Kena Prank

Safa mulai canggung setelah Zidan terang -terangan menembaknya.

"Apa maksud perkataanmu?" Tanya Safa memastikan.

"Maksudku, dulu aku juga pernah menjadi pengasuh Willa kenapa tidak meminta tolong padaku juga?" Terang Zidan.

"Kenapa denganku? Kenapa aku kecewa mendengar penjelasannya?" Batin Safa.

"Owh, aku kira apa," jawab Safa.

Zidan mengulas senyum tipis karena berhasil mengerjai Safa. Sebenarnya ia benar-benar mengungkapkan perasaannya pada Safa tapi Zidan pura-pura becanda mengenai pertanyaannya itu. Zidan takut kalau Safa menolaknya. "Mungkin begini lebih baik," pikir Zidan.

Safa terlihat mengaduk-aduk minumannya dengan sedotan. Wajahnya juga cemberut.

Lalu seorang wanita paruh baya berhenti di samping meja Safa. "Bu dokter? Lagi sama suaminya ya?" Sapa salah seorang pasiennya.

"Uhuk," Zidan terbatuk mendengar omongan ibu-ibu yang tak dia kenal.

Safa reflek menyodorkan air putih pada Zidan. Ia terlihat panik. "Kenapa mukamu panik begitu?" Tanya Zidan usil. Ibu-ibu tadi pergi begitu saja tak mau mengganggu keduanya.

"Ah aku hanya takut kau mati mendadak, aku tidak mau berurusan dengan polisi karena kau sedang makan denganku" jawab Safa random. Ia jadi salah tingkah. Mukanya merah ketika ketahuan memberikan perhatian pada Zidan.

"Ah aku seperti kena prank hari ini," geram Safa dalam hati.

"Apa jam makan siangmu sudah berakhir? Kembalilah ke kantormu, aku juga masih punya pasien." Safa mengusir Zidan.

Zidan menahan tawa ketika ia berhasil mengerjai Safa. "Baiklah, tapi sepertinya aku akan sering-sering ke sini. Persiapkan dirimu untuk selalu menerimaku." Zidan berdiri lalu pergi meninggalkan Safa begitu saja.

Safa mengerutkan keningnya. "Dasar laki-laki aneh," umpat Safa karena kesal.

Safa kembali ke ruangannya. Ia memegangi dadanya yang berdegup kencang. "Ah laki-laki itu benar-benar membuatku salah tingkah. Dulu aku tak seperti ini pada Willy. Andai saja aku lebih dulu bertemu dengannya pasti aku tidak akan menjadi janda seperti sekarang ini." Ada sedikit rasa penyesalan di hati Safa karena pernah menjatuhkan pilihan pada Willy.

Dulu Safa sangat mencintai Willy. Namun, cintanya hilang setelah Willy mulai mengkhianati cintanya karena berselingkuh dengan wanita lain. Bagi Safa itu sebuah kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Maka dari itu ia memilih berpisah dengan Willy.

Selly berjalan ke ruangan Safa. Dia memang tidak memiliki teman, tapi bersama Safa ia selalu merasa nyaman. Setiap kali ia selesai praktek, Selly selalu ke ruangan Safa seperti anak ayam yang mencari induknya.

Selly membuka pintu dengan perlahan. "Dah gila tu si Safa masak senyum-senyum sendiri," protes Selly yang memperhatikan temannya dari ambang pintu.

Lalu ia masuk begitu saja ke ruangan Safa. "Ada apa lagi?" Tanya Safa pada Selly.

"Aku belum pernah melihatmu seceria ini, padahal kamu lebih sering murung setelah perpisahanmu dengan Willy."

Safa menggedikkan bahu. "Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa perasaanku sangat nyaman," balas Safa sambil mengulas senyum malu-malu.

"Apa kamu suka ya sama bekas supirmu itu?" Tanya Selly.

"Hoamm aku ngantuk, aku mau pulang cepat hari ini," Safa mengalihkan pembicaraan. Ia berdiri lalu melepas jas kedokterannya.

"Ah capek apa? Bukannya dokter bedah plastik itu jarang mendapatkan pasien." Ledek Selly.

"Ya deh, yang dokter spesialis saraf. Sana urusi pasien-pasienmu," usir Safa pada Selly.

"Sialan," umpat Selly yang kesal tapi malah membuat Safa tertawa melihat Selly mengerucutkan bibirnya seperti itu.

Selly pun keluar dari ruangan Safa. Safa pulang cepat hari ini karena sudah tidak ada jadwal. Safa berjalan menuju ke tempat parkir. Ia akan menjemput Willa di tempat penitipan anak.

