Bisa kita bicara hanya berdua, Chi? Aku akan menunggumu jam 5 sore ini di Cafe M.
Chiara membulatkan mata, saat membaca pesan chat dari Caraka yang masuk beberapa detik lalu.
Jam 5 sore nanti, pria itu mengajaknya bertemu di salah satu cafe yang letaknya tidak jauh dari rumah sakitnya.
Kenapa gak di R Cafe aja? Kan disana ada bang Rion atau yang lainnya. Lagi pula untuk apa bang Caraka ngajak aku ketemuan? Batin Chiara.
Chiara berjalan ke ruangan kerja Rion. Ia merasa ada yang perlu ia bicarakan dengan abangnya itu. Jam prakteknya sudah habis, dan ia punya waktu lebih dari satu jam untuk menunggu waktu jam lima sesuai janji temunya dengan Caraka.
Chiara mengetuk pintu ruangan kerja Rion. "Masuk!" Suara dari dalam membuat Chiara membuka pintu ruangan itu.
Ia berjalan masuk dan langsung duduk di kursi yang tersedia di depan meja Rion. Pria beranak dua itu sedang duduk sambil bersandar memperhatikan ekspresi adiknya yang sepertinya sedang banyak fikiran.
"Stress menjelang pertunangan itu biasa, Chi!" ucap Rion pada adiknya. "Jadi, jangan terlalu diambil pusing."
"H-2. Sudah bisalah kalau mau spa dan perawatan."
Chiara melirik Rion. Ia lantas mendekatkan dirinya ke meja dan menopang dagu dengan telapak tangannya.
"Menurut abang, Daffin itu pria seperti apa?" pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Chiara.
Rion mengerutkan kening. Ia menelisik wajah Chiara dan melihat keraguan disana.
"Kenapa nanya begitu, Chi?"
"Jawab aja kali, Bang!"
Rion diam. Ia mulai berfikir mengenai Daffin, yang ia kenal sudah lumayan lama. Selama ia mengurus rumah sakit, Rion sudah mengenal pak Abraham, ayah Daffin. Dan tak berselang lama, urusan kerja sama antara perusahan mereka dan rumah sakit Danadyaksa diserahkan kepada Daffin. Alasan Abraham cukup masuk akal karena agar sama-sama pria muda yang mengurus kerja sama itu.
"Sejauh ini, dia baik."
"Sejauh ini?" tanya Chiara dengan mata memicing curiga.
"Ya... Sejauh ini, dia baik. Dia bertanggung jawab dengan pekerjaannya dan dia juga kelihatan banget kok tertarik sama kamu!" jawab Rion.
"Tertarik sama aku atau sama apa yang aku punya, Bang?" tanya Chiara membuat Rion sedikit tertegun.
Apa yang Chiara punya? Siapapun orangnya, jika mengentahui apa yang dimiliki Chiara pasti ingin mendapatkan gadis itu.
Rumah sakit Danadyaksa, namanya sudah terkenal dimana-mana. Otomatis, pemiliknya juga bukan orang sembarangan dan kekayaannya juga tidak sedikit meskipun rumah sakit itu juga memberi pelayanan kepada orang yang tidak mampu.
"Kenapa abang diem?" tanya Chiara.
Rion menarik satu sudut bibirnya. "Kamu ragu sama Daffin?"
Chiara mengangguk. Lalu ia menceritakan pembicaraannya malam tadi dengan Daffin. Termasuk kelakuan teman-teman Daffin yang bersikap tidak sopan meski dengan cara sembunyi-sembunyi.
Rion mengerutkan keningnya. "Separah itu teman-temannya?" tanya Rion tak percaya.
Chiara mengangguk lemah. Jemari tangannya mengetuk-ngetuk meja kerja Rion.
Rion tidak bicara apapun lagi. Chiara seorang dokter. Dan ia pasti faham bahwa adiknya itu bukan gadis bodoh yang salah menilai kelakuan teman-teman Daffin.
Rion hanya tidak menduga, lingkaran pertemanan Daffin ternyata seburuk itu. Pria dari keturunan kaya itu, ternyata tidak bisa menjaga nama baiknya dengan bijak memilih teman.
Selama ini, Rion hanya tau bahwa Daffin masuk dalam club mobil mewah. Menurutnya hal biasa yang diikuti anak muda dari kalangan atas.
"Jadi, kamu mau batalin pertunangan yang sudah di depan mata ini?" tanya Rion.
