Sebuah universitas ternama...
"Masih terlalu siang untuk pulang ke rumah!" Syakilla duduk di dalam mobilnya. Jadwal mengajarnya siang ini sudah selesai.
"Bagaimana jika R cafe?" Ia bermonolog.
"I think, no!" Dia menggeleng. "Gak ada yang menarik di sana."
"Chiara?" Ia tersenyum kecil.
"I think, yes!" Syakilla langsung mengambil ponselnya dan menghubungi Chiara, sahabat yang usianya berbeda tiga tahun darinya.
"Hallo, Chi. Lagi dimana?" tanyanya saat Chiara menjawab panggilannya.
"Di rumah sakit, Sya! Ada apa?" tanya Chiara lagi.
"Lunch bareng yuk! Ada waktu gak?"
"Ehm... boleh deh. Aku juga udah jam istirahat nih." jawab Chiara.
Syakilla tersenyum lebar. "Oke. Ku jemput, ya!"
"Jangan, Sya!" tolak Chiara. "Ketemu di cafe X aja deh. Aku bawa mobil kok. Lagian kejauhan kalau kamu jemput aku dulu di rumah sakit."
"Oke. Aku otw kesana!"
Syakilla melajukan mobilnya menuju cafe yang Chiara maksud. Mereka memang pernah makan di sana, beberapa kali.
Syakilla menyayangi Chiara seperti adiknya sendiri. Mereka memang akrab, karena hubungan keluarga yang terjalin dari pernikahan Rion dan Bintang.
"Kasian Chiara, kalau seandainya Daffin benar-benar cowok gak bener!" gumamnya kesal.
"Bagaimana caranya agar aku dan bang Caraka bisa membuktikan kebusukan Daffin sebelum pertunangan mereka berlangsung?"
"Apa ku ajak saja Chiara untuk menyelidiki pria itu?"
"Ehm, enggak deh! Entar, dia fikir aku mau menjelekkan Daffin supaya dia menerima abangku!"
Syakilla berhenti di sebuah cafe yang dimaksud Chiara. Ia masuk ke dalam dan sudah menemukan Chiara duduk di meja nomor 6.
"Hai Chi..." Keduanya saling peluk. "Thanks ya udah luangin waktu untukku yang gabut gak tau mau ngapain ini!"
Chiara tertawa. "Apaan sih, Sya! Dosen muda bisa gabut juga?" Mereka duduk berhadapan.
"Hahaha... bisa dong! Apa lagi kalau ketemu mahasiswa yang bikin panas dingin!" Syakilla tertawa.
"Wah, jangan-jangan bakalan ikuti jejak kak Bi sama bang Rion nih!" balas Chiara.
"Terima kasih, mbak!" ucap Syakilla pada pelayan yang memberikan buku menu. Keduanya langsung memesan makanan dan minuman yang mereka inginkan. Syakilla kembali memberikan buku menu pada pelayan itu.
"Sampai mana tadi?" tanya Syakilla. "Ah ya, jejak kak Bi sama Rion ya?" Syakilla kembali ingat obrolan mereka yang sempat terpotong tadi.
Chiara mengangguk. "Siapa tahu kan?"
"Ck! Kayaknya enggak deh, Chi!" Syakilla menggeleng.
"Kenapa? Kan enak tuh dapet berondong!"
"Kalau sama berbondong, aku enggak deh. Kalau sama temen deket atau keluarga sendiri, kayak mereka, aku malah gak apa-apa."
Chiara tertawa. "Kamu mau sama siapa? Semua udah punya partner kecuali...."
"Hahahah... Mas Shaka!" Chiara tertawa saat menyebut nama Shaka. "Cuma dia yang jomblo!"
Syakilla tertawa pelan. "Abang ku juga lagi jomblo, Chi!" ucap Syakilla miris. "Gak cuma Shaka."
Chiara diam. Ia merasa salah bicara. Ia takut Syakilla berfikir terlalu jauh karena ia lebih memilih pria lain dibanding abang dari gadis itu.
"Tapi kalau boleh jujur. Aku lebih pilih Shaka sih dibanding pria berondong, apalagi yang baru ku kenal."
Chiara mengerutkan kening menatap Syakilla yang lebih memilih Shaka. "Kenapa gitu?"
"Karena baik buruknya Shaka, aku udah tahu. Siapa orang tuanya. Bagaimana keluarganya? Dan seenggaknya aku tau dia gak bobrok-bobrok amat!" Syakilla tertawa dan Chiara juga.
"Daripada aku pilih pria lain yang baru ku kenal. Aku gak tau bagaimana kehidupan keluarganya. Aku gak tau kebiasaannya sebelum kenal aku."
"Aku gak tau sisi lain dari dirinya. Apalagi aku gak berada dalam satu lingkaran pertemanan yang sama, sama dia."
"Banyak lagi deh! Lebih beresiko salah pilih, menurutku."
