6. Kalung Dengan Inisial L

Besok paginya Lila bangun lebih dulu. Ia keluar dari kamar dan melihat Biru masih tertidur lelap. Ia tak mau mengganggu pria itu, biarlah Biru beristirahat lebih lama. Ia pun melanjutkan aktivitasnya, ia segera memasak lalu mencuci pakaian.

Setengah jam kemudian saat Lila tengah menjemur baju di belakang rumahnya, barulah Biru bangun dari tidurnya. Ia merasakan badannya pegal-pegal semua. Jendela rumah sudah dibuka oleh Lila dari pagi. Sinar matahari yang masuk menyadarkan Biru kalau dirinya bangun lebih siang dari biasanya.

“Kemana perginya gadis itu, ya? Kenapa rumah sepi?” tanya Biru pada dirinya sendiri.

Dengan tertatih ia mengambil tongkatnya lalu mulai berjalan ke belakang untuk mencari Lila. Biru mendapati pintu belakang rumah terbuka, gadis itu pasti disana pikirnya.

“Hei...” panggil Biru dari depan pintu belakang saat melihat Lila tengah menjemur baju.

Lila menoleh, pria itu sudah bangun rupanya. Lila tak langsung menghampiri Biru. Ia menghabiskan jemurannya dulu baru pergi menghampiri Biru dengan membawa keranjang baju di tangannya.

“Kau sudah bangun, Tuan Amnesia? Apa tidurmu sangat nyenyak tadi malam?” tanya Lila yang berdiri tepat di depan Biru.

Biru tampak memberengut. Ia tak suka Lila memanggilnya Tuan Amnesia.

“Hei, gadis kecil. Apa kau tidak ada panggilan lain untukku?” tanya Biru dengan kesal.

“Aku bukan gadis kecil, aku sudah dewasa. Namaku Lila. Dan tentang panggilan untukmu, aku kan tidak tau siapa namamu,” jawab Lila acuh.

“Aku tidak suka dengan panggilan seperti itu. Apa kau tidak bisa memanggilku dengan nama lain? Jangan panggil aku Tuan Amnesia!”

“Lalu kau mau aku panggil apa? Kau saja tidak ingat siapa namamu,” tanya Lila sambil memeluk keranjang bajunya.

“Terserah kau saja yang penting jangan panggil aku Tuan Amnesia,” ucap Biru lalu membalikkan badannya dengan kaki yang pincang. Ia hendak masuk ke dalam rumah.

Lila terdiam sejenak memikirkan panggilan baru untuk pria asing itu. Ia mendongakkan kepalanya ke langit, cuaca hari itu tampak sangat cerah dengan langit yang berwarna biru. Tiba-tiba Lila tersenyum lalu menatap punggung pria yang sedang berjalan menjauhinya.

“Biru!”

Deg.

Biru membeku di tempatnya mendengar panggilan itu. Panggilan itu seperti tak asing di telinganya. Ia merasa ada sesuatu yang berhubungan dengan nama itu. Ia pun membalikkan badannya dan menatap Lila yang masih berdiri di depan pintu.

“Aku akan memanggilmu Biru, sesuai dengan warna langit hari ini,” kata Lila dengan semangat sambil menunjuk ke atas langit lalu kembali menatap Biru lagi.

Wajah Biru tiba-tiba berubah. Dahinya tampak mengkerut memikirkan sesuatu. Nama itu sungguh tak asing baginya.

“Bi...ru...” lirihnya dengan pelan.

Sekilas ingatannya kembali datang. Ingatan saat orang-orang terdekatnya memanggil namanya.

“Biru, ayah bangga menyerahkan perusahaan ini padamu.”

“Biru, jangan terlalu malam pulangnya. Ibu sudah memasak makan malam kesukaanmu.”

“Tuan Biru, ini laporan yang Tuan minta.”

“Biru, aku merindukanmu.”

“Akkkkhhhhh......” Biru menjerit tiba-tiba sambil memegang kepalanya.

Ia seperti melihat cuplikan singkat dirinya bersama orang-orang yang ada di kehidupannya di kota. Suara-suara itu terus bermain di pikirannya. Belum lagi wajah-wajah samar yang muncul di otaknya, semua memaksanya untuk mengingat sesuatu yang tak dapat ia ingat dengan baik.

Melihat Biru mulai sakit kepala lagi, Lila dengan cepat menghampirinya dan memeganginya agar tidak jatuh pingsan.

“Biru, kau kenapa? Kepalamu pusing lagi?” tanya Lila dengan cemas.

“Kepalaku sakit sekali. Aku tidak bisa mengingat semuanya,” jawab Biru yang masih tampak tersiksa karena ingatannya.

“Jangan ingat apapun dulu! Kau bisa membuat kepalamu tambah sakit. Ayo aku bantu ke dalam. Kau harus istirahat lagi.”

Biru tak membantah. Ia mengikuti Lila yang menuntunnya untuk masuk ke dalam dan memintanya duduk di atas kursi panjang.

“Duduk disini dulu, aku akan mengambilkan air dan sarapanmu,” ucap Lila.

