Kalau boleh diturut keinginan hati, rasanya Lila ingin sekali meminta waktu untuk berhenti sejenak agar kebersamaan mereka tak segera berakhir. Hanya tersisa dua hari saja lagi mereka bersama. Setelah itu, mereka akan menjalani kehidupan masing-masing, kehidupan seperti sebelum kecelakaan yang membuat Biru menjadi amnesia.
Baik Lila maupun Biru berusaha untuk bersikap biasa saja. Makan bersama, mengobrol bersama, duduk di bawah pohon mangga belakang rumah bersama, seolah tidak akan terjadi apa-apa nantinya. Mereka tetap tertawa bersama meski ada yang mengganjal di hati mereka.
Malam ini adalah makan malam terakhir Biru bersama Lila. Karena besok, ia sudah harus pergi kembali lagi ke kota.
“Besok kau akan senang, tidak ada lagi yang menghabiskan jatah makanmu.” Biru berusaha membuat lelucon saat makan malam.
“Iya, tentu saja aku senang. Tidak akan ada yang berisik juga memanggilku setiap waktu. Lila....kau dimana....Lila...Lila...” kata Lila menirukan Biru. Ia berpura-pura risih Biru memanggilnya terus. Padahal dalam hati mungkin itu salah satu hal yang akan dia rindukan.
“Kita kan tinggal cuma berdua disini. Mana mungkin aku panggil Paman Hardi. Kejauhan,” ucap Biru sambil terkekeh.
“Ngomong-ngomong apa kau sudah berpamitan pada Paman?” tanya Lila. Orang tua itu sudah sangat berjasa pada Biru. Mau mengobati Biru tanpa dibayar sepeserpun.
“Sudah tadi sore. Paman bilang kalau ada waktu, dia akan mengantarku besok.”
“Hanya itu?” tanya Lila penasaran.
Biru mengangguk. Sebenarnya ada beberapa hal yang Paman Hardi sampaikan padanya tapi ia tak mau mengatakan itu pada Lila.
Setelah makan malam, mereka mengobrol sebentar sampai akhirnya Lila memutuskan untuk masuk ke dalam kamar.
“Lila,” panggil Biru saat Lila hendak menutup pintu kamarnya.
“Ya. Ada apa?” tanya Lila membuka kembali pintu kamarnya.
“Jangan merindukan aku saat nanti aku sudah tidak disini lagi.”
Raut wajah Lila langsung berubah. Hatinya mendadak terasa sesak, tapi sekuat tenaga ia tahan.
“Untuk apa aku merindukanmu? Kau hanya merepotkanku saja.” Lila mencoba berkilah.
“Tapi....”
“Sudahlah, aku mengantuk. Sebaiknya kau juga tidur. Besok kau akan pulang ke kota. Perjalanannya pasti akan sangat melelahkan. Aku tidur dulu.”
Kali ini Lila benar-benar menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Dibalik pintu kamar ia bersandar sambil memejamkan matanya. Ada airmata yang jatuh begitu saja dari sudut matanya. Hatinya masih tak rela melepas kepergian Biru.
Biru sendiri juga mendadak gelisah. Satu sisi keinginannya untuk kembali ke kota sangat besar. Ia sangat merindukan keluarganya disana. Tapi di sisi lain hatinya terasa berat meninggalkan Lila. Sebenarnya ada apa dengan hatinya? Ia sudah terbiasa hidup dengan adanya Lila di sampingnya.
***
Dan hari ini saat yang paling tak diinginkan Lila pun terjadi. Saat dimana ia harus melepas kepergian Biru untuk kembali ke kota. Biru sudah kembali memakai setelan jas miliknya lengkap dengan sepatu mengkilapnya. Hari ini pria itu tampak gagah layaknya seorang CEO muda dari kota besar.
Kau sangat tampan dan gagah memakai pakaian seperti itu, Biru. Tapi sayang, dugaan benar. Saat kau kembali memakai pakaianmu, maka itu menjadi hari terakhir kita bersama. Lirih Lila dalam hati.
Lila, Paman Hardi, Bibi Fatma dan Ferdi anak mereka mengantar Biru hingga ke lapangan di desa mereka tempat mobil truk pengangkut barang itu terparkir. Sebentar lagi, Biru akan pergi ke kota dengan truk itu.
Biru tampak berpamitan dengan Paman Hardi dan keluarganya. Ia mengungkapkan rasa terimakasihnya karena selama ini sudah banyak ditolong oleh keluarga mereka. Biru bertekad dalam hati akan memberikan imbalan pada keluarga Paman Hardi setelah ia kembali ke kota.
