Calon Menantu

Zidan mengantarkan kekasihnya sampai ke rumah dengan selamat. Ketika sampai di depan rumah Safa, Zidan ikut turun. Dia membukakan pintu mobil untuk Safa dan Willa. "Terima kasih sudah mengantarku pulang," ucap Safa.

"Sudah kewajibanku mengantar calon istriku pulang sampai ke rumah dengan selamat." Ucapan Zidan membuat Safa tersipu malu.

"Ah bagaimana bisa dia dengan mudahnya mengakui aku sebagai calon istrinya, padahal jadian juga baru beberapa hari," gumam Safa dalam hati.

"Bunda, aku capek," ucap Willa. Anak kecil itu menguap.

Tak lama kemudian hujan turun dengan lebat. Safa merasa tak tega jika membiarkan Zidan pulang dalam keadaan hujan. "Apa kau ingin masuk dulu? Tunggu sampai hujannya berhenti baru pulang." Safa memberikan saran pada Zidan. Zidan dengan senang hati menerima ajakan Safa.

"Apa boleh?" Tanya Zidan memastikan. Safa mengangguk sambil memberikan senyum.

"Aku buatkan teh hangat dulu ya," kata Safa. Zidan menarik tangan Safa dengan lembut. "Tidak usah, aku bisa buat sendiri jika aku mau. Kamu beristirahatlah!"

Hati Safa berdegup kencang mendapatkan perhatian dari Zidan. Ingin sekali Safa teriak kegirangan. "Tidak apa-apa aku sehat." Namun, baru beberapa langkah tiba-tiba kepala Safa mendadak pusing. Tubuhnya sedikit terhuyung. Untung saja Zidan menangkapnya. Sejenak mata mereka bertemu. Zidan menatap ke dalam mata wanita yang ia cintai.

Cup

Sebuah kecupan singkat ia berikan pada Safa. Safa tersentak kaget. "Kamu kenapa menciumku?" Tanya Safa dengan gugup.

"Entahlah itu terjadi begitu saja," jawab Zidan dengan santainya. Zidan melepas pegangan tangannya.

Safa jadi salah tingkah setelah mendapat ciuman dari Zidan. "Berani-beraninya dia menciumku tanpa meminta izin terlebih dulu," gerutu Safa tapi dalam hatinya ia suka.

"Willa, dimana Willa?" Tanyanya khawatir. Lalu Safa mencari Willa ke seluruh ruangan. Ternyata anak itu tertidur di dalam kamarnya dalam posisi tengkurap.

"Sepertinya dia kecapekan." Zidan membetulkan posisi tidur anak kecil itu. Melihat sikap Zidan yang begitu hangat dan perhatian Safa makin jatuh cinta pada laki-laki itu meski mulutnya sering kali menyangkal karena gengsi.

Berbeda sekali dengan Willy, mantan suaminya terlihat acuh pada Willa. Akan tetapi setelah mereka berpisah Willy baru menyadari kalau sikapnya selama ini pada Willa membuatnya menjauh dari anaknya.

"Sepertinya hujan sudah reda, apa kau tidak ingin pulang?" Usir Safa secara halus. Bahaya jika dia terus menerus bersama Zidan.

Zidan terkekeh melihat tingkah Safa. "Kenapa kau mengusirku? Bagaimana kalau aku ingin tinggal di sini?" Zidan berjalan mendekat ke arah wanita yang dicintainya hingga punggung Safa membentur dinding. Wanita itu memejamkan matanya.

Zidan mengulas senyum di wajahnya. Lalu dia berbisik ke telinga Safa. "Minta dicium?" Godanya pada sang kekasih.

Safa pun membuka mata kemudian menutup mulutnya yang menganga. Setelah itu, Zidan keluar dari rumahnya sambil tertawa. Safa menghentakkan kaki karena kesal.

"Bye bye calon istriku," teriaknya. Safa menjadi malu lalu clingak clinguk. "Hissh bagaimana kalau ada tetangga yang mendengar," gerutunya namun sesaat kemudian wajahnya memerah karena malu.

Zidan mengendarai mobilnya di tengah jalanan yang basah usai diguyur hujan deras. Tak lama kemudian dia sampai di rumahnya.

"Zidan, kamu baru sampai nak?" Tanya sang ibu. Zidan mengangguk lalu meraih tangan Raina.

"Kamu darimana saja? Kapan kamu akan membawa pasanganmu itu untuk makan malam bersama kami?" Tantang sang ayah.

"Tidak hari ini, Yah. Di sedang sakit," terang Zidan.

"Sakit? Dokter bisa sakit juga?" Ledek Julian.