Gadis itu dengan cepat pergi ke dapur mengambil segelas air putih hangat dan sarapan untuk Biru. Ia kembali dengan nampan berisi makanan untuk Biru. Ia pun duduk di samping pria itu.

“Ini minum dulu air putihnya.” Lila memberi air putih kepada Biru dan pria itu meminumnya hingga habis setengah gelas.

“Bagaimana? Merasa lebih baik? Jangan dipaksakan untuk mengingat dulu, itu malah bisa memperburuk kesehatanmu.”

“Entahlah. Aku merasa nama itu cukup familiar di telingaku.”

“Apa jangan-jangan namamu memang Biru?” tebak Lila.

Biru menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tau,” jawabnya pelan.

“Sudahlah, lupakan soal itu. Sebaiknya sekarang kau sarapan dulu. Maaf, aku hanya bisa memasak ini saja. Hari ini kita makan nasi dan sop saja, ya.”

Biru beralih melihat makanan di atas meja. Lumayan juga daripada harus makan roti lagi. Tapi kemudian ia merasa kasihan pada Lila yang harus menanggungnya makan sehari-hari.

“Kenapa kau bersikap baik padaku? Padahal aku orang asing bagimu,” tanya Biru tiba-tiba sambil menoleh ke arah Lila.

“Kau butuh pertolongan, makanya aku menolongmu. Kondisimu juga masih sakit,” jawab Lila sambil melirik ke arah kaki Biru. “Kalau kau sudah sembuh, kau bisa mencari tau siapa dirimu sebenarnya.”

Biru mengangguk membenarkan perkataan Lila. “Terimakasih sudah menampungku,” ucap Biru sambil menatap intense ke mata gadis yang duduk di sebelahnya. Ditatap seperti itu malah membuat Lila jadi salah tingkah. Pria ini begitu tampan jika dilihat dari dekat.

“Hmm ya sudah, makanlah. Aku ke dapur dulu,” ucap Lila menghindari rasa gugupnya.

***

Sore hari Lila mengangkat pakaian yang ia jemur di belakang rumah, sementara Biru duduk di kursi kayu yang ada di bawah pohon mangga di dekat sana. Ia memperhatikan sekeliling tempat itu, suasana disana sangat nyaman dan asri dengan banyak pepohonan.

Matanya kemudian beralih pada gadis yang sedang mengangkat jemuran. Semilir angin tampak jahil memberantaki rambut Lila hingga menutupi wajahnya. Biru mendadak terkesima. Gadis itu terlihat menarik meski tanpa riasan apapun di wajahnya.

“Biru, apa kau masih mau duduk disitu? Aku ke dalam duluan,” tanya Lila yang sudah selesai mengangkat baju.

“Aku disini saja, bosan di dalam.”

Mendengar jawaban Biru, Lila pun masuk dengan sekeranjang pakaiannya. Ia segera ke kamar dan melihat pakaian-pakaian itu. Setelah selesai, ia langsung menyusunnya ke dalam lemari.

Ketika sedang menyusun pakaian, matanya tertuju pada sebuah kalung berinisial L milik Biru yang ditemukan oleh Paman Hardi saat menggantikan baju Biru dulu.

“Oh iya, aku lupa memberikan kalung ini pada Biru. Apa ini kalung miliknya? Tapi sepertinya ini kalung perempuan. Entahlah,” ucap Lila lalu mengambil kalung itu.

Ia pergi ke belakang rumah menghampiri Biru dengan kalung di tangannya.

“Ada apa?” tanya Biru saat Lila berjalan ke arahnya.

“Aku mau memberikan ini,” jawab Lila sembari mengulurkan sebuah kalung ke tangan Biru.

Biru pun menerima kalung itu dan memperhatikannya dengan seksama.

“Kalung itu ada padamu saat pertama kali aku membawamu ke rumah ini. Paman Hardi yang menemukannya,” lanjut Lila.

“Kalung ini.....” lirih Biru terputus.

Untuk kedua kalinya hari ini kepala Biru mendadak pusing lagi. Ingatannya tentang kalung berinisial L itu datang sekilas lalu pergi dari ingatannya. Sekelebat wajah seorang wanita yang tidak begitu jelas muncul di pikirannya. Ia menggelengkan kepalanya dengan kuat menghilangkan suara-suara ingatan masa lalunya.

“Biru....” panggil Lila. “Biru, kepalamu sakit lagi?” tanya Lila khawatir.

“Kalung ini....aku....kepalaku sakit, Lila. Sakit sekaliii. Agggrrhhhhhh.....”

Biru memegang kepalanya dengan kuat. Kepalanya terasa berdenyut hebat. Keadaan di sekitarnya seakan berputar-putar dengan cepat.

“Biru, tenanglah, jangan ingat apa-apa lagi. Kau harus tenang, ya." Lila panik melihat Biru kumat seperti itu. Ia memegangi lengan pria itu agar tidak tumbang.

“Kepalaku pusing.... Sakiiiitttt.....”

“Sabar Biru, sabar. Tenanglah. Tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan. Tenangkan dirimu.”

