Pengacara Qian sudah berada di depan kampus Khanza. Ia menunggu di depan mobilnya sambil memperhatikan satu persatu wajah mahasiswa yang sedang melintas di depannya.
Sudah hampir satu jam, Pengacara Qian menunggu gadis itu, namun Khanza belum juga muncul.
"Sial!" Kemana gadis itu?" Tanya Pengacara Qian sambil memegangi lehernya yang terasa sudah mulai tegang nan kaku.
Iapun menghubungi asistennya Fian untuk menanyakan nomor ponselnya Khanza pada pemilik cafe yang ada dalam gedung Firma hukum miliknya.
"Fian tolong hubungi bibi Lea dan minta ia untuk mengirim nomor kontak milik Khanza!" Titah Pengacara Qian.
"Maaf Tuan!" Siapa Khanza?" Tanya asisten Fian yang baru mendengarkan nama itu.
"Lakukan saja perintahku!" Tidak usah banyak tanya." Ucap Pengacara Qian.
"Baik Tuan!"
Dalam lima menit nomor kontak milik Khanza sudah tertera di notifikasi pesan di dalam ponselnya. Pengacara Qian segera menghubungi gadis itu untuk menanyakan keberadaannya.
Pengacara Qian langsung menghubungi nomor ponsel gadis itu, namun tidak aktif.
"Percuma aku meminta nomor kontaknya, ponselnya saja malah di matikan. Apakah dia sudah pulang?" Apakah kami selisih jalan?" Ah, ini sangat menyebalkan." Gerutu Pengacara Qian.
Pengacara Qian meninggalkan kampus negeri itu untuk kembali ke kantornya. Sementara itu Khanza baru muncul setelah mobil Pengacara Qian baru pergi.
Khanza tidak langsung pulang saat jam kuliahnya sudah selesai, ia malah mengunjungi perpustakaan kampus untuk meminjam beberapa buku yang berhubungan dengan ilmu kedokteran yang sedang di gandrungi saat ini.
"Ya ampun, kenapa ponselku malah mati." Keluh Khanza saat melihat daya ponselnya sudah melemah.
Ia pun mencegat bajai yang sedang melintas untuk mengantarnya pulang. Khanza memang membantu bibinya di toko kue dan roti tapi ia tidak ingin tinggal bersama dengan bibinya karena ingin fokus belajar di tempat kostnya.
Khanza memang tercatat sebagai mahasiswa berprestasi. Ia mendapatkan bea siswa penuh sehingga ia bisa membayar kost itu dari bea siswanya. Kalau untuk makan dan transportasi ia hanya bekerja paruh waktu ditempat bibinya.
Setibanya di kost, Khanza mencass ponselnya sambil menyalakan ponsel itu karena takut ada pesan WA group mahasiswa masuk.
Iapun melihat nomor panggilan yang tidak dikenalnya. Khanza segera menghubungi nomor itu lagi, siapa tahu ada yang penting yang ingin disampaikan orang itu.
Pengacara Qian begitu kaget melihat nama pemilik kontak yang saat ini sedang memanggilnya.
"Khanza!" Matanya berbinar cerah lalu menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
"Hallo, assalamualaikum!" Maaf ini siapa?" Tanya Khanza sambil menanti jawaban dari si pemilik kontak.
Pengacara Qian tidak langsung menjawab karena saat ini ia begitu gugup untuk bicara apa pada Khanza. Iapun mengatur nafasnya dan mulai berdehem untuk mewakili balasan pertanyaan Khanza.
"Ehmmm!"
"Apakah namamu Ehhhmm?" Tanya Khanza yang tidak suka lawan bicaranya terlalu lama menjawab pertanyaannya.
"Kau..!" Gerutu Pengacara Qian.
"Makanya kalau ditanya jawab?" Dari tadi diam aja, kalau merasa gagu jangan telepon." Semprot Khanza kesal.
Pengacara Qian yang tadi gugup malah terpancing dengan ocehan Khanza yang terus mengomelinya.
"Ternyata kamu cerewet sekali!" Ini aku Pengacara Qian!" Sudah kenal?" Omel Pengacara Qian dari seberang telepon.
"Hahh?" Tuan!" Sejak kapan kita berdua punya urusan?" Bukankah aku pagi tadi hanya menggantikan posisi pelayan bibi Lea untuk mengantarkan sarapan pagi anda?" Kenapa sekarang jadi berkelanjutan?" Naksir ya sama aku?" Tebak Khanza membuat Pengacara Qian makin keki dibuat oleh gadis ceriwis ini.
"Cih, percaya diri sekali kamu." Ucap Pengacara Qian pura-pura jual mahal.
Tut..Tut..Tut..!" Sambungan dimatikan secara sepihak oleh Khanza membuat Pengacara Qian gregetan karena ulah gadis cerewet itu.
"Kalau nggak naksir, lantas apa namanya cari-cari alasan menghubungiku?" Kesal Khanza lalu kembali fokus kepada buku tebalnya dengan berbagai macam informasi ilmu kedokteran di dalamnya.
"Hah!" Kenapa malah di matikan?" Apakah perkataan ku salah telah menyinggung perasaannya?"
"Ah, sial!" Pengacara Qian menutup ponselnya lalu kembali fokus pada pekerjaannya untuk menangani kasus perkara Kline nya.
Saat tim pengacara lain sedang membahas kasus yang saat ini sedang mereka hadapi, pengacara Qian terlihat sedang melamun memikirkan Khansa.
Ia tidak menyangka, pertemuannya kemarin pagi dengan gadis itu sudah mulai menumbuhkan benih-benih cinta di dalam hatinya.
