“Apa yang kau lakukan ?” Geram Shadow ketika bibir panas Kai mengantarkan listrik terlepas pada bibirnya.
Seringaian tersungging di bibir Kai, membuat Shadow menatap kesal. Dehaman Alexandre membuatnya menoleh.
“Maafkan kami, melupakan jika ada aktor hebat di ruangan ini.” Kai merangkul Shadow bergerak mendekati Alexandre dengan wajah tegangnya.
“Alpheratz Kai Navarro. Orang-orang memanggilku Kai.” Ucapnya mengulurkan tangan, Alexandre menyebut namanya saat berjabat erat dengan
tatapan saling tajam.
“Alpheratz Hotel and Resort ?” tanya Alexandre
Kai mengedikkan bahu dan tersenyum lebar “Ya itu aku. Banyak orang mengetahui hotel dan resortku tapi tidak mengenal pemiliknya. Aku tidak
suka tampil di muka umum, tidak seperti dirimu tuan aktor.” ucapnya sarkatik
“Namamu tidak lazim jadi yah aku bisa langsung
mengetahuinya. Jadi apakah benar yang aku dengar tadi jika kalian bertunangan ?” tanya Alexandre mencari cincin berlian di jemari Shadow.
“Ya benar aku sudah melamar kekasihku ini, cincinnya kebesaran jadi Shaw meminta untuk diperkecil. Ya kan sayang ?”
Shadow hendak meringis tapi remasan lembut di bahu membuatnya mengangguk pelan. Terlebih tatapan dari pemilik manik seterang laut yang biru tertuju padanya.
“Selamat buat kalian.” Alexandre tidak tulus, malah cemburu melihat gadis incarannya telah menemukan pria yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Dulu ia berpikir Shadow akan menjalin hubungan dengan pria dari kalangan
perfilman.
Kai kembali tersenyum menyeringai penuh kemenangan “Aku pasti mengirimkan undangan ketika kami menikah.”
Alexandre tersenyum getir “Baiklah, aku akan tunggu.”
“Kami akan pulang, apakah kau akan berada disini ?” basa basi Kai mengusir si aktor yang betah menatap Shadow. Ia sungguh membenci pria itu.
“Baiklah, aku akan pulang juga.” Alexandre bergumam setelah melirik jam tangannya. Nampaknya hari sedang tidak bersahabat dengannya.
“Bye Alec.” Shadow menaikkan tangannya.
Alexandre berjalan menuju pintu diikuti tatapan mata Kai dan Shadow. Pria itu hanya menoleh sesaat kemudian menghilang ketika pintu tertutup. Saat itu pula Shadow menurunkan tangan Kai dari bahunya.
“Apa yang kau lakukan sudah berlebihan, Kai.” Protes Shadow
“Itu hukuman buat gadis yang meninggalkanku di Bali tanpa pemberitahuan. Shaw, bukannya kita berteman? Kenapa kau merahasiakan
kepulanganmu? Sehari sebelumnya kita masih bersama di Kuta dan keesokan hari, betapa
kecewanya aku mendapatkan kabar jika kau sudah kembali ke Hollywood.”
Shadow pura-pura tidak mendengar celotehan Kai, ia berjalan menuju meja kerjanya. Menggerakkan mouse komputer. Kai tanpa meminta ijin langsung
mendudukkan tubuh di atas meja pas di sebelah Shadow.
“Berikan aku penjelasan, Shaw.”
Shadow mendongak menatap wajah Kai.
“Aku tidak suka memberitahu perjalananku kepada orang-orang.”
“Aku temanmu, Shaw.”
Shadow berdecih mengalihkan pandangan kembali ke monitornya “Kita tidak berteman.” Sungutnya pelan
Kai menurunkan kepala mendekat ke wajah Shadow.
“Kita sedang berjalan mundur, Shaw.”
“Tidak ada ciuman seperti itu kepada temannya. Tidak pertemanan antara pria dan wanita.” Sahut Shadow mengggerutu
Kai terbahak tawa melihat mimik kesal gadis yang diyakini adalah cinta pertamanya.
“Terus apa hubungan kita sekarang? Sepasang kekasih?”
Shadow sontak berdiri menatap kesal wajah semringah Kai “Apa? Kekasih?”
