Setelah acara pernikahan selesai, Juna langsung membawa Eleonara menuju rumahnya dengan beberapa kado pernikahan di kursi belakang. Di perjalanan, Juna terus mengulum senyum sambil curi-curi pandang pada Eleonara yang sedang duduk di sampingnya dengan wajah tegang campur malu.
Eleonara memperhatikan cincin pernikahan yang kini tersemat di jari manisnya. Dia tak menyangka sudah berhasil melewati kondisi yang sebelumnya dia sebut sebagai ancaman. Namun, sepertinya namanya bukan lagi ancaman sekarang, tetapi anugerah. Siapa yang tidak ingin menikah dengan pria tampan dan mapan seperti Juna.
"Sepertinya banyak yang ingin kamu utarakan," ucap Juna memulai pembicaraan sambil memegang setir.
Eleonara menelan salivanya, lalu mengusap tengkuk lehernya salah tingkah. "Aku hanya masih tidak menyangka kalau yang menikahiku bukan Pak Mohsen, tapi -"
"Tapi, orang tampan seperti saya?" lanjut Juna mulai usil. Perkataannya langsung membuat pipi Eleonara merah merona karena dia akui Juna memang sangat tampan. Tidak heran banyak siswi yang mengidolakannya di Sekolah.
"Ehem, Pak Juna kenapa kamu setuju dengan perjodohan ini? Apa ada sesuatu yang salah di matamu?" tanya Eleonara dengan wajah polos.
"Hey, kamu mengira saya katarak?" celetuk Juna sedikit tersinggung atas pertanyaan Eleonara. "Saya setuju dengan perjodohan ini karena sudah waktunya saja saya menikah."
"Tapi, kenapa harus aku? Apa tidak ada wanita yang lain? Aku kan, em ... penampilanku tidak menarik. Aku juga masih Sekolah," ujar Eleonara gelagapan karena tidak percaya diri. Dia memalingkan wajahnya ke luar jendela mobil dengan meremas gaun pengantin yang masih dikenakannya.
Juna memperhatikan sikap Eleonara dari ekor matanya. "Benar juga, kenapa harus kamu, ya? Tapi, jujur saat melihat kamu tersenyum mengingatkan saya pada seseorang," ungkap Juna.
Eleonara langsung menoleh menatap Juna dengan penasaran. "Siapa?"
"Mantan saya," jawabnya dengan tatapan sendu.
Mantannya? Apa dia setuju dengan perjodohan ini karena senyumku mirip mantannya? Seolah dia menikahi mantannya, begitu? Itu artinya dia belum bisa melupakannya? (Batin Eleonara)
"Kalau begitu, lain kali aku tidak akan memperlihatkan senyumku pada Pak Juna," ucap Eleonara yang merasa semangatnya langsung menciut.
"Tidak perlu sampai seperti itu. Tersenyumlah jika ingin tersenyum, itu tidak akan mempengaruhi saya. Saya menikah denganmu karena ingin kamu membantu saya melupakannya," terang Juna dengan tatapan teduh.
Eleonara tersenyum karena merasa tenang mendengar Juna ingin melupakannya. Dia kira perjalanan pernikahannya akan seperti kebanyakan novel yang pemeran prianya masih ingin berhubungan dengan mantannya setelah menikah.
"Ah, ngomong-ngomong kita belum mengenal satu sama lain. Pak Juna ini apa ada keturunan luar?" tanya Eleonara penasaran sambil tersipu malu. Dia tidak ingin keheningan tercipta, jadi menanyakan hal random.
Juna mengangguk tanpa ragu. "Wajah tampan saya ini diwariskan oleh Ayah saya yang berdarah Turki."
"Turki? Wah...! Merhaba, merhaba?" ucap Eleonara antusias dengan kedua alis naik turun. Membuat Juna tersenyum melihat tingkahnya yang lucu.
"Merhaba (halo)," sahut Juna.
"Evet, evet?"
"Evet (ya)," sahut Juna lagi yang senyumnya malah kian melebar.
"Hayır, hayır?"
"Hahaha, Hayır (tidak)," kata Juna sambil tertawa.
"Ah, apa lagi, ya? Aku banyak mengidolakan aktor Turki, jadi sedikit tahu kata-katanya, hehe. Oh, iya, Canım? Benar tidak pengucapannya?" tanya Eleonara dengan senyum indah yang terlukis di wajahnya. Kedua lesung pipi timbul dan menarik perhatian Juna.
"Salah, meski tulisannya Canım, tapi dibacanya Janem. Huruf C kalau di Turki dibaca J, huruf ı tanpa titik dibaca e," terangnya sambil menyunggingkan senyum.
"Ah, Janem rupanya. Apa itu artinya?" tanya Eleonara penasaran.
Juna menggaruk hidungnya yang tidak gatal. Dia tampak resah dengan pertanyaan Eleonara. Namun, tiba-tiba saja Juna mendekatkan bibirnya ke telinga Eleonara dan berbisik, "Sayangku."
Blush...
Seketika saja wajah Eleonara memerah total dengan mata membulat sempurna. Telinganya mengeluarkan asap panas. Sekujur tubuhnya menegang bukan main. Dia menjepit tengkuk lehernya sambil mengusap kasar telinganya karena embusan napas Juna terasa menggelitik.
Juna yang melihat kepolosan Eleonara semakin terkekeh geli. Ingin sekali dia melepaskan tawanya sekarang, tapi mana mungkin berani? Dia harus menjaga imagenya di hadapan Eleonara. Jadi, Juna hanya menggigit bibir bawahnya saja untuk menahan tawanya.
"Pak Juna sengaja menggodaku, ya?!" tuntut Eleonara dengan kening mengernyit serta bibir mengerucut.
"Hihihi, tidak, kok! Artinya memang sayangku."
"Aku tidak mempermasalahkan artinya, tapi perlakuannya itu, lho. Ah, sudahlah! Tidak perlu di bahas."
...
BERSAMBUNG!!
Mohon dukungannya untuk karya baru aku ini, Kakak-kakak! Dipersilakan yang mau bom like, komen, vote/hadiah xixi. Terima kasih ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mimi Yoh
Bisa aja kau El,Juna kau harus mengucapkan artinya
2023-02-05
0
Christine Evera Rindorindo
senang lihat eleonara bahagia ...
2022-10-21
2
Mega Ahmadi
sangat seru banget ceritanya
2022-10-05
1