*

*

*

"Terima kasih sudah menjaga Willa," ucapnya pada petugas di tempat penitipan anak.

"Bu anaknya sepertinya sedang sakit. Tapi tadi sudah saya minumi obat."

Safa melihat Willa tak bersemangat. Lalu ia menyentuh dahi Willa. "Ternyata kamu demam?"

Safa pun menggendong Willa dan membawanya masuk ke dalam mobil. Ia menyetir dengan perlahan.

Sesampainya di rumah, Safa membuka baju seragam Willa lalu mengganti dengan kaos rumahan. Safa setia menemani anaknya. Sesekali Safa mengompres dahi anaknya dengan air hangat. Ia merawat anaknya dengan telaten. Karena kecapekan Safa ikut tertidur sambil memeluk anaknya.

Safa tak sengaja terbangun pada dini hari. Lalu ia mengecek suhu badan Willa. "Alhamdulillah sudah turun, semoga besok pagi kamu sudah bisa bersekolah." Ia mengusap pipi anaknya sayang.

Setelah itu ia turun ke dapur. Tenggorokannya terasa haus sehingga janda beranak satu itu mengambil air minum. Rumahnya terlihat berantakan. "Ah sebaiknya aku cari asisten rumah tangga secepatnya."

Lalu sebuah pesan masuk ke handphone nya. "Belum tidur?"

Safa tak menghiraukan. "Dasar orang iseng, jam segini tanya aku sudah tidur apa belum?" Safa meletakkan kembali handphonenya.

Layar handphone kembali menyala. "Kamu tidak membalas? Oh ya save nomorku, Zidan."

"Assial bagaimana dia bisa tahu kalau aku belum tidur?" Gumam Safa.

"Hoamm aku sangat mengantuk padahal masih ada yang belum aku kerjakan, tapi Willa juga sedang sakit, bagaimana ini?" Safa mengacak rambutnya. Ia kebingungan mengatur jadwal.

Akhirnya Safa milih untuk mengerjakan tugasnya dulu. Namun sebelumnya ia cuci muka agar mukanya tampak segar. "Aku masih terlihat cantik," puji Safa pada dirinya sendiri ketika tengah bercermin usai mencuci mukanya. "Aih, kenapa aku tiba-tiba genit begini?" Gumam Safa kemudian.

Ia mengambil laptop dan mengerjakan tugas sambil menjaga Willa. Ia menatap iba pada putrinya. "Maafkan bunda yang tidak bisa memberikan kasih sayang sebanyak yang kau inginkan. Tapi bunda janji kalau bunda akan selalu menjagamu meski keluarga kita tidak utuh."

Keesokan harinya, Safa bangun kesiangan. Jam alarm sudah berbunyi dari tadi. Tapi Safa tak mendengar sebab ia baru tidur menjelang subuh tadi.

"Aih aku kesiangan," rutuknya. Lalu ia melihat Willa masih tertidur. Ia sempatkan mengecek suhu badan anaknya. "Kok demam lagi?" Safa pun mengambil kompresan untuk Willa.

"Nanti kita ke rumah sakit saja ya, nak," ucapnya khawatir.

Tin tin

Terdengar suara klakson mobil di depan rumahnya. "Siapa yang datang pagi-pagi begini," Safa mengacak rambutnya kesal.

Lalu ia melihat dari balkon kamarnya. "Aaa kenapa dia datang pagi-pagi sekali sih?" Safa menyembunyikan wajahnya karena malu saat Zidan melambaikan tangan. Sedang dirinya masih memakai baju tidur.

"Aku tunggu di bawah cepatlah turun!" Teriak Zidan.

"Dasar orang aneh, tetanggaku bisa salah paham kalau begini, ish merepotkan saja." Akhirnya Safa memilih turun dan membukakan pintu untuk Zidan.

"Masuklah, aku akan bersiap-siap dulu."

"Kau kesiangan? Willa mana?" Tanya Zidan.

"Dia demam, aku akan membawanya ke rumah sakit untuk diperiksa hari ini," jawab Safa. Zidan merasa khawatir.

"Cepat sedikit mandinya, aku tidak mau Willa kenapa-kenapa."

"Lah kenapa jadi dia yang ngatur sih," Safa diam-diam mencibir.

Kurang dari tiga puluh menit, Safa sudah rapi. Ia memakai blus dan bawahan celana kain, serta menggerai rambutnya yang panjang. Zidan tampak terpesona melihat kecantikan janda beranak satu itu.

"Cantik."

...♥️♥️♥️...

Sambil nunggu up mampir juga ya ke karya temanku, jangan lupa klik favorit dan like

Terpopuler

Comments

Ririe Handay

Ririe Handay

tersepona nih

2022-12-06

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!