangnya.”
“Ini sudah siang. Aku belum menyiapkan makan siang kita.” Biru tampak mengangguk sebagai response.
Kemudian Biru melakukan hal tak terduga. Ia berhenti mendadak lalu menggendong Lila dan mendudukkan Lila di atas gerobak bersama jerigen-jerigen.
“Bi, apa yang kau lakukan?” tanya Lila kaget diperlakukan seperti itu.
“Kau panggil aku apa? Bi? Hubby maksudmu?” tanya Biru memastikan.
“Bi-ru,” jawab Lila dengan penuh penekanan.
“Ohhh, kirain hubby,” ujar Biru dengan cuek. Ia kembali mendorong gerobak yang sudah ada Lila di atasnya.
Lila menekuk wajahnya sambil melihat ke arah Biru. Pria ini selalu saja pandai mengeles, pikirnya. Sejurus kemudian ia malah memperhatikan Biru dalam-dalam. Pria ini terlihat sangat tampan. Apalagi saat baju basah yang ia kenakan mencetak bentuk tubuhnya. Otot-otot tubuhnya terjaga dengan baik.
Lila teringat kembali saat pertama kali ia menemukan Biru hanyut dengan memakai setelan jasnya. Ia pun membayangkan Biru saat ini dengan gagahnya sedang berjalan mengenakan setelan jasnya itu lagi.
Dia pasti tampan sekali jika memakai pakaian miliknya itu. Tapi sayang, jika dia sudah kembali memakai pakaian itu, berarti dia sudah siap untuk kembali ke kehidupan aslinya. Dan tentu saja dia akan meninggalkanku disini.
Ah, apa yang kau pikirkan Lila? Dia sepertinya memang bukan orang sembarangan, bukan orang miskin sepertimu. Jangan berharap lebih, Lila. Ingat, kau hanya menyelamatkannya saja waktu itu, tidak lebih.
“Jangan terlalu lama melihatku seperti itu, nanti kau jatuh cinta,” seloroh Biru dengan asal tanpa bermaksud apa-apa. Tapi Lila justru menanggapi dengan serius.
Jatuh cinta? Apa benar aku mulai mencintainya? Tanya Lila dalam hati.
Ia tak berkata apa-apa, hanya membuang pandangannya ke arah lain. Biru sendiri tersenyum melihat Lila. Ia tak tau Lila sedang memikirkannya.
***
Ketika malam menjelang, Lila tampak duduk termenung di ruang tamu. Ia duduk bersandar sambil memikirkan kembali perkataan Biru tadi siang. Mungkinkah ia mulai jatuh cinta pada Biru? Apa benar secepat ini ia merasakan yang namanya jatuh cinta? Sementara Biru hanya orang asing yang belum lama ia kenal.
Tidak. Aku tidak boleh jatuh cinta padanya. Belum tentu juga dia mencintaiku. Dia itu kan menyebalkan. Makannya saja banyak. Lila berusaha menyangkal perasaannya pada Biru.
Lila terus melamun hingga tak sadar Biru sudah duduk di sampingnya. Memperhatikannya yang tampak bergumam tak jelas sendirian. Tiba-tiba tangan Biru terulur menyentuh jidat Lila sehingga gadis itu terlonjak kaget.
“Ih, apa sih?” Lila menepis tangan Biru.
“Tidak demam. Tapi kenapa kau bergumam-gumam tidak jelas seperti itu? Seperti orang yang sedang meriang,” ledek Biru.
“Ck, aku sedang memikirkan sesuatu.”
“Apa yang kau pikirkan? Pria yang di pasar itu?” Biru mencoba menebak.
“Bukan. Untuk apa aku memikirkannya,” jawab Lila.
“Lalu apa lagi? Kau lelah? Mau aku pijat?” Biru mulai memijat-mijat tangan Lila. Lila pun segera menarik tangannya.
“Biru, hentikan! Kau ini aneh-aneh saja! Apa kau tidak ada kerjaan lain selain menggangguku?”
“Memang tidak ada.”
Lila memutar bola matanya malas. “Jangan menggangguku terus! Cari aktivitas lain sana!”
Biru mencebikkan bibirnya mengejek Lila. “Nanti kalau aku pergi, kau akan merindukanku. Tiap malam kau tidak bisa tidur karena memikirkanku. Kalau benar itu terjadi, aku akan menertawakanmu.”
