Di kediaman Abraham.
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Sora tak henti-henti menggerutu terus. Telinga Abraham dan Mariam sampai sakit mendengarnya.
"Lagian kenapa Ayah tidak jujur saja kalau yang mau menikah itu sebenarnya anak Pak Mohsen! Kalau aku berhasil menikahinya kan, aku tidak perlu susah-susah jadi model. Tinggal rebahan saja setiap hari sambil disuapi uang," gerutunya lagi dengan bibir komat-kamit seperti baca mantra.
"Sora, Ayah sudah sepakat dengan Pak Mohsen. Ayah tidak mau mengkhianatinya terus. Sudah bagus dia mengambil salah satu dari kalian sebagai jaminan penebus hutang, tidak sampai memenjarakan Ayah. Sudah, kamu jangan marah-marah lagi! Beri Ayah kedamaian," geram Abraham sambil melepaskan mantel yang dikenakannya, lalu memberikannya pada Mariam.
"Tapi, Ayah, bagaimana bisa pria setampan itu menikahi si culun? Dia seharusnya protes kan, saat melihat penampilan aslinya?"
Abraham menjepit keningnya sambil menghela napas kasar. "Kalau dia mau protes, pernikahan ini tidak akan terjadi. Pak Mohsen bilang pada Ayah, anaknya sendiri yang memilihnya saat Pak Mohsen memperlihatkan foto Eleonara. Mariam, bantu aku menutup mulutnya. Aku ingin pergi istirahat," katanya sambil berlalu begitu saja dengan pikiran ruwet.
Sera menghentak-hentak lantai dengan emosi menggebu sambil gigit jari. Dia sangat tidak terima Eleonara menikah dengan pria tampan-pria impiannya sampai menggila seperti itu.
"Sora, tenanglah! Perhatikan sikapmu," bisik Mariam berusaha menenangkan.
"Bu, aku tidak bisa terima dia menikah dengan pria sesempurna itu! Ayah bilang, anak Pak Mohsen sendiri yang memilihnya? Haha, bagaimana itu mungkin? Sangat mustahil! Aku yakin, pernikahan mereka tidak akan bertahan lama. Tadi wajahnya saja dirias secantik itu, tapi penampilan aslinya akan tetap culun," gumam Sora dengan kebencian yang sudah menguasai dirinya.
"Tentu saja, Ibu juga berpikir sama sepertimu. Tapi, Ibu heran, kenapa anak Pak Mohsen memilihnya sendiri? Hanya ada dua kemungkinan, ada yang salah dengan matanya atau dia memiliki penyakit berat," duga Mariam sambil menyipitkan matanya.
Sora langsung terdiam sambil memikirkan perkataan ibunya. Dua kemungkinan itu telah berhasil mempengaruhinya. "Benar juga. Kalau memang begitu, setampan dan sekaya apa pun dia, jika mengidap penyakit berat aku tidak mau. Jadi, si culun itu dinikahi agar bisa merawatnya, ya? Hahaha, kalau ini pasti benar, tidak salah lagi. Baguslah, aku jadi bisa tidur nyenyak malam ini."
...
Mobil Juna berhenti di depan gerbang rumahnya, lalu diam beberapa detik. Eleonara segera melepaskan sabuk pengamannya. Saat dia akan turun, Juna tiba-tiba menghentikannya dengan menyentuh tangannya. Tubuh Eleonara sedikit mengejang karena sentuhan mendadak itu. Dia langsung melepaskan diri dengan cepat.
"Mau ke mana?" tanya Juna.
"Bukannya kita sudah sampai? Yang di depan ini memangnya bukan rumah Pak Juna?"
"Rumah saya, tapi tidak perlu turun," kata Juna. Tiba-tiba saja pintu gerbang terbuka sendiri, membuat Eleonara terkejut. Dia memeriksa sekitar rumah Juna, tak melihat ada orang yang membukakan gerbangnya.
"G-gerbangnya terbuka sendiri?" tanya Eleonara gelagapan.
Juna memperlihatkan sebuah benda pipih persegi panjang. "Remote," ucapnya singkat sambil menyunggingkan senyum.
"O-oh, pakai remote? Wah, aku sampai kaget, kirain benar-benar terbuka sendiri, hehe ...." Eleonara mengusap tengkuk lehernya salah tingkah. Dia sangat malu karena mungkin Juna memandangnya kampungan.
Tidak sadar mobil sudah masuk dan terparkir dengan sempurna di carport. Melihat Juna sudah turun, Eleonara pun ikut turun. Juna mengeluarkan beberapa kado di jok belakang. Eleonara berinisiatif membantu.
Namun, Eleonara panik saat tak melihat tas ransel miliknya di dalam mobil Juna. Tas berisi beberapa pakaian yang sudah Eleonara siapkan sebelum pernikahan digelar, kini menghilang dari pandangan matanya. Dia kelimpungan mencari hampir ke semua penjuru mobil sampai merangkak di jok dan mengobrak-abrik mobil Juna, tapi na'as tidak ketemu.
"Apa yang kamu cari?" tanya Juna heran dengan tangan penuh kado.
"Tas! Pak Juna lihat tas ranselku tidak? Tas berwarna abu-abu tua," ucapnya sambil memperlihatkan tatapan putus asa.
"Tidak. Memangnya apa isinya?"
"Pakaianku semuanya ada di tas itu. Apa tertinggal di ruang make-up, ya? Terakhir aku membawanya ke ruang make up," gumamnya menduga-duga.
Eleonara mengingat sebelum dia pergi, Abraham dan Mariam yang membantunya memasukan semua kado ke dalam mobil Juna. Dia tidak memastikan ulang kalau tas ransel miliknya sudah dimasukan atau belum. Karena pikirnya semua barang bawaan sudah dimasukkan ke dalam mobil, Eleonara dan Juna pun pergi begitu saja.
"Besok kita cari, lagipula malam ini tidak perlu memakai baju pun tidak apa," celetuk Juna sambil berlalu pergi meninggalkan Eleonara yang kini wajahnya menegang dan semakin memicu rasa paniknya.
Pipinya memerah bahkan sampai merambat ke telinga. Apa yang Juna ucapkan seketika membuat pikiran Eleonara ngeblank. Dia terdiam sesaat sambil mengedipkan matanya.
...
BERSAMBUNG!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Mimi Yoh
Pak Junaaaa ngomongnya tuhloh,emang nggak perlu diralat tuh manggilnya El,tetep pak gitu
2023-02-05
0
Mimi Yoh
Ntar ditelen ya uangnya,nggak perlu dikunyah hehehe
2023-02-05
0
🌈Yulianti🌈
wah ternoda fikiran folos Leona
2023-01-30
0