Caraka turun dari mobil bersama Sabella. Gadis itu mengaku baru pulang sore tadi dan Caraka mencoba percaya saja.
Mereka turun di parkiran sebuah restoran mewah. Sabella terus tersenyum saat Caraka membawanya ke sini. Dia sudah besar kepala dan merasa diatas angin.
Bertahun-tahun, Sabella bertahan bersama Caraka karena ia masih berharap bisa kembali dengan pria ini. Ia mengisahkan kisah sedih yang tidak pernah terjadi sama sekali pada dirinya.
Ia memang yatim piatu. Ia memang sebatang kara, tapi hidupnya tidaklah kesepian seperti yang ia ceritakan pada Caraka.
Ia hidup penuh kebebasan. **** dan minuman keras menjadi hal biasa baginya, tapi itu dibelakang Caraka.
Jika di depan pria itu, ia akan terlihat layaknya seorang gadis baik-baik. Alasannya hanya satu, Sabella ingin Caraka tetap bersamanya dan kelak menikah dengannya.
"Kita masuk!" ajak Caraka. Mereka berjalan berdampingan. Tidak saling gandeng, apalagi saling peluk.
Caraka tetap menjaga imagenya. Ia seorang dokter yang sewaktu-waktu bisa dikenali oleh siapapun, entah itu pasiennya atau sesama profesi dokter.
Sabella juga tetap menjaga agar media tidak mengendus keberadaan Caraka. Jika pria itu sampai tercium oleh media, maka ia akan benar-benar kehilangan Caraka.
Sabella bukan tidak tahu hubungan mereka ditentang oleh keluarga dan kerabat dekat Caraka, tapi ia pura-pura tidak tahu agar ia dan Caraka tidak berdebat dan akhirnya terpisah.
Sabella memakai kaca mata tebal dan masker. Terlalu berlebihan memang, namun demi Caraka, ia rela wajah cantiknya tidak terlihat.
"Duduk, Bel!" Caraka menarik satu kursi untuk gadis itu. Dibelakang mereka tampak beberapa pasangan yang bergabung dalam satu meja besar.
Mereka terdengar ramai dan seru. Saat Caraka melihat kebelakang, ia tersenyum puas. Ada Chiara disana, bersama Daffin dan teman-teman pria itu.
Caraka menghampiri meja mereka, dan Sabella tampak kebingungan.
"Chiara...!" Sapa Caraka dan semua mata tertuju padanya, pria dengan kemeja yang digulung lengannya hingga siku.
"Bang Caraka..." gumam Chiara.
"Boleh gabung, gak?" tanya Caraka.
Chiara menatap Daffin, sementara Daffin melihat teman-temannya dan mata mereka saling memberi kode.
Daffin mengangguk. "Ya, silahkan. Masih muat kok tempat duduknya."
Caraka memang melihat masih ada dua sofa bulat tanpa sandaran yang masih kosong. Caraka menghampiri Sabella dan mengajak gadis itu bergabung.
Sabella sudah membuka maskernya, dan kaca mata bening nan tebal seperti milik si cupu dalam dunia novel bertengger di hidung mancungnya.
Sabella dan Daffin memandang dengan tatapan penuh makna. Keduanya terlihat canggung dan sedikit salah tingkah.
Mereka saling berkenalan. Teman-teman Daffin sepertinya tidak mengenali Sabella yang berprofesi sebagai model.
Sorry Bel, sebenarnya aku gak tega lihat ketegangan di wajah kamu. Maaf kalau apa yang ku lakukan ini membuatmu berada dalam situasi sulit.
Yang terpenting, targetku bukan kamu, tapi Daffin. Dan aku hanya menggunakan kamu sebagai umpan. Batin Caraka.
Sabella terlihat beberapa kali memperbaiki posisi duduknya. Padahal obrolan mengalir begitu saja. Teman-temab Daffin bahkan beberapa kali bertanya mengenai Caraka.
Sementara Chiara yang sedari tadi merasa kurang nyaman dengan obrolan teman-teman Daffin merasa sedikit lega, karena kehadiran Caraka. Meskipun ia tidak ingin bertemu pria itu yang ia yakin akan meminta penjelasan darinya soal keputusannya untuk bersama Daffin.
Chiara sedari tadi terjebak dalam obrolan tak berfaedah diantara teman-teman Daffin. Dan berulang kali Daffin meminta padanya agar tidak diambil hati karena teman-temannya hanya bercanda.
Chiara bisa menerima, obrolan mereka memang ngawur entah membahas apapun sambil tertawa. Tapi mata Chiara belum rabun saat tanpa sengaja melihat seorang wanita yang duduk diantara dua pria dengan kedua pria tersebut mengelus pa*ha mulus gadis dengan rok mini itu.
Chiara tidak tahu, mengapa obrolan dan tingkah mereka bertolak belakang. Chiara menebak-nebak, apakah semua pembicaraan ini sudah di setting sedemikian rupa untuk menciptakan suasana penuh tawa?