Kai meraih kedua pergelangan tangan Shadow, mata mereka berpadu “Terus? Friends with benefit ?” guraunya membuat Shadow semakin
menatapnya dengan tajam.
Shadow menghela napas “Kau menjengkelkan, Kai.”
“Mungkin saat ini kau jengkel, Shaw. Tapi kita tidak tahu ke depan, mungkin sifat menjengkelkanku akan kau rindukan.”
Kai berdiri meraih tas Shadow, tanpa membutuhkan persetujuan ia menarik tangan gadisnya.
“Aku belum makan siang sejak tadi. Saat bangun langsung kesini. Papa dan mama juga ikut ke L.A. kapan-kapan kita ke rumah Sky. Dia harus
mengenalmu.”
Pria bersurai putih menoleh dalam langkahnya, senyumnya mengembang, tangannya menggenggam lebih erat. Entah kenapa jantung Shadow berdebar lebih tinggi ritmenya dibandingkan saat mereka berciuman tadi.
…
Shadow merasakan sangat kelelahan di hari pertama ia kembali bekerja. Ah tidak, bukan karena bekerja melainkan setelah keluar dari gedung Farubun and Maheswara, Kai mengajaknya makan siang yang dilanjutkan menemani pria itu berbelanja pakaian.
Sangat royal, hampir menyamai kedua ayahnya dalam urusan berbelanja. Kai bukan hanya membeli pakaian untuknya, pun Shadow tidak luput dalam isi tas belanja yang dibawakan oleh pria-pria mengenakan pakaian serba hitam.
Lucunya karena sekarang ia dan Kai memiliki beberapa barang yang sama. Dari hoodie hingga sneakers, tentu saja bukan keinginan Shadow, tetapi semua atas inisiatif Kai. Mereka pun sempat berdebat di toko, tapi apalah arti perkataan Shadow dibandingkan sikap ngotot Kai, pria itu mendominasi hidupnya.
Sambil tersenyum tipis Shadow mengeluarkan isi tas belanjaan, sekitar 7 tas berlogo toko terkenal di pusat perbelanjaan pusat kota Hollywood harus dikeluarkan.
Ini merupakan pengalaman pertama Shadow berbelanja dengan seorang pria selain ayah dan papanya. Dan sifat Kai sangat berbeda dari kebanyakan pria yang dikenalnya. Pun Shadow tidak banyak dekat dengan pria selain Liam, Ricchi
dan Richard.
Ponselnya bergetar dua kali tanda pesan masuk.
Shaw, kau harus menungguku. Aku akan mengantarmu ke kantor.
Shadow mendesah pelan sembari menggelengkan kepala.
Dasar pria gak jelas, bukannya tadi Kai berkali-kali mengatakan itu dan pun Shadow telah mengiyakan.
…
Shadow masih mengeringkan rambutnya yang setengah basah dan bel apartemennya berbunyi nyaring di tekan berkali-kali. Dengan wajah meringis Shadow berlari ke arah pintu.
“Selamat pagi, Shaw. Tada !” senyum lebar Kai sembari menaikkan bungkusan plastik berisi kotak makanan
“Bagaimana caranya kau bisa masuk apartemenku sepagi ini ?” tanya Shadow ketika Kai melewati tubuhnya. Pria yang kembali mengenakan warna pakaian favoritnya. Hitam.
Kai bergerak menuju open kitchen Shadow, mengeluarkan isi kotak nasi goreng ke atas dua piring yang diambilnya pada lemari kabinet.
“Harus mempunyai kartu pintu di bawah, bukan ?” tanya balik Kai menaikkan kepala menatap Shadow yang sangat cantik pagi itu.
“Yes, aku belum memberikanmu kartu akses.”
Kai terfokus pada hiasan irisan timun, nanas di tepian piring yang berisi nasi goreng seafood “Mama memasak ini dan aku mengatakan
jika ingin sarapan denganmu, Shaw. Mama itu pintar masak, aku lebih suka makan di rumah.”
“Kau belum menjawab pertanyaanku, Kai.” Shadow mengikuti Kai menuju kursi bar.
“Duduklah.” Kai memegang bahu Shadow untuk duduk di kursi, sementara Kai mengisi gelas berisi air putih dan orange jus dari lemari pendingin.
