Kedatangan Karin di kelasnya pagi itu disambut heboh oleh teman-temannya, terutama Maya, yang sengaja menunggu kedatangan gadis itu dengan menggebu-gebu.
"Gimana ceritanya Rin kemarin lo bisa lawan si Ratu?"
"Eh Rin yang dateng siapa tuh kemarin?"
"Papanya Ratu bawahan keluarga lo ya, Rin?"
Karin hanya tersenyum menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang dia bingung kenapa teman-temannya ini haus sekali akan berita, gadis itu duduk di kursinya dan berkata tidak ingin diganggu yang membuat teman-temannya itu mendesah kecewa.
"Lo udah nggak apa-apa, Rin?" Tanya Maya, melirik kening sebelah kiri teman sebangkunya itu yang masih ber plester, namun pipi lebamnya sudah hilang.
"Nggak papa, May." Karin menjawab sembari menyimpan tas ranselnya ke atas meja, kemudian menoleh pada Maya yang tampak menunggu sesuatu. "Kenapa?" Tanyanya.
"Gue boleh nanya enggak, kemaren yang ngambil tas lo siapa si? Gila Riin ganteng banget, gue berasa liat Shawn mendes, tu kan jadi kebayang adegan panas lagu senorita dah."
Karin melongo, ternyata bukan cuma dirinya yang dibutakan oleh penampilan Bang Bulenya itu, si Maya belum tau aja kelakuan asli tu abang satu, pikir Karin yang kemudian menjawab, "temen abang gue."
"Rin, kok gue baru tau sih abang-abang lo tuh ganteng-ganteng banget gila daah, gue jadi lo mimisan mulu kali."
Mimisan sih nggak, baper mulu iya, terus ujung-ujungnya sakit ati, "udah ah, May, gue lagi males bahas itu," tukas Karin yang membuat Maya jadi terdiam.
"Nggak asik lo, Ah, eh tapi pan kapan ajak gue main ke rumah lo ya."
"Hmm," jawab Karin dengan malas, menempelkan kepalanya pada meja dan memejamkan mata, rutinitas di pagi hari sebelum jam pelajaran pertama.
***
Hari ini Karin pulang agak sore, karena ada tugas tambahan yang harus ia kerjakan di sekolah, gadis itu berlari keluar gerbang, menemui Ardi yang menunggunya di warung Kang Edi seperti biasa.
"Kok ganteng si?" Tanya Karin saat Ardi menghampiri motor dan menaikinya selepas membayar uang kopi pada pemilik warung.
"Lagi kapan si gue pernah jelek." Ardi menanggapi, sembari memasangkan helm di kepalanya sendiri.
Karin mencebik, bukan apa-apa, abangnya ini tumben sekali terlihat rapi, wangi pula, jadi inget lagu att kan, biasanya nggak pernah pake minyak wangi dia, kecuali mau kuliah. "Mau kemana?"
Ardi mengerutkan dahi, anak ini radarnya kuat sekali pikirnya, "ada acara, temennya Edo ulang tahun, ada Ipang sama Agung juga, ikut yuk."
Karin jadi girang, "diajak, Bang?" Tanyanya memastikan.
"Iya, ayo buruan naik."
"Kenapa abang mau ngajak Karin?"
"Karena gue males nganterin lo pulang dulu, buruan jangan banyak nanya."
Karin berdecak sebal, "kirain mau dipamerin, ini loh Karin yang cantik jelita," ucapnya memperagakan suara abangnya yang dibuat ngebas.
"Iya, ini loh Karin yang kemaren abis nyakar-nyakar anak orang," olok Ardi yang mendapat decakan sebal dari gadis itu.
"Atulah, Bang. Nggak etis banget."
"Lo mau ikut apa gue pesenin ojol nih."
"Ikut."