Padahal Chiara melihat tawa mereka juga sepertinya dibuat-buat dan tidak natural.
"Mas, aku ke toilet sebentar ya..." Bisik Sabella dan Caraka mengangguk.
"Sendirian?" tanya Caraka.
Sabella tertawa. "Iya dong! Masa sama kamu!" Sabella melirik Chiara. Ia ingin melihat ekspresi gadis yang dicintai Caraka itu saat ia bersikap manja pada Caraka.
Sabella pergi ke toilet dan mendadak Daffin juga pamit untuk ke toilet.
Caraka tersenyum dalam hatinya. Ia bahkan ingin tertawa melihat kedua manusia yang baru saja pamit ke toilet seperti cacing kepanasan.
"Kamu kenapa bisa ke sini, Bang?" tanya Chiara karena ia tidak menduga akan bertemu Caraka disini.
"Kebetulan aja, Chi." jawabnya cuek.
"Bukan dari Syakilla kan, kamu tahu kalau aku disini?" tanya Chiara penuh selidik.
Caraka menggeleng sambil mengunyah pelan makanan dimulutnya.
"Memangnya dia tahu kamu disini?" tanya Caraka lagi.
Chiara mengangguk. Kemarin malam ia akhirnya menceritakan kepada Syakilla bahwa gadis itu akan bertemu dengan teman-teman Daffin.
Dan sore tadi, Syakilla bertanya, restoran mana yang akan ia datangi. Chiara memberitahu Syakilla, kemana Daffin akan mengajaknya.
"Mungkin dia pengen gabung sama kamu, kali!" jawab Caraka asal.
Caraka melihat lima orang teman Daffin yang tidak memperdulikan keduanya. Dua orang wanita dan tiga orang pria itu malah asyik menarik ulur nafs* mereka sendiri.
Bagaimana bisa tangan si wanita berada tepat di depan resleting celana pria di sebelahnya. Meja dan sofa memang memiliki tinggi yang berbeda, tapi Caraka bukan pria bodo*h yang tidak tahu kemana tangan gadis itu mendarat.
Sementara satu gadis diantara dua pria itu sudah menahan hasrat entah sejak kapan. Wajahnya yang sayu dan berulang kali menggigit bibir bawahnya, membuat Caraka yakin, tangan kedua pria itu sedang bekerja dibawah meja.
Caraka menggeleng pelan. Di depan Daffin mereka seperti sedang memainkan peran, sementara saat Daffin tidak ada, mereka menunjukkan sifat aslinya.
Untung saja, tempat yang mereka duduki ini terletak paling sudut. Dan mungkin itu memang sudah difikirkan Daffin dan teman-temannya.
"Shaka balik sore tadi, soalnya."
Chiara menatap Caraka penuh selidik. "Shaka?" tanyanya dan Caraka mengangguk.
"Mereka juga keluar malam ini, tapi entah kemana," ucap Caraka lagi. "Mungkin Syakilla pengen gabung, tapi tempat ini bukan tempat yang menarik untuk mereka, jadi mereka memutuskan untuk ke tempat lain."
Chiara mengangguk. "Bisa jadi. Shaka kan sukanya lebih ke yang outdor, entah itu alun-alun atau cafe yang ada tempat duduknya di luar ruangan, Bang."
Caraka mengangguk. Ia menyeka bibirya dengan tissu. Ia sudah menghabiskan makanannya dan baru menyadari bahwa Sabella dan Daffin belum kembali.
"Sabella lama banget!" keluh Caraka dan Chiara juga sepertinya batu menyadari bahwa Daffin juga belum kembali.
"Ia, Mas Daffin kuga belum balik dari toilet."
"Daffin biasa begitu, Chi! Dia kalau di kamar mandi lama banget. Habis sabun sebotol baru bakalan keluar!" Ucap pria yang merupakan teman Daffin. Kalimat yang terkesan ambigu, membuat Chiara enggan menanggapinya.
Tapi, entah mengapa keempat teman Daffin yang lain malah terbahak, seolah hal itu sangat lucu. Atau kah memang tersirat maksud lain?
Caraka menarik satu sudut bibirnya. Teman Daffin ternyata lebih gak ada akhlak dari Rion dan Ethan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Nur Denis
bener² gak beres itu semua temennya si daffin🤪
2022-09-07
0
Elviza mela
duhh chiara kamu terlalu polos bgt sih... kasihan kamu chi... semoga ajaa cepet kebongkar kelakuan daffin... ntah itu ketahuan sama rion, nath atau chiara sendiri...
2022-09-06
1
Lihayati Khoirul
kasihan Chiara semoga terbongkar.
dan untuk Rion dan Ethan tidak segitu mah. paling cuma gurauan tapi tidak ada yg seperti itu menjijikan masak di meja saling pegang paha
2022-09-06
1