Dua hari sudah, Caraka menunggu Chiara yang ia harap bisa mengubah keputusannya. Namun, gadis itu tidak memberi kabar sama sekali hingga siang ini, membuat Caraka kian gelisah.
Acara pertunangan yang akan dimulai setelah sholat Zuhur itu sepertinya akan tetap berlangsung.
Caraka memijat keningnya. Ia duduk bersandar di sofa dan menengadahkan kepalanya yang terasa pening. Pertunangan yang ia harapkan dibatalkan sendiri oleh Chiara ternyata tidak sesuai ekspektasinya.
Chiara gak ada kabar. Apa ini berarti dia tetap melanjutkan pertunangannya?
Kalau aku tunjukkan rekaman itu padanya, maka aku akan merasa bersalah karena dia mengatakan bahwa ia bahagia.
Aku gak mungkin tega membiarkan kebahagiaan itu sirna begitu saja.
Aku nyerah. Padahal saat di restoran malam itu, aku yakin Chiara memberikan penilaian buruk pada teman-teman Daffin.
Dan ku kira Chiara cukup pintar untuk menilai Daffin yang kemungkinan sama bejatnya seperti teman-temannya. Batin Caraka.
"Huuh! Aku harus gimana?" Keluhnya.
"Kalau aku menunjukkan rekaman itu pada keluarga Rion, lalu Rion menjadikan rekaman itu sebagai alasan untuk membatalkan pertunangan, sama saja aku mematik api permusuhan dengan Daffin, anak orang kaya itu." gumam Caraka.
"Karir dan semua kehidupanku bisa hancur berantakan karena kekuasaan pak Abraham yang mungkin saja memblock seluruh rumah sakit agar tidak menerimaku."
"Huuh!"
"Dan Sabella? Jika video itu sampai ke media, bisa hancur karirnya."
"Dari video itu, Sabella sepertinya tulus mencintaiku, tapi aku gak mungkin bisa nerima dia karena aku gak cinta."
"Aarrgh!" Caraka mengacak rambutnya kasar. Ia seperti orang gila.
"Bukti udah ada bang! Kenapa masih mikir seribu kali sih?" Shaka tiba-tiba datang dan duduk di samping Caraka.
Caraka langsung menatap pria yang sudah terlihat rapi dengan kemeja batik dominan warna biru dongker itu.
"Kalau jadi aku, langsung temui Rion dan sat set sat set..." Shaka menggerakkan tangannya asal di udara. "Beres!"
"Pertunangan dibatalkan! Dan abang bisa deketin Chiara lagi!"
Caraka menaikkan kakinya di sofa, dan duduk bersila di depan Shaka. "Gak sesimple itu, Shaka!"
"Bagaimana kalau Daffin gak terima soal video itu?"
"Aku bisa kena imbas dan kamu serta Syakilla juga."
"Dia itu anak orang kaya, Shak!" Caraka menekankan pada Shaka yang menganggap semua itu tidak akan berbuntut panjang. Padahal, sekali peluru di lepas, maka serangan dari lawan tidak akan pernah terduga.
Shaka tertawa. "Hahahah. Takut nih ceritanya?" Shaka malah mengejeknya.
"Ck! Malah ketawa!" Caraka kesal.
"Lebih berkuasa mana? Om Ray atau orang tua Daffin?" tanya Shaka membuat Caraka menatapnya heran.
"Masih seujung kukunya om Ray kan, Bang?" tanya Shaka.
"Aku udah cari tahu, perusahaan mereka bergerak di bidang apa saja."
"Dan semua usaha mereka, masih jauh dibawah perusahaan Danadyaksa yang udah 4 keturunan." Shaka tertawa.
"Jadikan om Ray sama Rion sebagai tameng!" Shaka menjadi kompor meleduk.
"Dikeluarin dari rumah sakit, bisa masuk ke Rumah sakit Danadyaksa!"
"Selagi kasusnya bukan malpraktek, kayaknya gak akan berpengaruh besar sama pekerjaan abang!"
"Justru itu, Shaka! Aku takut cara licik yang mereka pakai untuk menjatuhkan suatu saat nanti!"
"Papa dan mamaku gak berkuasa seperti om Ray dan ayah kamu!"
"Ck!" Shaka berdecak. "Om Abi kan pensiunan dari angkatan bersenjata."
"Bisa kali cuma tarik pelatuk dan cusss!" Shaka membuat adegan menembak dengan ibu jari dan telunjuknya.
"Tembak deh anu-nya si Daffin!"
Caraka menendang lutut Shaka yang ia lipat diatas sofa sedangkan satu kakinya menjuntai ke bawah.
"Malah makin ngaco!"
"Hahahah...." Shaka terbahak.
"Siniin deh rekaman itu!" Pinta Shaka membuka telapak tangannya di depan Caraka dengan jemari yang bergerak.
"Biar aku yang urus!" lanjut Shaka.
