Juna hanya menghela napas hampa sambil menjepit kacamata hitamnya di kancing kemeja. "Masuklah, ada yang ingin saya katakan," ucapnya sambil tersenyum tipis.
Apa? Masuk? Ke dalam mobilnya? Apa aku sedang bermimpi? (Batin Eleonara dengan pipi merona)
Eleonara segera menepuk pipinya pelan. "Memangnya ada apa ya, Pak?" tanyanya sambil salah tingkah.
"Bicara di dalam."
"Ah, tapi saya harus ke fotocopy-an depan."
"Saya antar."
"Terima kasih, tapi tidak perlu. Jaraknya hanya 15 kaki lagi, kok," tolak Eleonara sambil menunjuk ke persimpangan jalan dengan tatapan waspada.
"Saya hanya ingin membicarakan masalah di toilet. Jangan takut. Masuk, akan ada banyak orang yang melihat," kata Juna bersikeras. Syam yang sedang duduk di depan hanya memperhatikan mereka dari kaca spion saja. Tingkah tuannya ini patut dicurigai.
Juna membukakan pintu mobil dari dalam. Eleonara masih menimbang-nimbang untuk masuk, tapi pada akhirnya dia pun masuk ke dalam dan duduk dengan wajah tegang di samping Juna.
"Syam jalankan mobilnya ke persimpangan depan," titahnya pada Syam sambil melirik Eleonara diam-diam.
Mobil pun melaju dengan perlahan karena jarak persimpangan sudah di depan mata. Tuannya ini entah permainan apa yang sedang dia lakukan dengan seorang siswi sampai membuat Syam bertanya-tanya.
"Saya hanya ingin memperingatkan saja, kamu jangan menyebarkan apa yang terjadi di toilet pada orang-orang," ucap Juna sambil mengusap idungnya. Dia malu mengakui secara gamblang kalau dia takut kecoak.
Syam menajamkan indera pendengarannya dan hal itu membuatnya berpikir yang tidak-tidak. Apalagi kelihatannya Juna sampai salah tingkah begitu.
"Memangnya apa yang terjadi di toilet?" tanya Eleonara sambil menundukkan pandangan matanya karena dia takut hilang akal lagi saat melihat paras Juna yang tampan.
"Ehem, itu ... kecoak," jawabnya gelisah sambil menutup mulutnya dan menolehkan pandangan ke arah jendela.
Eleonara mengulum senyum. Terlintas di pikirannya saat Juna sibuk menghindari kecoak sampai memeluknya dan membuat seragamnya kusut.
Oh, kecoak. Huff, aku pikir apa tadi. Pantas saja seragam siswi berkacamata itu kusut, pasti Tuan berusaha sembunyi dibalik tubuhnya. Penampilan Tuan yang sedang ketakutan sangat buruk, memang patut ditertawakan, hihi. (Batin Syam yang juga mengulum senyum)
"Baik, aku tidak akan mengatakannya," sahut Eleonara.
"Sudah sampai, Tuan." Syam memberitahu sambil menghentikan mobilnya, tapi tampaknya Juna tidak puas karena jaraknya benar-benar dekat. Tidak sampai satu menit.
"Kalau begitu permisi. Terima kasih tumpangannya." Saat Eleonara membuka pintu mobil, Juna tiba-tiba menahannya.
"Tunggu, saya ingin tanya satu hal. Em ... apa senyummu itu asli?" tanya Juna sambil mengerutkan keningnya dengan mata menyipit.
Eleonara dan Syam yang mendengarnya sedikit terheran-heran. Eleonara bahkan langsung menyentuh bibirnya dengan mimik bingung. Kenapa Juna menanyakan keaslian senyumnya?
"Tentu saja asli," jawab Eleonara tanpa ragu. Dia pun bergerak pergi dari hadapan Juna dengan langkah cepat.
Syam menggeleng-gelengkan kepalanya pelan sambil menyembunyikan senyumnya. Pertanyaan konyol macam apa yang tuannya katakan? Sungguh membuatnya jadi malu sendiri. Syam pun segera melajukan mobilnya.
"Ada yang lucu, Syam?" tanya Juna dengan tatapan mengintimidasi yang dia layangkan.
"Ah, tidak, Tuan. Saya hanya aneh saja, kenapa Tuan mempertanyakan keaslian senyumnya? Hehe ...."
"Senyumnya mirip dengan Elena. Saat dia tersenyum pikiranku terkecoh. Aku kira aku telah menemukannya," jawab Juna dengan tatapan sendu. Meski sudah 2 tahun ditinggalkan, Juna tetap tak bisa melupakan cinta pertamanya.
