Istri Kecil Yang Nakal
"El, kamu kan, anak pungut di rumah ini. Demi baktimu dan rasa terimakasihmu pada orang tuaku yang sudah merawatmu sampai besar, sebaiknya kamu saja yang terima perjodohan ini," ucap Sora-Kakak kedua dengan wajah yang begitu santai sambil mengunyah sarapan di mulutnya.
Pagi ini di ruang makan, keluarga Eleonara sedang membicarakan perjodohan antara Sora dengan rekan kerja ayahnya. Abraham-ayah angkat Eleonara memiliki hutang yang bertumpuk pada rekan kerjanya karena beberapa tahun lalu bisnis kecilnya mengalami kerugian besar, dan karena Abraham tidak sanggup membayar semua itu, dia rela menjual anaknya untuk menebus hutang.
Namun, Sora yang baru saja masuk kuliah membantah keras. Dia menolak perjodohan itu mentah-mentah setelah melihat foto rekan kerja ayahnya. Pria tua gendut, berkepala botak yang identik dengan profesor dan memiliki kumis serta jambang yang tebal. Sungguh sangat jijik Sora membayangkan menikah dengan pria tua seperti itu. Jadi, dia melemparkan tanggung jawab ini pada Eleonara, selaku anak angkat yang sudah dirawat orang tuanya sejak dia masih belum bisa membaca dan berhitung.
"Bagaimana itu mungkin, Sora! Eleonara masih duduk di bangku SMA. Dia tidak boleh menikah!" seru Abraham dengan dahi mengernyit.
"Kata siapa tidak boleh? Boleh-boleh saja selagi usianya sudah di atas 17 tahun. Bulan kemarin dia baru berulangtahun yang ke 18, kan? Setengah bulan lagi juga sekolahnya lulus. Kita hanya perlu menutupi pernikahannya saja dari orang-orang," sahut Sora sambil menatap sinis ke arah Eleonara yang hanya bisa diam menunduk dengan kacamata minus yang dikenakannya. Dia tidak berhak mengangkat suara saat sarapan sedang berlangsung. Meski tangannya meremas rok SMA untuk menahan agar tidak bicara.
"Benar yang Sora katakan, Sayang. Kamu tidak bisa memaksanya untuk menikah. Aku sudah mendaftarkan dia ke agensi model. Kamu tahu kan, menjadi model adalah cita-citanya sejak kecil. Jangan menghancurkan mimpinya. Jika dia menjadi model terkenal, kita juga yang akan terangkat," imbuh Mariam-Ibu angkat Eleonara yang bermuka dua. Memiliki tahi lalat di bawah matanya.
Dia pikir Eleonara tidak memiliki cita-cita? Tentu saja ada. Eleonara bercita-cita menjadi seorang desainer terkenal. Sejak kecil dia sangat menyukai seni, terlebih pada desain-desain seperti gaun, blush dan pakaian lainnya. Jika memiliki waktu senggang, dia akan menggambar sebuah desain pakaian sesuai dengan imajinasinya, lalu dia kumpulkan dan dia simpan di laci meja belajarnya.
Abraham melirik ke arah Eleonara yang sedang fokus memakan sarapannya. Sebenarnya sedang dipaksakan fokus meski dia takut, gugup dan ingin sekali menentang ucapan mereka. Tapi, apalah daya tangan tak sampai. Siapa dia di rumah ini? Eleonara cukup sadar diri. Caranya agar bisa bertahan hidup sampai sekarang di dalam keluarga yang tidak harmonis ini adalah dengan diam dan menurut setiap perintah mereka.
Abraham memperhatikan penampilan Eleonara-anak yang dia ambil 13 tahun lalu dari panti asuhan. Dia jauh dari kata menarik. Rambut sedadanya bergelombang berantakan, memakai kacamata minus, sorot matanya polos, tapi jika diperhatikan baik-baik dia lumayan dengan kulitnya yang putih mulus dan dagunya yang terbelah. Jika tersenyum pun memiliki lesung di kedua pipinya. Sayangnya Eleonara tidak mudah tersenyum, dia lebih condong berwajah murung, jadi orang nyaris tidak menyadari parasnya yang manis.
"El?" panggil Abraham yang langsung membuat Eleonara menelan salivanya dengan tubuh menegang. Bulu kuduknya sampai meremang mendengar suara berat Abraham tercetus memanggil namanya, rasanya seperti sedang dipanggil oleh malaikat maut untuk melintasi jembatan shirathal mustaqim-titian yang akan dilalui manusia di hari akhir.