Shadow mengalihkan padangan ke arah piring, berbagai seafood bercampur dengan nasi goreng telah menarik minatnya.
“Mami sangat pintar memasak. Ketiga orang tuaku pun masakannya enak-enak.” Shadow bergumam sambil mengunyah menikmati kelezatan nasi goreng buatan mama temannya.
Pria bersurai putih tersenyum menyeringai saat duduk di sebelah Shadow “Ya kan? Mama itu sosok hebat, Shaw. Aku sangat mencintainya. Mengaguminya.”
“Semua orang mencintai orang tuanya.”
Kai terkekeh kecil “Different level, Shaw. Oh ya soal pertanyaanmu tadi, aku bisa masuk ke apartemen ini karena aku sudah membeli
seantero gedung ini.” ucapnya santai.
Shadow terbatuk, tersedak nasi goreng. Dengan sigap Kai memberikan gelas berisi air putih sambil menepuk pelan punggung gadis mengenakan kemeja bergaris biru kecil. Sangat formal dan elegan, berbeda dengan Shadow yang dikenalnya saat di Bali. Seminggu ia disuguhkan sosok Shadow yang santai.
“Sudah.” Pinta Shadow sambil menaikkan tangannya agar Kai berhenti menepuk punggung. Matanya memerah bahkan sempat menjatuhkan air mata.
Kai menarik napas pendek “Makanya makan yang pelan-pelan.”
Shadow menggeram dengan tatapan khasnya, Kai pun tertawa kecil “Aku sudah pelan-pelan makan. Cuma perkataanmu yang membuatku kaget dan
aku tersedak. Kau gila! Bagaimana bisa kau membeli gedung ini?”
Tawa Kai semakin keras lalu menoleh menatap Shadow “Karena aku punya uang.” Sahutnya berpura-pura menyombongkan diri. Ia menepis bahunya dua kali, seperti cara orang Amerika meremehkan sesuatu.
Shadow mendecih kasar “Kau orangnya susah ditebak.”
“Mungkin. Kau juga pasti tidak bisa menebak jika aku akan menjadi tetangga apartemenmu.”
“Apa ?” Pekik Shadow dengan manik coklatnya melebar maksimal
“Yeah, Shaw. Kita akan menjadi tetangga. Jadi harus rukun-rukun, karena kita tidak tahu ke depannya seperti apa. Bisa saja kau
membutuhkan pertolonganku.”
Shadow mencebik lalu meringis mendengar perkataan Kai, pun ia meneruskan suapannya “Yang ada kau merepotkanku.”
Kai menyelesaikan sarapan sekaligus menandaskan isi gelasnya “Baiklah dari sekarang aku akan meminta maaf, jikalau besok-besok akan
merepotkanmu, Shaw.”
“Terus kemana perginya semua tetanggaku?” Shadow pun ikut menghabiskan isi gelasnya. Nasi goreng seafood mereka telah berpindah masuk ke
dalam perut.
Kai menaikkan bahu “Aku tidak tahu, yang pastinya hanya penghuni lantai ini yang telah pindah. Kecuali kau, Shaw. Kamar lain akan ditempati oleh orang-orangku, dan kamar di sebelah kiri adalah apartemenku.” Ujar Kai bangga.
Shadow menggelengkan kepala tidak percaya. Ia pun berdiri dan menumpuk piring kotor dan mencucinya secara manual, bukan dengan mesin
pencuci. Shadow bak induk ayam, kemanapun ia bergerak kesitu pula Kai mengikutinya. Pria jangkung itu berdiri tepat di sebelahnya, mengamati setiap gerak-gerik.
“Apa yang merasukimu hingga berbuat seperti itu?” ketus Shadow bertanya lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Sadar ia belum memakai riasan. membuatnya ogah-ogahan duduk di kursi meja rias, Shadow bisa melihat sosok Kai ikut masuk. Pria itu dengan santainya mendudukkan tubuh di tepian tempat tidur.
Pertama kali ia membawa masuk pria ke dalam kamar tidurnya, menolak pun akan percuma. Pria itu tidak menerima penolakan, sangat teguh dalam perkataan dan pendirian. Sekuat apapun Shadow berusaha menjauh, Kai akan terus
membuntutinya. Sekarang telah membeli gedung apartemennya dalam semalam, ia sampai terbatuk membayangkan uang yang dihamburkan Kai demi melampiaskan ambisi.