Kemudian Biru berdiri di hadapan Lila, gadis penyelamatnya yang sudah dua bulan ini mengisi hari-harinya.
“Aku pulang dulu ke kota. Jaga dirimu baik-baik disini. Ingat, jangan suka memanjat pohon mangga lagi, nanti kau bisa jatuh, tidak ada yang menolongmu,” pesan Biru.
“Kalau sudah malam, jangan lupa kunci jendela dan pintumu baik-baik. Kau tinggal sendiri, kau harus lebih hati-hati lagi,” pesan Biru lagi.
Tangannya terulur mengusap rambut Lila yang tengah mendongak melihatnya.
“Jangan terlalu sering mengambil orderan cucian, aku tidak tega melihatmu kerja terlalu berat seperti itu. Aku janji, saat aku sudah sampai di kota nanti, aku akan mengirimkan uang yang banyak untukmu. Kau simpan uang itu dengan baik, gunakan untuk membeli semua kebutuhanmu. Oke?” Mata Biru mendadak memanas saat mengatakan semua itu. Lila hidup dengan sulit karena harus memenuhi semua kebutuhan hidupnya sendiri.
Lila mengangguk. “Jangan lupa untuk mengganti berasku juga,” gurau Lila agar ia tak terlalu sedih.
Mereka kemudian tergelak, tapi mata mereka sama-sama sudah membendung airmata.
“Aku pulang dulu, Lila. Jaga dirimu baik-baik,” ucap Biru sebagai penutup perpisahan mereka.
Lila hanya bisa mengangguk tanpa berkata apa-apa. Pria itu pun mundur selangkah lalu membalikkan badannya. Ada airmata yang menetes di sudut matanya lalu ia seka dengan cepat. Ia tak mau membiarkan dirinya larut dalam kesedihan. Ia tak mau Lila melihat kesedihannya.
Saat tangannya baru saja ingin membuka pintu mobil truk, ia kembali menoleh ke arah Lila. Gadis itu tampak termenung ke arahnya. Ada rasa sedih yang terlukis di wajahnya.
Biru tak tega. Ia kembali menghampiri Lila lalu memeluk gadis itu dengan erat. “Aku pasti akan merindukanmu, Lila. Aku akan sangat merindukanmu,” ucap Biru dengan airmata yang sudah lolos begitu saja.
Lila membalas pelukan Biru. Gadis itu pun ikut terisak dalam dekapannya. Biru terus memeluk erat Lila sambil sesekali mencium puncak kepalanya. Berpisah dengan Lila terasa begitu menyesakkan dadanya.
Aku juga pasti akan merindukanmu, Biru. Bahkan saat ini saja, rindu itu sudah mulai merajut benangnya di hatiku. Rintih Lila dalam hati.
Akhirnya, suara panggilan dari supir truk juga yang melerai pelukan mereka. Truk sudah harus berangkat ke kota.
Biru melerai pelukannya lalu merogoh saku jasnya. Ia mengeluarkan sebuah kalung berinisial L. Kalung yang harusnya untuk Luna, sekarang malah ia pakaikan pada Lila.
“Kau cantik dengan kalung ini. Kalung ini sangat pas untukmu. Anggap saja itu ucapan terimakasihku karena selama ini kau sangat baik padaku.”
“Kalau nanti kau merindukanku, kau bisa pegang liontin itu dan tutup kedua matamu, bayangkan aku berada di depanmu dan tersenyum padamu.”
Airmata Lila bertambah deras. Ia hanya mengangguki semua ucapan Biru.
“Aku pergi dulu, Lila. Jaga dirimu baik-baik.”
Suatu saat aku berjanji akan kembali lagi untuk sesekali menjengukmu, Lila. Aku janji. Tambah Biru dalam hati.
Kali ini Biru benar-benar pergi. Ia sudah naik ke atas mobil truk itu. Mobil truk pun bergerak perlahan hingga akhirnya menjauh dari pandangan. Lila dan Biru saling melambaikan tangan, mereka sama-sama menaruh harapan agar suatu saat nanti mereka bisa dipertemukan kembali.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
rara ayu
🥺🥺🥺🥺🥺🥺
2023-07-04
0
Kusman Kusman
Melu sedih
2023-05-30
0
Atiqa Fairuz Khalisa
semangat lila jodoh pasti bertemu lagi,
2023-05-15
0