Caraka menggeleng. "Kelakuan kamu out of the box! Gak ketebak!"
Shaka tertawa. "Aku kan cuma melakukan apa kata hatiku. Apa yang menurutku benar!"
"Dih! Yang begini kok ya bisa mimpin perusahaan pertambangan sih?" Caraka bergumam kesal. Ia bersandar di sofa dan tidak lagi duduk menghadap ke arah Shaka.
"Anggap aja karena aku selalu hoki, Bang!"
"Dari tadi Shak?" tanya Sora yang baru keluar dari kamarnya. Wanita itu sudah bersiap dengan gamis syar'inya.
"Belum lama, tante!" jawabnya.
"Loh, belum dikasih minum sama Caraka?" tanya Sora lagi.
"Gak usah, Ma! Dia bisa ambil sendiri!" Jawab Caraka.
Sora hanya menggeleng sambil tersenyum kecil. Persahabatan mereka membuat Shaka atau yang lainnya terbisa mengambil makanan apapun di dapur dengan bebas. Dan Sora tidak masalah akan hal itu.
"Sebentar, ya Shaka! Syakillahnya masih siap-siap."
"Om Abi juga belum pulang dari masjid. Biasanya memang agak lama karena suka ngobrol sama warga sekira." Sora duduk di depan Caraka.
"Iya tante, gak apa-apa. Tadi habis sholat langsung kesini. Itu juga Sholatnya di masjid terdekat dari komplek! Jadi lebih cepat sampai." Shaka sempatkan diri utnuk sholat di masjid luar komplek karena bertepatan dengan selesainya azan.
"Gak ikut, Ka?" tanya Sora pada putranya yang masih memakai celana boxer dan kaos oblong.
Caraka menggeleng. "Entar aku nyusul deh, Ma. Gak tau kenapa aku mager banget hari ini."
Shaka mencebikkan bibir, dia diam-diam mencibir pria disebelahnya.
Sora tersenyum simpul. "Semakin kamu gak hadir, semakin kamu sulit menerima kenyataan, Nak!"
"Ayo datang dan hadapi!" perintah Sora.
Caraka menatap mamanya. "Apa yang harus dihadapi, Ma?"
"Ya pertunangan ini!" jawab Sora.
"Buktikan bahwa kamu kuat! Buktikan kalau kamu ikhlas melihat ia bersama pria lain!"
"Mama tahu soal aku sama Chiara?" tanya Caraka karena yang ia tahu, mamanya hanya tahu hubungan antara dirinya dan Sebella.
Sora mengangguk. "Kamu anak mama, Nak!"
"Sakit rasanya, ma!" keluh Caraka.
"Lagi pula, semua orang taunya aku sama Sabella!" keluh Caraka lagi.
"Ayolah bang! Genderang perang belum ditabuh, dan abang udah nyerah."
"Anak tante payah!" Ejek Shaka.
"Gak usah ngomong kamu, Shak?" potong Caraka. "Kamu aja belum move on!"
Shaka menatap tajam Caraka. Ia menjulurkan lidah. "Wleeeeh!"
"Kata siapa?" tanyanya dengan wajah meremehkan Caraka.
"Aku memang belum dapat gantinya, tapi dia udah gak ada lagi di hatiku."
"Dia udah nikah dan memilih laki-laki lain."
Caraka menghela nafas. "Sepertinya aku harus ikuti jejak kamu, move on!"
"Ck!" Shaka berdecak. "Terserah deh! Kita itu beda kasus, Bang!"
Syakilla turun dari lantai dua, berbarengan dengan Abi yang baru pulang dari masjid. Pria paruh baya itu sudah siap dengan pakaianya. Dan mereka bisa langsung berangkat ke rumah Rion.
"Kamu sama Syakilla, Shak?" tanya Sora.
Shaka mengangguk. "Atau tante mau semobil bareng kita?" tanya Shaka.
"Enggak! Tante mau jemput kakek sama nenek!" Jawab Sora. Ya, kedua orang tua Sora tinggal di sebelah rumah mereka. Keduanya memilih hidup hanya berdua di usia senja mereka.
Keduanya terkadang juga datang ke rumah Sora, tapi tidak betah karena tidak ada anak-anak seperti di rumah Akhtar, yang terkadang ramai dengan cucu-cucunya.
Mereka pergi meninggalkan Caraka yang sedang galau.
"Oh God! Semoga jomblo ngenes yang cuma meringkuk di sofa itu diculik sama tante-tante girang!" teriak Shaka saat ia hampir keluar dari pintu depan.
"Aku gak takuuut!" jawab Caraka kesal.
Shaka keluar rumah sambil terkekeh. Syakilla juga ikut tertawa karena kelakuan dua orang dewasa yang seperti anak-anak itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Muna Poenya
Shaka aku support kamu 😁😁
2022-09-11
1
Andi Syafaat
lanjut
2022-09-11
1
Andi Muh.taufik Andi sayyid
.......
2022-09-11
4