Elena menghilang tanpa sepatah katapun. Tidak ada yang tahu dia di mana. Juna sudah mencarinya, tapi tetap tidak ketemu. Padahal Juna sudah mencintainya sampai mendarah daging. Elena bagaikan separuh napasnya. Ketika dia menghilang, setengah jiwanya pun ikut menghilang.
Bertahun-tahun Juna hidup dalam keterpurukan. Ada yang mengatakan kalau Elena telah dibunuh dan mati dengan tragis. Hal itu langsung mempengaruhi psikisnya. Setiap malam Juna tidak bisa tidur dengan nyenyak karena jika dia tidur dia akan memimpikan sosok Elena yang berlumuran darah sambil merintih meminta tolong padanya.
Sudah hampir dua tahun Juna mengkonsumsi obat tidur. Tempat sampah di rumahnya pun penuh dengan bungkus obat. Padahal dokter psikolognya sudah menyarankan untuk menghentikan konsumsi obat tidur karena sangat tidak baik untuk tubuh. Namun, Juna tak bisa membiarkan dirinya terus terjaga sepanjang malam. Pada akhirnya ada salah satu saran dari dokter psikolognya yang membuat Juna menimbang-nimbang sampai sekarang.
Dokter psikolognya menyarankan pada Juna untuk menikah dengan wanita pilihannya agar dia memiliki teman hidup yang bisa membantunya menyembuhkan trauma dan rasa takut yang setiap malam menghantui, karena bercinta sebelum tidur bisa menjadi kunci tidur nyenyak. Begitu pun dengan keluarganya yang turut mencemaskan kondisinya. Mereka sering mendorong Juna untuk segera menikah dan memiliki keturunan. Namun, sampai saat ini Juna belum menemukan wanita yang tepat. Terlebih lagi masih ada Elena dihatinya.
....
Pagi harinya, di rumah pribadi Juna.
Juna yang masih terlelap tidur di ranjang berukuran besar tanpa mengenakan baju, terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ketukan pintu yang sangat tidak sabaran. Kulitnya yang eksotis tampak sangat seksi di bawah cahaya lampu. Di bagian dada kirinya terdapat sebuah tato inisial EL dalam bentuk script menyerupai tulisan tegak bersambung.
Juna menggeliatkan tubuh kekarnya dan mengerjapkan mata indahnya perlahan. Dia pun berusaha bangun sambil menatap jam di dinding, waktu sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Siapa yang telah berani mengganggu waktu tidurnya? Susah-susah dia bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
Begitu pintu dibuka, wajah Mohsen-ayah dan ibunya-Diana yang terlihat. Ayah asli orang Timur Tengah berbadan besar gemuk, kepala botak dengan kumis serta jambang yang tebal dan ibunya campuran Indonesia-Malaysia, memiliki paras yang ayu. Mereka sudah cukup tua dengan rambut hitam hampir tertutup uban.
Juna sedikit tak menyangka mendapat kunjungan dari ayah dan ibunya.
"Kamu baru bangun, Jun?" sapa Diana dengan tatapan teduh. Setiap dia melihat tato inisal EL di dada anaknya, berdesir hatinya karena tahu Juna masih mengingat Elena. Diana merasa sangat bersalah sudah membuat anaknya menderita bertahun-tahun. Begitu pun dengan yang dirasakan Mohsen.
"Ada apa Ayah dan Ibu datang berkunjung?" tanya Juna penasaran.
"Ada yang ingin kami bicarakan, tapi sebaiknya kamu ke air dulu. Ayah dan Ibu akan tunggu di ruang tamu," ujar Mohsen sambil tersenyum penuh maksud.
Juna mengangguk saja dulu meski tak tahu ada hal apa yang akan dibicarakan, kelihatannya cukup serius. Dia menutup pintu kamarnya dan segera membersihkan diri. Setelah selesai, dia menghampiri orang tuanya di ruang tamu. Mereka duduk berhadapan. Ketegangan mulai tercipta, membuat Juna bertanya-tanya.
"Begini, Ayah punya rekan kerja dan dia mempunyai hutang yang tidak kunjung dibayar sampai sekarang. Dia memiliki satu anak laki-laki dan dua anak perempuan. Beberapa hari lalu Ayah dan dia sudah menyepakati sesuatu," jelas Mohsen sambil menatap istrinya dengan gelisah. "Ayah ... menginginkan salah satu anak perempuannya untuk dijodohkan denganmu."
...
BERSAMBUNG!!
Jangan lupa like, komen & votenya luv, yang buanyak ya, hehee...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mimi Yoh
Apakah bakal ada drama dalam perjodohan.
2023-02-04
0
Mimi Yoh
Mungkin photo Mohsen yg diperlihatkan pd Sora dan El
2023-02-04
1
Mimi Yoh
O oh adakah senyum yg palsu 😀😀😀
2023-02-04
0