Chiara menggeleng. "Biarkan pertunangan ini terjadi dulu, Bang!"
"Aku juga gak punya bukti dan alasan kuat untuk membatalkan pertunangan kami."
"Papi dan Pak Abraham pasti akan kecewa dan aku takut berdampak sama persahabatan mereka. Dan lebih buruk lagi, pada kesehatan mereka."
"Nanti, aku akan cari bukti Bang, setelah pertunangan kami."
"Tolong bantu untuk memperlambat pernikahan," pinta Chiara. "Abang bantu buat papi mengerti, Bang! Pakai alasan apapun, terserah abang!"
Rion mengangguk. "Abang akan bicara sama mami papi."
***
Chiara tiba di parkiran Cafe M, tempat dimana ia dan Caraka membuat janji untuk bertemu.
"Meja nomor 5," gumam Chiara membaca pesan masuk dari Caraka.
Ia melangkahkan kakinya ke dalam Cafe dengan pintu kaca yang lumayan besar itu. Chiara memakai celana bahan dan kemeja berwarna coklat bata, kontras dengan kulitnya yang putih.
Caraka tampak duduk di meja paling ujung. Segelas jus jeruk yang tinggal setengah itu cukup menjadi bukti bahwa pria itu sudah menunggu cukup lama.
"Maaf, Bang! Lama menunggu!" Chiara berdiri di samping Caraka.
"Gak masalah. Duduk Chi!" perintahnya.
Chiara duduk di depan Caraka yang sepertinya tampak gugup.
Pelayan yang membawa buku menu membuat Caraka sedikit bernafas lega karena setidaknya ia punya waktu untuk menetralkan detak jantungnya.
Tujuannya mengajak Chiara bertemu hanya satu, yaitu mencoba melihat keyakinan gadis itu terhadap pria busuk bernama Daffin.
"Pesen sesuka kamu, Chi!" perintah Caraka. Akhirnya Chiara selesai memilih apa yang ingin ia makan sore ini.
"Untuk apa abang ngajak aku ketemuan?" tanya Chiara to the point.
"Apa gak sebaiknya kita makan dulu?" tanya Caraka.
Chiara mengangguk. Ia juga merasa lapar. Dan dari permintaan Caraka sepertinya obrolan mereka nanti akan membuat mood dan selera makannya anjlok.
Setengah jam, cukup untuk mereka menikmati makanan diatas meja. Chiara menyeka bibirnya dengan tissu, khawatir ada sisa makanan yang menempel di bibirnya.
"To the point aja, bang!" ucap Chiara pada Caraka. "Kita cuma berdua, dan kalau terlalu lama, aku takut ada yang mengenali kita."
"Abang tahu sendiri 2 hari lagi aku akan bertunangan."
Caraka tersenyum miring. "Hanya karena akan bertunangan, kamu menjaga jarak sama aku Chi?"
"Kita kenal sejak lama dan kita juga masih punya hubungan saudara."
Chiara masih membuka mulutnya untuk menjawab ucapan Caraka, tapi pria di depannya itu sudah memotong. "But it's okay..." Caraka mencondongkan tubuhnya dan melipat tangannya diatas meja.
"Aku faham kok, posisi kamu!"
"H-2..." Caraka tersenyum kecut. "Kamu gak punya niat untuk mundur, Chi?"
Pertanyaan Caraka membuat Chiara mengerutkan kening. Gadis itu heran, mengapa Caraka mengatakan hal seperti itu? Tidak mungkin kan, Rion menceritakan keluhannya tadi.
Ehm, Chiara berfikir bukan karena Rion, karena Caraka mengajaknya bertemu sebelum ia bercerita pada Rion.
"Kamu bahagia, Chi?" pertanyaan Caraka yang ke dua.
Selama undangan itu tiba di rumah Caraka, mereka belum pernah bertemu selain di Cafe malam tadi.
Chiara menduga, Caraka akan memberondongnya dengan pertanyaan mengapa ia lebih memilih Daffin atau mengapa ia mengabaikan perasaan Caraka padanya.
Nyatanya pria di hadapannya ini malah menanyakan apakah dirinya bahagia atau tidak.
Chiara menghela nafas, "Ya, aku bahagia, Bang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Elviza mela
masih ada 2hari buat batalin pertunangan chiara... semangat caraka...
2022-09-10
2
Andi Muh.taufik Andi sayyid
.....
2022-09-10
3
Andi Syafaat
lanjut
2022-09-10
4