Roni

Setelah seminggu dirawat di rumah sakit, Safa membawa pulang Zidan ke rumahnya.

"Mulai hari ini kamu bisa tinggal di sini. Tapi ada satu syarat kamu harus bekerja padaku. Aku tidak bermaksud memanfaatkan kamu tapi aku hanya menghindari fitnah di luaran sana karena aku seorang janda beranak satu. Aku harap kamu bisa mengerti." Zidan mengangguk paham.

"Oh ya aku akan memanggil kamu Roni. Itu hanya nama sementara karena kamu tidak mengingat namamu sendiri. Jadi akan lebih memudahkan bagiku memanggil kamu. Apa kamu keberatan?" Safa meminta pendapat pada Roni.

Roni menggeleng. "Tidak, nama itu sepertinya cocok untukku," jawabnya.

"Baiklah, aku akan tunjukkan kamarmu." Safa berjalan lebih dulu. Kemudian Roni mengikuti di belakangnya.

"Ini kamar kamu, selama kamu bekerja di sini aku akan menggajimu. Kamu bisa tinggal sampai ingatanmu pulih," ucap Safa dengan ramah. Entah kenapa Safa terus melindungi Roni.

Roni mengangguk. "Baiklah, aku tinggal dulu. Kau bisa beristirahat. Mulai besok pagi jam setengah tujuh kau harus sudah siap untuk mengantarkan Willa ke sekolah." Safa mengingatkan.

Saat Safa akan menaiki tangga, tiba-tiba Asih memanggil dirinya. "Lho Mbak Asih mau kemana?" Tanya Safa. Ia melihat Asih membawa sebuah tas besar yang sedang ia pegang.

Asih menundukkan kepalanya. "Saya ingin mengundurkan diri, Bu." Safa terkejut mendengar penuturan pengasuh anaknya. Ia menuruni tangga.

"Apa gaji yang saya berikan kurang?" Tanya Safa dengan lembut. Ia tidak mau menakuti pegawainya.

Asih menggeleng. "Saya merasa tidak pantas menjaga Non Willa. Karena kelalaian saya, non Willa hampir saja tertabrak," jawab Asih dengan jujur. Ia sangat gugup saat ini takut kalau Safa marah padanya.

"Mbak Asih tersinggung ya saat saya membentak kamu waktu itu?" Tanya Safa memastikan. Asih menggeleng. Kepalanya masih tertunduk.

"Mbak, saya masih membutuhkan Mbak Asih. Bisakah Mbak Asih bekerja lagi dengan saya?" Safa meminta dukungan pada Asih.

Asih menangis sesenggukan. "Ibu sangat baik pada saya tapi maaf saya tidak bisa menerima kebaikan ibu," tolaknya.

"Baiklah, tunggu sebentar ya." Safa naik ke lantai atas lalu turun kembali. "Ini gaji kamu bulan ini. Saya juga tambahkan uang sebagai pesangon kamu." Safa memegang sebelah tangan Asih lalu menyerahkan sebuah amplop coklat berisi uang.

"Terima kasih banyak, Bu. Kalau begitu saya pamit," ucap Asih untuk terakhir kalinya. Lalu ia keluar dari rumah Safa.

Safa menghela nafas berat. Sementara menunggu orang yang akan melamar sebagai pengasuh, Safa meminta Roni untuk menjadi pengasuh sementara untuk Willa.

Keesokan harinya Safa bangun lebih pagi dari biasanya karena ia harus menyiapkan segala keperluan Willa sebelum berangkat ke sekolah. Biasanya ada Asih yang menyiapkannya tapi kini ia harus menyiapkan sendiri keperluan anaknya.

"Sayang, ayo bangun. Sudah waktunya berangkat ke sekolah." Safa membangunkan anaknya pada pukul setengah enam pagi.

"Emm Willa masih ngantuk," kata Willa masih dalam keadaan mata terpejam.

Mau tak mau Safa menggendong anaknya lalu ia membawanya ke kamar mandi. "Maaf ya mama terpaksa mandiin kamu dalam keadaan tidur."

Perlahan Safa mulai mengguyur air hangat yang telah ia siapkan untuk Willa. Willa terkejut lalu ia menangis. Safa panik. "Ya ampun sayang nangisnya jangan kencang-kencang!" Larang Safa tapi tangis Willa semakin kencang.

Roni berlari ke sumber suara. "Ada apa?" Tanyanya di ambang pintu.

Safa mendongak. "Ah tidak ada apa-apa. Willa hanya terkejut ketika kumandikan," jawab Safa.

Setelah itu ia mengeringkan badan Willa dengan handuk. Ia ingin menggendongnya tapi ia tidak kuat, badan Willa terlalu gembul untuk ukuran anak lima tahun.

"Biar saya saja yang menggendong." Roni meminta izin. Ia terlihat tenang menghadapi Willa. Willa terlihat manja ketika digendong oleh Roni. Ia menyukai laki-laki asing itu.