“Untuk apa aku merindukanmu? Seperti tidak ada kerjaan lain saja.” Padahal dalam hatinya, ia membenarkan perkataan Biru.
“Yakin kau tidak akan merindukanku? Kau nanti rindu suara yang merdu ini memanggil namamu Lila....Lila.....” kata Biru menirukan kebiasaannya memanggil Lila.
“Lila....Lila.....aku masih lapar...” Lila ikut menirukan kebiasaan Biru sambil meledek pria itu.
“Hahahahaah....”
Mereka pun tergelak bersama mengingat itu. Tak disangka ternyata ada banyak sekali kenangan yang telah mereka ukir bersama. Setiap aktivitas yang mereka lakukan bersama di rumah kecil itu menyimpan banyak kejadian yang akan menjadi kenangan jika suatu saat nanti mereka tak lagi bersama.
"Sudahlah Bi, aku lelah. Mau istirahat saja," ucap Lila.
"Bi?" ulang Biru.
"Bi-ru maksudnya. Kau ini cepat sekali salah paham."
"Aku suka kau memanggilku dengan sebutan itu. Kau benar-benar bertingkah seperti istriku saja," goda Biru sambil menoel dagu Lila.
"Ish, apa sih? Kau ini dari kemarin bicara seperti itu terus. Entah kapan aku bertingkah seperti istrimu," ketus Lila.
"Memangnya kau tidak mau jadi istriku?" tanya Biru tiba-tiba.
Lila terdengar berdecak lalu berdiri dari duduknya. "Tidak mau. Kau makannya banyak. Persediaan berasku bisa cepat habis karenamu. Wleeeee....." ejek Lila lalu segera masuk ke kamarnya.
"Ohhh....kau perhitungan sekali padaku! Nanti kalau aku sudah tau siapa diriku sebenarnya, akan aku ganti beras yang aku makan dengan beras berkarung-karung. Kau bisa tidur di atas beras itu sekalian sana! Dasar gadis pelit! Perhitungan!" teriak Biru dari ruang tamu.
"Terserah kau saja lahhhh...." sahut Lila sambil berteriak dari dalam kamarnya.
***
Malam hari saat Biru sudah tertidur lelap di kursi depan, Lila keluar dari kamarnya untuk menyelimuti Biru. Pria itu tidur menyamping terlentang dengan satu tangan berada di atas keningnya.
Lila pun menyelimuti Biru. Malam ini sepertinya akan turun hujan. Ia tak mau Biru kedinginan karena cuaca yang mulai terasa sejuk.
Lila menatap lekat pada wajah pria yang sedang tertidur di depannya. Wajah ini, suatu saat nanti bisa saja akan dia rindukan. Wajah tampan yang terkadang membuatnya kesal, tertawa, dan juga rindu. Ingin sekali rasanya ia menyimpan wajah ini dalam satu bingkai foto agar saat nanti tiba masanya rindu itu datang, ia akan mudah mengobatinya.
Tes.
Airmata Lila lolos begitu saja. Ada apa dengan hatinya? Mengapa ia merasa rindu itu sudah mulai berjalan mengarah padanya? Mungkinkah dalam waktu dekat mereka akan benar-benar berpisah?
Lila menyeka airmatanya dengan kasar. Ia tak boleh bersedih. Biru berhak kembali pada kehidupannya.
Tangannya tampak mengusap pipi Biru yang sedang tertidur lelap. Ia mengelus pipi itu dengan penuh kasih sayang. “Kau berhak kembali pada kehidupanmu. Meskipun sebenarnya aku terasa berat untuk melepaskanmu. Bolehkah aku tetap mengingatmu nanti meskipun kau sudah pergi?” lirih Lila dengan airmata yang masih terus menetes.
Ia kemudian menarik tangannya lalu segera masuk ke dalam kamar. Ia tak tahan untuk tidak terus menangis.
Sementara itu di luar sana, Biru tiba-tiba membuka matanya. Rupanya ia mendengar apa yang dikatakan Lila barusan.
.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Fransiska Widyanti
duh sedihnya
2022-11-09
1
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
jadi ikutan mellow mak mellow 🥺🥺🥺🥺🥺😭😭🤧
2022-10-11
0
ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠Hana Nurul Azizah🍩ᴬ∙ᴴ࿐
Lila ,Biru serahkan saja sama author tersayang 😌.
2022-10-01
0