"Apakah aku jatuh cinta pada gadis itu?" Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana?" Pengacara Qian menarik nafas panjang lalu menghembusnya dengan lembut.
"Pengacara Qian!" Kline kita kali ini sedikit agak keras kepala karena ia tidak ingin memenangkan kasus ini."
"Kalau tidak ingin memenangkan kasus ini, kenapa keluarganya ngotot untuk menggunakan jasa kita menangani kasusnya.
"Sebenarnya gadis itu tidak diperkosa tuan. Dia memang gadis penyandang cacat disabilitas. Katanya dia melakukannya suka sama suka dan tidak ingin kekasihnya itu dipenjara.
"Lantas masalah apa?"
"Sepertinya dia mengalami tekanan dari ibunya yang menuduh putrinya sudah diperkosa dan mengambil uang gaji gadis itu sesuka hatinya."
"Maksudmu, gadis itu memberikan kartu atm-nya untuk lelaki itu karena merasa saling mencintai?"
"Iya benar Tuan Pengacara Qian."
"Baiklah." Kalau begitu biarkan aku menemui gadis itu untuk mencari tahu mengapa dia tidak ingin memenangkan kasus ini." Ucap Pengacara Qian.
"Tapi kita butuh orang lain seperti dokter pribadinya yang bisa menjadi penghubung antara kita dan dirinya saat ngobrol karena gadis itu tidak suka diintrogasi oleh kami tuan." Ucap pengacara Very.
"Harusnya bukan kamu yang menanyakan hal yang sensitif ini padanya. Sebaiknya pengacara Lisa yang melakukan itu karena itu urusan wanita." Ucap Pengacara Qian.
"Maafkan saya Pengacara Qian. Lain kali saya akan lebih memperhatikan Kline kita berdasarkan gender."
"Biarkan aku saja menemui gadis itu. Berikan alamat kerja gadis itu padaku!" Pengacara Qian meninggalkan ruang rapat itu dan kembali ke ruang kerjanya.
...----------------...
Keesokan paginya, Pengacara Qian datang lebih awal waktu dan langsung menuju kantin.
"Selamat pagi bibi Lea!"
"Eh, Tuan!" Apakah anda mau pesan sesuatu?"
"Aku mau pesan kue dan roti yang seperti kemarin dan tolong antarkan ke ruangan ku!" Tapi aku ingin gadis itu yang mengantarkannya. Aku tidak mau yang lain kecuali dia tidak ada.
Aku mau dia yang anterin ke ruangan ku." Titah Pengacara Qian membuat bibi Lea hanya melongo tidak mengerti siapa gadis yang Pengacara Qian maksud.
"Maaf Tuan!" Gadis yang mana?" Tanya bibi Lea.
"Gadis yang sama yang bibi Lea suruh yaitu Khanza!" Jelas Pengacara Qian membuat mata bibi Lea tambah mendelik.
"Kenapa harus dia Tuan!" Dia tidak bekerja denganku. Kemarin pelayanku belum pada datang jadi aku memintanya untuk mengantarnya untuk anda karena anda memesannya terlalu pagi." Bibi Lea memberi alasan yang logis agar Pengacara Qian memahami keadaannya.
"Baiklah. Mungkin dia bukan karyawan bibi Lea, tapi mulai sekarang dia adalah karyawan untuk aku, yang khusus mengantarkan pesanan untukku setiap paginya dan aku akan membayar gaji untuknya, sesuai dengan gaji karyawanku." Ucap Pengacara Qian tidak main-main.
"Hahh?" Ini orang lagi kasmaran sama nak Khanza?" Batin bibi Lea sambil mengulum senyumnya.
"Itu saja!" Aku tunggu pesanannya dan juga gadis itu!" Balas Pengacara Qian.
"Baik Tuan Pengacara Qian." Bibi Lea mengerti perasaan tuan pengacara yang mungkin saat ini sedang dilanda asmara.
Pengacara Qian sudah masuk ke lift bersamaan Khanza yang baru datang membawa roti dan kue untuk dititipkan di kafe bibi Lea.
"Assalamualaikum bibi Lea!"
Semuanya jumlahnya masing-masing dua ratus, besok aku tidak antar kuenya karena ada ujian bibi mungkin lusa. Aku permisi dulu bibi Lea." Ucap Khanza hendak meninggalkan kafe itu.
"Khanza! tunggu sayang!" Bibi mohon tolong bantu bibi lagi karena pelayan bibi belum datang. Tolong antarkan pesanan Pengacara Qian!" Pinta bibi Lea.
"Tapi bibi Lea, kenapa tidak suruh menunggu saja sampai pelayan bibi datang. Aku tidak mau terlambat kuliah ." Ucap Khanza menolak halus bibi Lea karena tidak ingin bertemu dengan Pengacara Qian setelah kemarin ia menyemprot lelaki tampan itu.
"Masalahnya dia sendiri yang meminta kamu yang mengantarkan pesanannya ke atas."
"Emangnya aku karyawannya apa..suruh-suruh seenak jidatnya. Kaya mau dibayar saja." Sungut Lea dengan wajah masam.
"Justru itu, dia ingin menjadikan kamu karyawannya dengan bayaran yang sama sesuai dengan gaji karyawan di sini, cukup dengan mengantarkan sarapan pagi untuknya sebelum kamu berangkat kuliah." Ucap bibi Lea mengundang reaksi Khanza yang langsung melebarkan matanya tidak percaya dengan perkataan bibi Lea barusan padanya.
"Apa...?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
mau2 aja neng
2022-10-27
1
Kenzi Kenzi
cepet bznget...tau2 tau2
....jatuh love,
2022-10-27
2