“Kulitmu seperti mama. Coklat.” Gumam Kai tidak melepaskan pandangan pada Shadow yang memulas bibirnya dengan lip tint berwarna nude.
“Tentu saja sama, kami berada dari negara yang sama. Aku juga sangat suka berjemur.” Sahut Shadow memfokuskan diri pada riasannya walau
sedikit jengah ditatap sedemikian rupa oleh Kai. Jantungnya mulai berdetak di atas normal.
“Shaw, aku besar di Spanyol. Hampir tiap hari berenang, menyelam, berjemur tapi kulitku tidak bisa seperti mama. Padahal aku sangat ingin seperti mamaku.”
Shadow mengakhiri riasannya dengan mengatupkan kedua bibir, ia kemudian berbalik menatap Kai.
“Kau anak mama.” ucapnya dengan sudut bibirnya naik keatas.
“Apa salahnya menjadi anak mama? Dia adalah pahlawanku.”
Shadow menaikkan bahu dengan bibir terkulum “Mungkin kita sama, aku sangat mengidolai ayah dan papa. Ibu memiliki tempat khusus di hatiku.
Sama yang kau bilang tadi, different level. Karena ibu yang hebat aku bisa memiliki ayah dan papa.”
Hanya mematut tampilannya sesaat, tidak berlama-lama seperti biasanya.
“Kau sudah sangat cantik.”
Tidak mengindahkan perkataan Kai, Shadow bergerak keluar tak lupa membawa serta tas kerjanya. Gawai berwarna hitam dimasukkan ke dalam tas.
Kai membukakan pintu, Shadow hendak mengucap terima kasih namun perhatiannya tertuju pada pria-pria berpakaian serba hitam yang sedang mengangkat perabotan masuk ke dalam apartemen di sebelah kiri.
“Boss !” serentak pria-pria tinggi besar menurunkan barang-barang di angkatnya, lalu berdiri tegap.
Bergantian Shadow menatap pria-pria itu dan Kai.
“Teruskan pekerjaan kalian.” Perintah Kai dengan intonasi bicara yang berbeda, tegas dan dingin.
Sejak kemarin Shadow bertanya-tanya dengan kehadiran lima orang berpakaian serba hitam mengikuti mereka berbelanja. Dan sekarang ia disuguhkan pemandangan lebih dari 20 pria mengenakan pakaian sama dengan Kai, berseru tegas lantang.
“Baik boss !”
Rangkulan di bahu Shadow mengembalikan kesadarannya dari lamunan.
“Ayo kita berangkat ke kantor.” Kai menuntun Shadow yang melangkah dengan kakinya yang gemetar.
Wajah Shadow sedikit pias pada pantulan cermin lift. Hanya Kai terlihat sangat santai.
“Kai, siapa sebenarnya dirimu ?” suara Shadow bergetar dan parau. Kakinya melemah.
Kai menoleh sedikit “Aku ?”
“Ya.”
Sejurus Kai kembali menatap pantulan tubuh mereka, sungguh sempurna pikirnya.
“Shaw, kau adalah sutradara film. Setahuku ada beberapa film action pernah kau kerjakan. Nah di dalam film ada tokoh baik dan jahat. Ada banditnya. Aku dalam kategori banditnya, tapi bukan yang jahat. Aku malaikat penolong yang
memilih jalan kegelapan untuk memerangi orang-orang di sana.”
“Apa ?” tanya Shadow, kakinya makin melemah untung tangan kekar Kai menahan tubuhnya.
Kai membalikkan tubuh Shadow hingga mereka bertatapan “Bukannya menyombongkan diri, Shaw. Pakaianku serba hitam, tapi memiliki sayap berwarna putih. Ya, kami mafia. Dan aku adalah pemimpinnya.”
###
alo kesayangan 💕,
dah kamis saja 😁
oh yah ini langit di kotaku pagi tadi.
love,
D 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Hesti Pramuni
langsung...dan to the point!
2021-05-27
0
Nhie Londa
cuma mau bilang Thor luar biasa😘
2020-11-01
0
santiezie
dsni visual Shaw cntik banget ..
2020-10-31
0