Setelah berbicara dengan Ray, Caraka berjalan ke arah belakang rumah besar itu bersama Akhtar yang memang memintanya untuk ikut. Mereka duduk di sebuah gazebo yang terpisah dari bangunan rumah itu.
"Hakikatnya, seorang pria memang harus berjuang, Cak!" Akhtar tersenyum.
Ia menatap keponakan yang saat kecil kerap kali ai ganggu dan sering ia gendong seperti pesawat terbang itu.
"Om cukup terpukau sama aksi kamu!" Akhtar tertawa pelan membuat Caraka mendengus kesal.
"Om tahu, kamu suka kan sama Chiara?" Goda Akhtar membuat Caraka menatap Omnya itu.
"Biasa aja kali mukanya." Ejek Akhtar saat melihat Caraka menatapnya tajam.
"Hahah... udah jadi rahasia umum!"
"Suka kok sama orang yang ada di satu circle pertemanan. Nyaman deh di friend zone!" Lanjut Akhtar.
Entah itu cuma statement biasa, nasehat atau ejekan. Tapi yang pasti Caraka baru menyadari hal itu.
Mereka berteman sejak lama. Bahkan sejak gadis itu masih kecil.
"Kenapa diem? Baru sadar kan?" Tanya Akhtar.
Caraka mengangguk. "Iya, Om!"
"Kak Bi sama Rion juga..."
"Beda Caraka!"
"Apanya yang beda, om? Mereka sama-sama dari kecil. Mereka saling kenal sejak lama. Mereka ada di satu lingkaran pertemanan yang sama."
"Dari segi karakter, dan perbuatan dan situasinya." Jawab Akhtar.
"Sejak mengejar Bi, Rion gak pernah main-main sama gadis lain. Sementara kamu?"
Caraka menghela nafas. Lagi-lagi harus dihubungkan dengan Sabella.
"Bukan hanya tentang Sabella." Akhtar seolah mampu membaca isi kepalanya.
"Tapi tentang jarak kalian yang terlalu jauh, Cak!"
"Oke. Om akan kasih kamu contoh sederhana."
"Bintang sama Rion, kita jadikan acuan!"
Caraka mendengarkan Akhtar.
"Dulu, Bi adalah gurunya Rion!" Caraka mengangguk membenarkan.
"Rumah Om, adalah rumah kedua bagi Rion." Ya, karena sejak kecil Rion lebih sering ditinggal bekerja oleh Sania dan Ray.
"Bi tahu betul bagaimana Rion. Dengan siapa saja pria itu dekat. Bi tahu semuanya."
"Ya, meski karena satu kesalahan, Bi memutuskan untuk pergi."
"Tapi kesalahan itu, lagi-lagi bukan karena gadis lain. Tapi karena Rion yang terlalu menggebu untuk bisa bersama Bi."
"Dan kita kembali ke kamu dan Chiara. Kalian punya lingkungan berbeda."
"Saat kamu sudah bekerja, dia masih kuliah. Kamu gak kenal teman-temannya, dan dia juga gak kenal sama teman-teman kerja kamu."
Caraka mulai faham maksud Akhtar. Benar sekali, dia berharap kisahnya akan berakhir sama seperti Bi dan Rion padahal mereka berada di situasi berbeda.
"Oke kalau dia mengenal kamu secara pribadi. Seperti apa sifat kamu, seperti apa cara kamu bicara. Bagaimana kalau kamu marah, kamu ketawa, kamu usil, kamu mengayomi adik-adikmu, kamu asik saat bercanda dan saat kamu serius."
"Dia mungkin tertarik sama kamu. Dia mungkin aja punya perasaan sama kamu."
"Tapi...." Nah ini yang Caraka tunggu.
"Dia belum bisa mempercayakan hatinya pada kamu."
"Dia belum percaya seratus persen dengan perasaan kamu."
"Kamu punya banyak rekan dokter, perawat dan mungkin pasien cantik. Tapi kamu mengejar seorang anak ingusan yang masih ingin mencapai cita-citanya."
"Dia juga mikir kali, Cak! Kamu gak akan sabar nunggu dia."
"Kepala tiga, nungguin gadis 20an. Dia bakal mikir, kamu gak akan sabar nunggu dia."
"Tapi buktinya aku nunggu, Om! Aku bilang ke dia bakalan nunggu sampai dia selesai sama kuliahnya."
"Iya! Tapi sambil main kan?" Maksudnya main adalah Caraka berhubungan akrab dengan Sabella.
"Sesekali ajak ke rumah sakit tempat kamu kerja!"
"Ajak gabung sama teman-teman kamu yang sesama dokter."
"Kalian satu profesi loh. Nyambung lah pasti."
"Stay di friend zone dulu gapapa deh. Kan ada istilah teman tapi menikah!" Akhtar terkekeh.
"Setelah ini, apa mau dia ketemu sama aku, Om?"
Akhtar berfikir sejenak. "Mungkin mau!"