Safa menyiapkan baju seragam anaknya lalu memakaikannya. "Ayo pakai sayang!" Perintah Safa pada putrinya tapi Willa benar-benar menguras emosi Safa pagi-pagi.

"Nggak mau sekolah," rengeknya. Safa menghela nafasnya berat.

"Willa jangan begitu, kasian mamanya." Willa seolah tersihir oleh ucapan lembut yang keluar dari mulut Roni. Safa menjadi takjub pada laki-laki amnesia itu.

Willa pun akhirnya menurut pada ibunya. "Kalau begitu saya tunggu di luar, Bu." Mulut Roni agak kelu saat memanggil Safa dengan sebutan Bu. Karena sekilas usianya tak jauh berbeda dengannya. Tapi mengingat kini ia dipekerjakan oleh Safa di rumahnya, mau tak mau ia harus memanggil wanita itu dengan sebutan yang sopan.

Safa selesai mendandani anaknya. Lalu mereka menuju ke meja makan. "Aku nggak mau sarapan," tolak Willa ketika Safa menyodorkan sesendok nasi ke mulutnya.

Safa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ya sudah buat bekal saja!"

Lalu ia mengantar Willa ke depan. "Bawa mobilnya hati-hati ya," pesan Safa pada sopir barunya. Tak lupa ia mengulas senyum ramah. Roni mengangguk paham. Ia segera mengalihkan pandangannya dari wajah cantik Safa. Kalau boleh jujur jantung Roni berdebar ketika melihat senyum indah janda beranak satu itu.

Setelah itu, Roni melajukan mobilnya ke sekolah Willa. Ini untuk pertama kali Roni mengantar Willa ke sekolahnya. Ia hanya diberi petunjuk oleh Safa dibantu Willa yang memberikan arahan pada sopir barunya. Meski ia masih kecil tapi ingatannya sangat kuat.

Di hari pertama Roni mengantarkan Willa tak begitu buruk. Ia bisa sampai di depan sekolah Willa tepat waktu.

Roni turun dari mobil lalu semua orang memperhatikannya. Karena wajahnya yang rupawan membuat semua orang kagum dan tidak bosan memandang wajah tampan itu.

Safa berhasil mengembalikan ketampanan Zidan dalam bentuk yang berbeda setelah Zidan menjalani operasi plastik.

"Willa, itu siapa?" Tanya salah seorang wali murid dari teman sekolah Willa. "Omnya ya?" Imbuhnya.

Willa menatap laki-laki yang tersenyum padanya itu. "Bukan, dia papaku," jawab Willa sekenanya. Roni jadi terkejut mendengarnya.

Willa tidak suka Roni menjadi pusat perhatian ibu-ibu itu. Entah kenapa Willa merasa cemburu.

"Om Roni tunggu di sini aja, jangan masuk. Nanti digodain ibu-ibu itu." Willa menoleh sekilas ke arah ibu-ibu itu lalu beralih ke Roni.

"Oh ya, besok pakai pakaian yang rapi. Kalau mau jadi papaku nggak boleh berpenampilan jelek," seloroh Willa. Lalu ia melenggang masuk ke dalam kelasnya.

Roni agak bingung dengan omongan anak kecil itu. Tapi ia tak ambil pusing. Roni menunggu di mobil. Sambil menghabiskan waktu, ia tidur di mobil sampai jam pelajaran Willa selesai.

Waktu pun berlalu.

Tok tok tok

Suara ketukan itu mengagetkan Roni. Ia melihat anak majikannya sudah berada di depan mobil. Ia pun bergegas membukakan pintu. "Maaf om ketiduran," ucapnya membela diri.

Semenjak itu Roni selalu mengantar jemput Willa. Selain itu, ia bersedia menjadi pengasuh sementara Willa sampai Safa menemukan pengasuh yang baru. Willa juga menyukai Roni. Ia seolah menemukan papa baru.

Suatu hari ketika mantan suami Safa akan main ke rumahnya untuk menemui Willa, ia tak sengaja melihat seorang laki-laki asing bermain dengan putrinya di halaman. "Siapa laki-laki itu?" Gumam Willy, mantan suami Safa sambil mengepalkan tangannya.

Ia tak suka ketika melihat anaknya akrab dengan laki-laki lain. "Apa Safa sedang menjalin hubungan dengan laki-laki itu?" Batinnya.

Padahal menurut informannya, Safa tidak sedang dekat dengan laki-laki manapun. "Lalu siapa dia?" Pikir Willy.

...♥️♥️♥️...

Mampir ke novel temen aku ya

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

masa keluarganya gk nyariin,,ap jauh bgt kecelakaannya sampe gk tau 🤔

2023-11-23

0

Ririe Handay

Ririe Handay

keluarga Zidan bagaimana itu

2022-12-06

0

👑Ria_rr🍁

👑Ria_rr🍁

tebar pesona dengan bunga mawar dulu aaah🥰

2022-12-01

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!