Dengan cepat, Karin menaiki motor gede abangnya, yang katanya akan menuju sebuah Restoran tempat temannya Bang Edo ulang tahun. Tapi malah berhenti di pusat perbelanjaan, Karin jadi bingung.
"Mau apa sih, Bang?" Tanya Karin saat mereka memasuki pintu kaca yang terbuka sendiri.
"Beli kado."
"Temennya Bang Edo cewek apa cowok?"
"Cewek."
Karin menghentikan langkah, "Mba Nadia?" Tanyanya, kemudian melangkah lagi, kemarin Ardi sempat bercerita tentang Nadia dan Edo saat Karin bertanya, jadilah gadis itu sedikit tau tentang kisah mereka.
"Beliin boneka, Bang?" Saran Karin.
Ardi menoleh sekilas pada gadis remaja yang berjalan di sebelahnya, "terlalu romantis," tolaknya, kembali melihat-lihat barang yang ingin dia beli.
"Gimana kalo bunga?"
"Baper dong anak orang."
"Eh iya, bunga deposito Bang."
"Sekalian aja seperangkat alat solat dibayar tunai."
"Nggak sah!"
"Lah, ngapa?" Tanya Ardi menahan senyum.
Karin menepuk-nepuk dadanya sendiri, "bini pertama nggak setuju," ucapnya yang membuat Ardi tertawa.
"Banyak dong bini gue," olok Ardi yang membuat Karin melengos, jadi melirik konter hp dengan asesoris yang lucu-lucu.
Ardi bergumam sendiri, "beli apa ya, bingung gue."
"Beliin kond*m aja, Bang."
"Hah? apaan?"
Karin mengerjap bingung, reaksi abangnya kenapa gitu? Pikirnya. "Itu loh yang buat pelindung hp," ucapnya, menunjuk konter hp di ujung sana.
"Softcase?"
"Iya, kond*m yang bentuk boneka."
"Hardcase, Karin."
"Apa bedanya si, Bang? Temen-temen Karin aja nyebutnya pada ko—"
Ardi jadi reflek merangkul kan lengannya dan menutup mulut gadis itu dari belakang, para pengunjung lain yang tidak sengaja mendengar jadi menoleh sinis. Bersa lagi ngeloby anak di bawah umur kan, batinnya.
"Udah kita jangan beli itu," ucap Ardi.
Karin menurunkan tangan abangnya, kemudian berkata. "Lucu banget, Bang. Apalagi yang bentuk boneka, warnanya pink, mauuu," rengeknya, dan entah kenapa membuat seorang Ardi tidak berdaya.
"Yaudah iya beli."
"Asik beli—"
"Hardcase," sambung Ardi cepat, memotong ucapan gadis itu.
"Hardcase," ucap Karin yang membuat Ardi mengangguk, kemudian gadis itu berlari ke arah conter. "Bang beli kond*m hp!" teriaknya yang seketika membuat Ardi ingin menggali kuburannya sendiri.
***
Selepas membeli kado Ardi menghentikan motornya di depan restoran dengan pelataran yang amat luas untuk parkir kendaraan pengunjung, katanya tempat ini masih milik keluarga dari Nadia si empunya acara.
"Kenapa kita nggak pulang dulu si, Bang." Karin memperhatikan penampilannya yang masih dengan seragam putih abu-abu, "kucel en de kumel dong Karinnya," keluhnya kemudian.
Ardi melepaskan helm dari kepala gadis itu, kemudian ikut membantu merapikan rambut Karin, jika gadis lain bisa baper dengan perlakuan pemuda itu, seorang Karin malah biasa saja.
Gadis polos itu sibuk merapikan baju kemeja putihnya yang sedikit terkena noda es cream di mall tadi.
"Pake jaket gue." Ardi membantu memasangkan jaket di tubuh Karin yang tampak kebesaran, "nggak kucel-kucel amat lah, masih keliatan mukanya," hiburnya.