"Mungkin?" Tanya Caraka melihat seolah Akhtar tidak yakin dengan ucapannya.
Bagi Caraka, Chiara tidak membencinya saja sudah syukur Alhamdulillah. Ini malah berharap masih bisa memperjuangkan gadis itu.
"Hahaha..." Akhtar malah tertawa. "Ya mana om tahu, terserah dialah setelah ini mau bagaimana ke kamu!"
"Ih! Kebiasaan!" Keluh Caraka karena Omnya ini tiba-tiba saja tidak bisa serius.
Akhtar diam sejenak. "Kalau Ray sama Rion saja bisa maafkan kamu bahkan berterima kasih sama kamu, apalagi Chiara? Dia yang kamu selamatkan dari pria licik itu."
"Siap-siap deh, dapet kecupan singkat di pipi." Canda Akhtar.
"Mimpi!" Potong Caraka.
"Nah, itu tau!" Balas Akhtar sambil tertawa.
"Cium mah cuma mimpi! Kalau say thanks banyak-banyak udah pasti."
"Tunggu aja sampai dia ngajak kamu ketemu."
Caraka dan Akhtar saling diam sebentar. Caraka sedang memikirkan apa yang Omnya itu ucapkan. Sementara Akhtar hanya senang melihat Caraka yang sedang berfikir.
"Sabella itu sekarang bagaimana?" Sebenarnya Akhtar sudah tahu bahwa Sabella sudah berangkat keluar negeri dari Nath. Putranya itu sempat bercerita saat Ray sedang bicara dengan Caraka tadi.
"Udah ke luar negeri, Om."
Akhtar mengangguk. "Baguslah!"
"Dia yang di video itu kan?" Caraka mengangguk.
"Semoga dia bisa mencari kebahagiaannya." Akhtar menepuk bahu Caraka.
***
Sementara itu di tempat lain.
"Braaaaak!" Daffin melempar lampu tidur di atas nakas ke arah lemari pakaian di kamar hotel tempat dimana biasanya ia melampiaskan kemarahannya dengan menjamah Sabella.
"Sabellaaaa!" Teriak Daffin seperti orang gila.
Sepanjang perjalanan, Daffin menghubungi gadis itu dan nomor ponselnya sudah tidak aktif lagi.
Daffin mencium selimut yang masih tertinggal aroma tubuh wanita yang selalu memuask*annya.
"Sabella! Jangan berani-beraninya kamu pergi dariku!" Geram Daffin. "Aku akan benar-benar menghancurkan hidupmu, Sabella!"
Setelah melampiaskan kemarahannya dengan membanting semua barang-barang di kamar itu, Daffin menenggak bir dan duduk di sofa.
Ia menyalakan Tv dan apa yang ia lihat semakin menyulut emosinya. Kabar kacaunya acara pertunangan dirinya dengan Chiara sudah muncul di tv.
Beberapa orang yang live di media sosial saat acara itu mulai kacau, membuat berita itu gempar seketika.
"Bajing*an kamu Caraka!" Teriak Daffin. Dan saat potongan video dia dan Sabella muncul di tv, ia langsung mematikan benda persegi panjang di dinding itu.
"Aku akan balas semua ini!"
"Apa jangan-jangan kamu sengaja membawa Sabella ke cafe malam itu? Kamu dan Sabella sengaja menjebakku?"
"Atau ini ulahmu sendiri?"
"Apapun itu! Aku berjanji pada diriku sendiri aku akan menghancurkan kalian berdua dengan tanganku sendiri." Daffin mengepalkan tangannya erat. Ia benci keadaan seperti ini.
Ponselnya berdering. Ia melihat nama klien pentingnya muncul di layar. Ia mengabaikannya. Ia tahu, itu adalah satu dari sederet orang orang yang akan menanyakan kebenaran berita itu.
Satu lagi, ponselnya yang lain juga berdering. Panggilan masuk dari Abraham membuatnya menghela nafas.
Ia menggeser icon berwarna hijau. "Ya Dad!"
"Kamu dimana, Daffin?"
"Di hotel!"
"Dasar stu*pid!" Ma*ki Abraham.
"Cepat pulang! Kita harus bicarakan ini dengan penasehat hukum untuk menyelesaikan dampak dari kebodo*han kamu!"
"Daddy urus sendiri! Aku akan membalas dengan caraku sendiri!"
"Daffin! Jangan gegabah!" Teriak Abraham di ujung telpon.
"Kamu sudah cukup mengacaukan semuanya. Bisnis kita sedang terancam karena skandal kamu dan gadis itu!"
"Katakan saja itu hanya editan, settingan, atau apalah!" Ucap Daffin tak kalah keras. Daffin memutuskan panggilan dan melempar asal ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
sintesa destania
ini kan judul novel sebela thors😂
2023-02-21
1
Nur Denis
si daffin pengen tak lempar pke gas 3 kilo deh😡😡
2022-09-14
1
Andi Syafaat
ceritanya makin seru, semangat thor lanjut
2022-09-13
2