"Dokter juga manusia, Yah. Dia itu bukan dokter umum, dia dokter spesialis bedah plastik." Zidan tak mau kalah.

"Kalian ini membicarakan siapa?" Tanya Raina yang tidak mengerti.

"Calon menantu, mama," jawab Zidan dengan wajah berbinar. Julian memutar matanya malas.

"Ah, benarkah aku akan jadi ibu mertua?" Zidan mengangguk.

"Iya, Ma. Mama akan jadi ibu mertua sekaligus nenek." Ucapan Zidan membuat wajah Raina berubah mimik.

"Bagaimana bisa? Apa kamu menghamili anak gadis orang, Zidan?" Tanya Raina geram.

"Bukan anak gadis, Ma. Tapi dia akan dapat janda," sahut Julian.

Raina berpikir sejenak. "Janda? Apa yang kalian maksud itu dokter Safa?" Tebak Raina meminta jawaban dari anak bungsunya. Zidan mengangguk. Raina mengulas senyum.

"Mama restui kalian," ucapnya kemudian. Zidan sangat bahagia tapi berbeda dengan ayahnya.

"Mana bisa begitu, Ma," protes Julian. Zidan tak mabil pusing dia naik ke lantai atas setelah mendapat restu dari ibunya.

"Biarkan saja dia memilih pasangannya sendiri Yah." Raina mencoba memberikan pengertian pada suaminya.

"Sofia juga setuju kalau Zidan berjodoh dengan dokter Safa," sahut Sofia yang baru keluar dari kamarnya.

"Dokter Sofia wanita yang sangat baik, Yah. Hari ini saja dia menolong Sofia."

"Menolong?" Tanya Julian tidak mengerti dengan perkataan anak sulungnya.

"Hari ini ada pasienku yang nekad ingin bunuh diri. Dokter Safa berusaha merebut pisau kecil yang dia pegang tapi dia malah terluka karena bergulat dengan pasienku itu."

"Apa dia terluka parah?" Tanya Raina yang cemas. Sofia menggeleng.

"Tidak hanya luka ringan. Kepalanya terbentur dinding hingga dia pingsan. Untung saja tidak sampai gegar otak," ungkap Sofia menceritakan tingkah heroik Safa.

"Mama jadi tambah kagum sama dia. Selain dia wanita mandiri karena membesarkan anaknya seorang diri, dia juga wanita yang tangguh," puji Raina. Julian malas mendengar pujian terhadap wanita yang kini menjadi kekasih anaknya itu. Dia memilih naik ke kamarnya.

"Aku tidak setuju anakku mendapatkan janda. Masih banyak wanita single lainnya yang menginginkan Zidan. Pasti salah satu dari mereka bisa menjadi pasangan yang baik untuk Zidan. Sepertinya aku harus menjodohkan dia dengan anak relasi kerjaku," gumam Julian sambil menarik ujung bibirnya.

Keesokan harinya, Zidan bangun pagi-pagi. Ia menuruni tangga dengan terburu-buru. "Zidan sarapan dulu!" Perintah sang ibu.

"Aku harus mengantar Willa ke sekolah Ma pagi ini," pamit Zidan. Tak lupa ia meraih tangan ibunya untuk dicium.

"Ya sudah bawa bekal ini untuk calon cucu mama," Raina memberikan sekotak makanan untuk Zidan.

"Terima kasih, Ma." Zidan mencium pipi ibunya sekilas lalu pergi. Dia mengeluarkan mobil dari garasi mobilnya.

Di rumah Safa.

"Hari ini kita pesan taksi saja ya, nak. Mama kurang sehat jadi tidak bisa naik mobil sendiri." Willa mengangguk.

Akan tetapi ketika mereka menunggu taksi di pinggir jalan, mobil Zidan berhenti tepat di depan mereka. Zidan membuka kaca mobilnya. "Ayo naik," ajaknya.

Will berseru kegirangan. Safa membukakan pintu belakang untuk Willa lalu dia duduk di bagian depan di samping Zidan.

"Maaf, aku agak telat." Ucap Zidan pada Safa dan Willa.

Safa mengulas senyum pada Zidan. "Tidak apa-apa, aku malah tidak enak padamu karena selalu merepotkamu."

Zidan mengelus kepala Safa dengan lembut. "Tidak repot sama sekali."

...♥️♥️♥️...

Hallo bagaimana kisahnya, aku harap kalian klik favorit buat ngikutin updatenya tiap hari.

Sambil nunggu update kalian bisa mampir ke novel teman aku ya

Terpopuler

Comments

Ririe Handay

Ririe Handay

jangan ditentang dong yah

2022-12-06

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!