Karin ini tipe remaja yang tanpa make up pun tetap cantik, dan tanpa lipstik pun bibirnya itu tetap merah, bibir? kenapa Ardi jadi mikir ke situ. Kira-kira ni anak udah dapet referensi ciumannya belum ya, eh?
"Kenapa, Bang? Ada bekas es cream, ya?" Tanya Karin sembari mengusap mulutnya sendiri.
"Nggak, ayo masuk."
Mereka memasuki restoran yang ternyata di dalamnya malah mirip dengan cafe cukup modern dan istagram-able, sangat luas hingga mereka bingung harus melangkah ke arah mana, di sebelah kiri tampak kursi dengan meja yang berjejer rapi dan sebelah kanan hanya terdapat meja pendek untuk menaruh makanan, teman-temannya tampak duduk lesehan di sana, tidak jauh dengan peralatan band yang mungkin untuk mengisi acara jika tamu sudah mulai ramai.
"Kaariin!" Ipang berlari dengan gerakan slowmotion menyambut kedatangan gadis yang berjalan di sebelah temannya.
"Bang Ipaang!" Karin yang sama gilanya mulai maju ke depan yang kemudian mendapat tarikan di kerah baju dari abangnya, membuat langkah gadis itu menggantung di udara.
Dan pelukan seorang Ipang di terima dengan baik oleh Ardi yang mendapat decakan sebal dari pemuda bertopi itu. "Lo sirik aja dah," omel Ipang.
"Masih dalam pengawasan Kak Seto." Ardi mendorong pemuda itu yang kembali ingin memeluk adiknya.
"Bang Ipang apa kabar, nggak pernah main ke rumah." Karin yang memang akrab dengan teman-teman Ardi mulai berbasa-basi.
"Abang banyak tugas, Karin kangen ya?"
"He'em." Karin menganggukkan kepala dengan polosnya, membuat Ipang tertawa, melepas topi kemudian memasangkan di kepala gadis itu.
Ni anak kapan dewasanya ya? Pikir Ipang yang selalu gemas dengan jawaban jujur dari gadis itu, dipikir seorang Irfani azis nggak bisa baper apa.
"Ikut yuk, abang kenalin sama gebetan baru." Ipang merangkulkan lengannya pada Karin yang pasrah saja.
"Cewek, Bang?"
"Ya cewek lah, mana bisa sih abang belok," ucap Ipang sembari menarik gadis di rangkulannya menjauh meninggalkan Ardi yang masih berdiri di tempatnya.
Melihat keakraban itu Ardi jadi menghela napas kesal, entah kenapa.
"Hay Ar?" Sapa Nadia, yang membuat Ardi menoleh.
"Hay, met ultah ya." Ardi menyerahkan paper bag di tangannya.
"Apaan nih?" Tanya Nadia, sedikit mengintip isi paper bag yang sudah berpindah tangan kepadanya.
"Buka aja," ucap Ardi, mengalihkan pandangan pada Karin yang tampak seru berdiri di depan papan kalimat dan entah menulis apa dengan Ipang juga teman-temannya yang lain, Ardi hendak ikut bergabung saat gadis di sampingnya kembali meminta perhatiannya.
"Makasih ya, lo udah dateng," ucap Nadia.
Ardi mengangguk, dia ingin berkata bahwa Edo yang menyuruhnya untuk datang tapi ia urungkan. "Yang lain mana?"
"Sebagian belum pada dateng si, Edo juga belum dateng," jawab Nadia. "Makasih ya, buat kadonya, lo udah mau dateng juga gue udah seneng."
Ardi kembali mengangguk, "kasih do'a, apa nggak usah?" Tanyanya.
"Boleh dong, do'anya yang baik-baik buat gue."
"Do'a nya biar lo peka aja lah, kasian temen gue," ucap Ardi yang malah mendapat cubitan di perutnya, pemuda itu reflek menghindar.
