"Letakan saja kadonya di sofa. Saya akan pergi mandi," ucap Juna dengan wajah santai tanpa beban. Tidak seperti Eleonara yang ketenangannya telah terganggu.
"Tunggu, Pak Juna! A-aku .... em -"
"Kenapa? Tidak bolehkah saya mandi dulu?" godanya sambil melemparkan senyum penuh maksud yang semakin membuat Eleonara resah tidak tenang.
Apa sih, Pak Juna ini? Suka sekali membuatku senam jantung. (Batin Eleonara)
Juna menghampirinya sambil mengusap puncak kepala Eleonara. Dia cukup terhibur setiap kali menggoda gadis di hadapan matanya ini. Polos dan mudah tersipu malu.
"Anggaplah rumah sendiri. Di sana dapurnya, itu ruang kerja saya, di sampingnya gudang batu, kamu jangan masuk sembarangan ke sana. Yang dua itu kamar tamu dan yang di samping ruang televisi ini adalah kamar kita," celetuk Juna tak henti-hentinya mempermainkan Eleonara.
Sudah tampan, kaya dan ternyata suka menggoda juga. Siapa yang tidak akan meleleh dibuatnya? Eleonara sampai harus menunduk menyembunyikan wajahnya dengan meremas gaun pengantin karena dia sangat malu dan takut. Pembicaraan ini cukup sensitif, membuatnya merasa terancam.
"Pak Juna, anu ... em, ki-kita tidak akan tidur satu kamar, kan?" tanyanya gugup dengan tatapan polos seperti bayi.
Juna langsung mengerutkan keningnya, merasa aneh dengan pertanyaan Eleonara. "Kenapa begitu? Kita sudah sah menjadi suami istri dan ini malam pertama kita, saya tidak akan melewatkannya."
Mati kamu, El! Kamu pikir kamu pemeran utama wanita di novel-novel yang setelah menikah karena dijodohkan, pihak pria meminta tidur berpisah? Tidak, sepertinya Pak Juna berbeda. (Batin Eleonara)
Dia melihat Juna memasuki kamar yang katanya adalah 'kamar kita'. Uh, sampai merinding membayangkannya. Apa yang akan terjadi malam ini di 'kamar kita?'.
Eleonara berusaha keras memutar otaknya agar malam ini segera berlalu, tanpa adanya hal-hal yang tidak diinginkan. Dia melihat ke sana-kemari mencari sesuatu. Eleonara bergegas menuju dapur, tidak ada piring dan gelas kotor di wastafel. Dapurnya bersih. Eleonara juga melihat seluruh lantai dari teras depan sampai teras belakang bersih dan kinclong.
Meja bar pun bersih, tidak ada sisa makanan yang tertinggal di atas mejanya. Eleonara semakin cemas diburu waktu.
"Bagaimana ini? Tidak ada apa pun yang harus aku kerjakan untuk mengulur waktu," gumamnya sambil gigit jari. "Ah, sampah! Pasti ada sampah, kan? Aku akan mengurusnya."
Eleonara kembali ke dapur dan memeriksa tempat sampah. Syukurlah, di sana banyak sampah yang belum dibuang. Dia merasa tenang. Namun, Eleonara terheran-heran ketika melihat banyak sekali bungkus obat-obatan di tempat sampahnya.
Karena penasaran, Eleonara mengambil satu bungkus obat-obatan yang sudah kosong dan membaca untaian kata yang tertera.
"Obat tidur?" gumam Eleonara. "Bungkus obat sebanyak ini ternyata adalah obat tidur? Apa Pak Juna punya kelainan?" sambungnya menduga-duga.
"Entahlah, aku tidak peduli. Yang jelas bagaimana caranya agar aku bisa melompati waktu? Ya Tuhan, tolong aku! Aku tidak punya pengalaman, bahkan membayangkannya saja tidak pernah," rengeknya dengan bibir mengerucut. Padahal kini sudah terbayang dikepalanya apa yang sudah seharusnya terjadi di malam pertama.