Eleonara melepaskan sendok di tangannya, lalu dia menoleh menatap ayah angkatnya yang sudah berumur termakan usia. Keriput di sudut bibir dan matanya terlihat sangat jelas.
"Kamu ... mau ya, dinikahkan dengan rekan kerja Ayah?"
Deg!
Eleonara memasukan kedua tangannya ke kolong meja makan. Dia remas dengkulnya dengan kuat sambil berusaha untuk tidak memperlihatkan tatapan menolak.
"Ayah, tidak seperti itu nada bicaranya. Seharusnya begini. El, kamu harus mau ya dinikahkan dengan teman kerja Ayah! Ini adalah perintah, bukan pertanyaan. Nah, begitu baru benar. Iya, kan, Bu?" kata Sora sambil menyunggingkan senyumnya dengan sebelah mata yang saling berkedip bersama ibunya. Mereka sedang bersekongkol tanpa Abraham tahu. Sering Eleonara mendapatkan perlakuan tidak adil seperti ini, bahkan mungkin sudah tidak terhitung lagi jumlahnya.
"Tolong mengerti kondisi Ayah, El. Ayah akan benar-benar bangkrut dan menjadi gelandangan jika Ayah tidak kunjung melunasi hutang," rengek Abraham sambil nyentuh lembut bahu Eleonara dengan tatapan memohon.
Dari sorot matanya, Eleonara menunjukan ketidakmauan. Dia berharap Abraham dapat membaca raut wajahnya karena Abraham tidak seburuk Mariam dan Sora. Namun, sepertinya tidak karena masalah ini sangat mendesak baginya. Abraham jadi gelap mata dan tak bisa melihat kalau Eleonara tertekan.
Eleonara terdiam seribu bahasa. Pikirannya berdesakan di kepala. Dia pun sesekali melirik ke arah Mariam dan Sora yang terus memelototinya dengan kesan mengancam. Mereka sedang menyiapkan kepalan tangan untuk menghajarnya habis-habisan. Eleonara sangat takut! Luka lebam di lengan dan pahanya belum hilang dan masih terasa sakit.
Namun, jika dipikir-pikir ada baiknya juga Eleonara menyanggupi permintaan Abraham. Jika dia menikah, dia akan ke luar dari rumah penuh derita ini. Ibu dan anak yang jahat dan licik itu tidak akan pernah menindasnya lagi. Hari-hari yang Eleonara lalui memang selalu buruk, tapi bukan berarti kehidupan seterusnya akan buruk juga. Bukankah hal-hal besar membutuhkan waktu?
"El, bagaimana?" tanya Abraham lagi.
Apa ini bukti uluran tangan Tuhan agar aku bisa ke luar dari rumah ini? Jika benar, aku tidak akan ragu lagi. (Batin Eleonara)
Setelah diam beberapa saat, akhirnya Eleonara membuka suara. Dia berkata, "Baiklah. Lagipula aku tidak ada hak untuk menolak dirumah ini," ucap Elonara lirih sambil tersenyum pahit.
Mungkin seharusnya Eleonara berusaha sedikit untuk menolak, jangan langsung menyanggupinya begitu saja. Namun, dia tidak mau membuang banyak waktu dan tenaganya untuk sesuatu yang sia-sia. Dia sudah sering melihat Mariam dan Sora yang tidak akan pernah membuat hidupnya mudah.
Abraham langsung beranjak bangun dari duduknya dengan ekspresi bahagia. Dia memeluk Eleonara dengan sangat erat. "Terima kasih, El. Tidak sia-sia Ayah merawatmu sampai sebesar ini. Kamu cukup dewasa mengambil keputusan. Ayah tahu, kamu paling tidak bisa melihat Ayah menderita."
Kedua mata Eleonara berkedut memerah panas. Pandangan matanya langsung berembun saat dia mengelus punggung Abraham. Dia selalu menegarkan hatinya atas setiap keputusan yang telah ditentukan. Tidak ada seharipun dia hidup tanpa masalah, tapi setiap masalah yang berhasil dia lalui akan membentuknya menjadi sosok yang lebih dewasa.
'Kedamaian tidak akan menemukanmu. Kamu harus pergi dan menciptakannya.'
...
BERSAMBUNG!!
Jangan lupa di Like dan tambahkan sebagai Favorit!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Catharina GaniRosa
Mampir dimari karena Serkan Bay anaknya juna dan Leona.. wkwkwkw
2023-01-29
0
🌈Yulianti🌈
mampir Ceu ke ayah Juna....😍😍😍
2023-01-29
0
eli Ermawati
mampir kesini gegara serkan Bey,pengen liat cerita bapaknya si Juna yg ngeyel
2023-01-27
3