Lila mencoba menenangkan Biru. Pria itu terasa pusing, tubuhnya mendadak lemah sehingga ia bersandar di dada Lila dengan tak sengaja.

Eh?

Lila malah salah tingkah.

.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

BUNDA ZAHRA

BUNDA ZAHRA

Parah si biru ngambil kesempatan dalam kesempitan🤭🤭🤭🤭🤭🤭

2022-12-12

1

Fransiska Widyanti

Fransiska Widyanti

waduh keenakan si biru nyandarnya

2022-11-09

0

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀

jangan lama-lama bersandar di dadanya biru... nanti ada yang cinlok wkwk 🤭🤭🤭😅

2022-10-02

0

lihat semua
Episodes
1 1. Kecelakaan
2 2. Siapa Aku?
3 3. Tuan Amnesia
4 4. Merawat Biru Dengan Baik
5 5. Tak Nyaman
6 6. Kalung Dengan Inisial L
7 7. Biru Tak Kunjung Ditemukan
8 8. Biru Berangsur Pulih
9 9. Panen Mangga
10 10. Calon Suami
11 11. Perhatian Biru
12 12. Jatuh Cinta?
13 13. Rencana Reza
14 14. Biru Terluka
15 15. Aku Biru Adhitama
16 16. Rencana Kembali Ke Kota
17 17. Tak Ingin Berpisah
18 18. Kalung Untuk Lila
19 19. Aku Selamat
20 20. Terngiang
21 21. Dia Bukan Calon Suamimu
22 22. Aku Senang Kau Kembali
23 23. Kekhawatiran Lila
24 24. Musuh Dalam Selimut
25 25. Tugas Untuk Jay
26 26. Pergi Ke Desa
27 27. Kiriman Dari Biru
28 28. Gelagat Mencurigakan
29 29. Foto Lila
30 30. Mengunjungi Rumah Lila Lagi
31 31. Permintaan Luna
32 32. Kesabaranku Sudah Habis
33 33. Rencana Melamar Lila
34 34. Menentukan Pilihan
35 35. Penolakan Luna
36 36. Ancaman Luna
37 37. Terus Mendesak
38 38. Mencelakai Paman Hardi
39 39. Kau Memaksaku Melakukan Ini
40 40. Terpaksa Menikah Dengannya
41 41. Kenapa Kau Lama Sekali?
42 42. Membawa Lila Ke Kota
43 43. Tempat Tinggal Baru
44 44. Hadiah Untuk Lila
45 45. Bertemu Orang Tua Biru
46 46. Ternyata Dia
47 47. Aku Tetap Memilihmu
48 48. Selesaikan Urusan Kalian
49 49. Ngambek
50 50. Musuh Berkedok Sahabat
51 51. Hal Penting Lain
52 52. Menghabiskan Malam Bersama
53 53. Mendaftar Kursus
54 54. Menjenguk Paman Hardi
55 55. Pengakuan Luna
Episodes

Updated 55 Episodes

1
1. Kecelakaan
2
2. Siapa Aku?
3
3. Tuan Amnesia
4
4. Merawat Biru Dengan Baik
5
5. Tak Nyaman
6
6. Kalung Dengan Inisial L
7
7. Biru Tak Kunjung Ditemukan
8
8. Biru Berangsur Pulih
9
9. Panen Mangga
10
10. Calon Suami
11
11. Perhatian Biru
12
12. Jatuh Cinta?
13
13. Rencana Reza
14
14. Biru Terluka
15
15. Aku Biru Adhitama
16
16. Rencana Kembali Ke Kota
17
17. Tak Ingin Berpisah
18
18. Kalung Untuk Lila
19
19. Aku Selamat
20
20. Terngiang
21
21. Dia Bukan Calon Suamimu
22
22. Aku Senang Kau Kembali
23
23. Kekhawatiran Lila
24
24. Musuh Dalam Selimut
25
25. Tugas Untuk Jay
26
26. Pergi Ke Desa
27
27. Kiriman Dari Biru
28
28. Gelagat Mencurigakan
29
29. Foto Lila
30
30. Mengunjungi Rumah Lila Lagi
31
31. Permintaan Luna
32
32. Kesabaranku Sudah Habis
33
33. Rencana Melamar Lila
34
34. Menentukan Pilihan
35
35. Penolakan Luna
36
36. Ancaman Luna
37
37. Terus Mendesak
38
38. Mencelakai Paman Hardi
39
39. Kau Memaksaku Melakukan Ini
40
40. Terpaksa Menikah Dengannya
41
41. Kenapa Kau Lama Sekali?
42
42. Membawa Lila Ke Kota
43
43. Tempat Tinggal Baru
44
44. Hadiah Untuk Lila
45
45. Bertemu Orang Tua Biru
46
46. Ternyata Dia
47
47. Aku Tetap Memilihmu
48
48. Selesaikan Urusan Kalian
49
49. Ngambek
50
50. Musuh Berkedok Sahabat
51
51. Hal Penting Lain
52
52. Menghabiskan Malam Bersama
53
53. Mendaftar Kursus
54
54. Menjenguk Paman Hardi
55
55. Pengakuan Luna

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!