Eleonara segera membuang sampah ke tempat pembuangan sampah yang ada di depan rumah. Dia masuk kembali ke dalam dan berniat mencari gara-gara. Eleonara mengambil piring-piring bersih, lalu dia cuci ulang piring-piring itu.
"Ehem!" Suara seseorang berdehem dari belakang seketika membuat Eleonara terlonjak kaget setengah mati. Hampir saja piring yang sedang dia cuci terhempas.
"Sedang apa?" tanya Juna sambil berkacak pinggang dengan mengintip kegiatan Eleonara dari belakang.
Tubuh Juna dibalut dengan handuk kimono berwarna putih, dada bidangnya sedikit tersingkap dan rambutnya basah berantakan. Eleonara bahkan tidak ingin menoleh menatapnya untuk saat ini. Padahal Juna sangat seksi dan menggoda, sayang sekali tidak mau melihatnya.
"A-aku sedang mencuci piring ... tadi lihat ada beberapa piring yang kotor. Takutnya mendatangkan kecoak," ucap Eleonara dengan tangan gemetar.
"Saya tidak pernah meninggalkan piring kotor saat pergi dari rumah. Tapi, memungkinkan jika itu Syam," ucap Juna sedikit tak yakin. "Kalau begitu, cepat bereskan. Kita harus 'tidur', saya tunggu di kamar."
Tidur?
Glek!
Eleonara menelan saliva dalam-dalam sambil meremas piring yang sedang di genggamnya. Rasanya mati kutu setelah Juna mengungkit hal itu lagi. Bulu kuduknya kembali meremang. Eleonara tak ingin membiarkan Juna menyentuhnya malam ini.
Sungguh, aku belum siap! (Batin Eleonara)
Setelah selesai mencuci piring dengan ritme lambat, kini Eleonara mengepel lantai yang sudah kinclong. Masa bodoh Juna mau berkata apa, yang penting dia bisa terus mengulur waktu.
Syuh, syuh! Tidurlah, Pak Juna. Jangan mengusik ketenanganku! (Batin Eleonara dari hatinya yang paling dalam)
"Sedang apa lagi?" tanya Juna saat ke luar dari kamarnya. Tampaknya dia lelah menunggu. Juna masih mengenakan handuk kimono dengan tangan di lipat di atas perut. Mata Eleonara tak sengaja melihatnya dan langsung membuat jantungnya berdebar tak karuan. Pose Juna cukup mengguncang iman.
"Ini ... t-tadi aku tidak sengaja menumpahkan air saat minum. Jadi, aku pel saja semuanya, hehe. Pak Juna tidur saja duluan kalau ngantuk. Nanti aku nyusul," ucapnya sambil tersenyum menyeringai bagai keledai.
Tangannya terus gemetar dari tadi, semenakutkan itu kah malam pertama untuknya? Hahaha lucu juga. (Batin Juna)
"Sudah dua tahun saya tidak pernah tidur dengan nyenyak. Setelah mengepel, mau apa lagi? Saya bisa tunggu," ucap Juna sambil menyembunyikan senyum usilnya.
Benarkah sudah dua tahun dia tidak bisa tidur? Pantas saja banyak obat tidur di tempat sampah. Duh, lalu aku harus bagaimana sekarang? (Batin Eleonara)
"Kalau tidak bisa tidur nyenyak, lalu kenapa tadi menyuruh tidur bersama?" gerutu Eleonara sebal.
"Saya tahu kamu tidak bodoh, hanya polos saja. Apa yang dimaksud dengan 'tidur', begitu sulit dipahami, kah?" tanyanya dengan alis kiri terangkat naik.
Eleonara langsung berwajah murung dengan bibir cemberut. "Baiklah, aku menyerah."
Huhu, bodoh! Tidak boleh menyerah, dong! Lalu, harus bagaimana? Pura-pura mati, begitu? (Batin Eleonara lagi)
Juna mengulurkan tangan ke arahnya. Eleonara yang sudah pasrah pun menjabat tangannya. "Bukan tanganmu, pelannya. Saya akan menyimpannya di dapur."