Chiara terdiam. Ia merasa apa yang Syakilla katakan ada benarnya. Ia memilih Daffin hanya karena pria itu begitu serius dan gantle saat menyatakan perasaan padanya, juga saat meminta restu dari papinya.
Chiara merasa dirinya dibutakan dengan kalimat Daffin yang mengatakan bahwa setelah menikahpun ia dibebaskan untuk tetap melanjutkan pendidikan. Padahal itu masih katanya. Jika sudah menikah nanti, belum tentu pria itu akan menepati semua janjinya.
Benar kata Syakilla, kalau menikah dengan orang yang kita kenal, kita sudah tahu semua mengenai orang itu. Kita tahu baik buruknya. Seperti kak Bi yang sudah begitu faham dengan betapa bobr*oknya bang Rion dulu.
Lagi pula, aku dan Daffin juga gak berada dalam satu circle pertemanan yang sama. Daffin bahkan gak pernah ajak aku untuk berkumpul atau sekedar hang out bersama teman temannya.
Ternyata aku belum mengenal Daffin dengan baik. Banyak hal yang belum ku ketahui tentang pria itu.
Dimana dia jika sedang tidak bekerja. Dimana dia biasanya menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Bagaimana jika dia hobi ke club malam? Bagaimana kalau dia suka minum-minum?
Chiara merasa semakin ragu padahal pertunangannya tinggal 6 hari lagi. Ia menyesali keputusannya yang terlalu cepat. Ia menyesal terlalu cepat setuju dengan ide pertunangan ini.
Mendadak Daffin seperti pria dalam lemari kaca yang hanya ia lihat luar. Ia tidak tahu bagian dalam dan dibelakang pria itu ada apa saja.
Dia langsung mengatakan ya, hanya karena papinya dan Rion mengatakan bahwa Daffin pria yang sopan dan pekerja keras.
"Ngelamun, Chi?" Syakills membuyarkan lamunannya.
"Eh... Enggak! Lagi mikir aja. Kamu kayaknya cocok sama Mas Shaka itu!" Chiara tertawa hambar karena takut Syakilla menyadari bahwa ia meragukan Daffin.
Syakilla tertawa. "Yang ada aku berantem melulu sama dia, Chi!"
Aku tahu, kamu mulai berfikir bahwa apa yang ku katakan ada benarnya, Chi. Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan? Aku tahu, kamu ragu sama Daffin. Batin Syakilla.
***
"Kapan-kapan ajak aku kumpul bareng teman kamu dong, Mas!" pinta Chiara pada calon tunangannya melalui telpon.
Sepulang dari makan siang tadi, obrolannya dengan Syakilla masih terngiang ditelinga bahkan tak mau hilang dari fikirannya.
Ia ingin mulai belajar mengenal Daffin lebih jauh hingga ia menghubungi pria itu. Daffin bukan pria romantis yang mengirimkan pesan cinta setiap harinya.
Daffin cenderung realistis dan Chiara suka pria yang demikian. Pria yang bicara apa adanya tanpa dibuat-buat dan apalagi menggombal terlalu sering.
Daffin dan ia selalu membahas mengenai pekerjaan, aset dan juga hal-hal serius lainnya.
Daffin juga tidak pernah menelpon atau melakukan video call hingga larut malam seperti pasangan muda lainnya.
"Tumben kamu minta hal seperti ini dariku, Chi?" tanya Daffin penuh selidik.
"Ya kan, aku calon istri kamu, Mas!" Elak Chiara agar ia tak dicurigai bahwa keingintahuannya mengenai kehidupan Daffin begitu besar.
"Aku juga perlu tahu, siapa saja teman main kamu, teman nongkrong dan sahabat dekat kamu."
"Aku juga ingin tahu, kemana biasanya kalian hang out! Jadi kalau udah nikah nanti, aku tahu harus cari kamu kemana kalau seadainya kamu lagi ngambek." Chiara tertawa, ia mencoba membawa pembicaraan ini agar terdengar lebih ringan.
Daffin ikut tertawa. "Oke... bagaimana kalau besok malam? Aku akan ajak kamu makan bareng teman-temanku."
"Boleh. Besok malam ya... Janji?"
"Iya aku janji!"
"Chi, udah dulu ya sayang... papa ngajak aku meeting di ruang kerjanya nih."
Chiara mengerutkan kening. Meeting dengan papanya di jam 9 malam ini? Apa tidak ada waktu lain, begitulah yang Chiara fikirkan.
Tapi ia mencoba percaya. "Ya sudah. Sampai ketemu besok malam, Mas!"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Rini Haerani
Meeting sama C Sabela pasti
2022-11-17
0
Nur Denis
meeting sama yg lain mingkin si daffin😒
2022-09-05
1
Andi Muh.taufik Andi sayyid
.... ...
2022-09-05
2