Blush...
"O-o-oooh, p-pelannya. Kenapa tidak bilang?!" geram Eleonara dengan wajah yang sudah merah total sambil menarik tangannya kembali. Dia melihat Juna tertawa sampai cekikikan. Uh, jadi malu.
"Kamu begitu berharap. Ya sudah, saya tarik kata-kata saya kembali. Saya mau tanganmu." Tanpa menunggu respon dari Eleonara, Juna langsung menarik tangannya dan membawanya ke kamar. Membuat pelan yang sedang di genggamnya terjatuh ke lantai.
"P-Pak Juna, tunggu!" sergah Eleonara dengan wajah yang sudah pucat seperti mayat saat Juna membantunya melepaskan gaun pengantin yang dia kenakan.
"Hm, apa?" tanyanya.
"Anu ... em, aku ... belum berpengalaman. Jadi, aku sangat gugup dan takut," ungkapnya jujur.
"Ini juga kali pertama untuk saya."
"Benarkah? Lalu, kenapa Pak Juna terlihat santai begitu?"
"Rasa takut dan gugup sudah kamu ambil sepenuhnya. Tidak ada yang tersisa untuk saya," katanya sambil menarik resleting yang berada di punggung Eleonara. Eleonara menelan saliva sambil meremas tangannya sendiri yang sudah dingin bagaikan es.
"Eh, tunggu, Pak Juna!" Eleonara berusaha menghindar lagi. "Ini ... soflens yang aku pakai sudah terlalu lama. Mataku tidak nyaman. Aku akan melepaskannya."
Juna menghela napas kasar sambil mengangguk. Dia duduk di tepi ranjang, memperhatikan Eleonara yang sedang melepaskan soflens sambil menatap cermin. Tangannya semakin gemetar.
"Sudah? Jangan bilang soflensnya masuk ke dalam," celetuk Juna saking tidak sabarannya.
"Mana ada. Sudah, kok. Hanya saja pandangan jadi sedikit buram." Eleonara memberanikan diri menghampiri Juna di tepi ranjang. Dia duduk disebelahnya sambil menunduk memejamkan mata.
Bahahaha... tidak ada tingkahnya yang tidak membuatku tertawa. Tapi, bagaimana cara memulainya, ya? Aku sendiri juga bingung. (Batin Juna)
Juna menyentuh bahu Eleonara yang mulus bak perosotan TK, lalu melepaskan gaun pengantin yang dikenakannya secara perlahan. Saat dadanya hampir tersingkap, Eleonara menahan tangan Juna. Mata mereka saling bertatapan.
"Pak Juna, aku mau tanya. Apa boleh melakukan hubungan saat aku sedang menstruasi?"
Apa?
"Kamu sedang datang bulan?" tanya Juna yang membuatnya langsung hilang selera.
Eleonara mengangguk yakin.
Juna menjepit keningnya sambil tersenyum pahit. "Kapan selesainya?" tanyanya lagi tanpa semangat.
"Sekitar satu bulan," bual Eleonara, sengaja.
"Satu bulan?! Kenapa begitu lama?" protes Juna dengan kening mengernyit.
"Biasanya lebih dari satu bulan. Tapi aku beri bonus deh, jadi satu bulan saja."
"Memangnya bisa begitu?" kata Juna dengan tatapan menuntut.
"Tentu saja bisa. Pria mana tahu."
Dia benar percaya? Hahaha, baguslah. Setidaknya aku aman selama satu bulan. Rasain kamu Pak Juna. Makanya jangan suka isengin orang. (Batin Eleonara)
...
BERSAMBUNG!!
Dukung terus author ya, akak-akak cantiikkk... ^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mimi Yoh
hahaha ada-ada aja akalmu El
2023-02-05
0
Mimi Yoh
Oooh kirain pelan,eeh pel lan
2023-02-05
0
🌈Yulianti🌈
Leona grogi
2023-01-31
0