Saat tertawa, Nadia yang memang sudah menarik semakin berlipat ganda kecantikannya, siapapun pasti akan suka dengan gadis ini, tapi saat Ardi memilih memalingkan pandangannya, dan melihat Karin yang berjalan menghampirinya, pemuda itu merasa berbeda, sesuatu yang tidak ia rasakan saat ia mengagumi Nadia.
Sebuah perasaan yang selama ini ia anggap dengan kata terbiasa.
Ardi sudah terbiasa dengan Karin, dan gadis lain tidak lagi membuatnya merasa tertarik. Hanya sudah biasa, sesederhana itu kah?
"Bang Ar, ada papan kalimat yang boleh kita tulis-tulis sendiri, Bang." Mengucapkan itu mata Karin tampak berbinar, yang reflek mencetak senyum di bibir pemuda itu. Nadia yang memperhatikannya jadi terdiam.
"Itu emang khusus buat pengunjung, kita bisa menulis apa saja di sana."
Karin yang seolah baru menyadari ada Nadia di samping abangnya sontak mengerjap. "Mba Nadia cantik banget, beda deh," pujinya yang membuat gadis bergaun selutut itu tampak tersipu. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat ulang tahun dan membocorkan isi kado yang membuat Nadia tertawa, Karin kembali mengalihkan perhatiannya pada Ardi.
"Ayo Bang tulis sesuatu di sana, Karin udah tulis, baca ya."
Ardi pasrah saja saat Karin menariknya menghampiri papan kalimat yang nyaris penuh dengan coretan di sudut resto, menepuk pundah Agung yang tampak memperhatikan Ipang yang tengah menulis sesuatu.
"Nulis apaan lo Pang?"
"Nomor Wa, sapa tau ada yang nyangkut."
"Bang Ipang norak ih, tulisnya di tiang listrik aja si."
"Saingan dong sama sedot wc." Ipang menyerahkan spidol di tangannya pada Ardi.
"Gue nulis apaan." Menerima spidol di tangannya, Ardi jadi bingung.
"Tulis Karin lope aja, Bang," saran Karin yang mendapat decakan dari pemuda itu.
Ardi membaca sekilas, tulisan-tulisan di papan kalimat itu.
Kalo kamu mau main ke hati aku boleh kok, tapi plis, jangan diberantakin, bertamu harus sopan.
Ardi sedikit tertawa, sereceh itu?
Cowok ganteng dilarang tebar pesona, pliss jangan ngrepotin perasaan gue.
Dari aku, buat lampu ijo di jalanan, pas gue ngebut kenapa jadi merah, tolong, ngerem mendadak nggak seremeh itu.
Jangan cuma minum kopi, sekali-kali minum vodka, biar tau, hidup itu nggak cuma pahit, tapi puyeng juga.
Aku di matamu bagaikan nun sukun bertemu dengan idgham bilaghunnah, terlihat tapi tak dianggap.
"Bang, disuruh nulis malah baca novel." Karin menegur.
Setelah menoleh dan berkata iya pada gadis itu, Ardi mulai menulis.
Buat lo yang gampang banget baper, pliss gue cuman senyum, gitu doang masa sayang.
"Yhaaa, coba coba senyum." Karin menarik dagu Ardi hingga menghadap pada dirinya, pemuda itu tersenyum memamerkan deretan giginya yang putih bersih. "Iih jadi sayang," ucapnya yang disambut tawa oleh Ipang dan teman-temannya tidak terkecuali Nadia, interaksi adik kakak di hadapannya ini selalu saja mengundang tawa.
"Tulisan lo yang mana?" Tanya Ardi.
Karin menunjuk tulisan di pojok kiri papan, "bagus kan?"
Ardi membacanya. "Kalo suka bilang dong jangan kasih kode doang, tiga kali salah kode, perasaan lo bisa keblokir." Ardi jadi mengernyit. "Apaan, nggak jelas."
"Buat yang merasa aja." Ipang menyenggol lengan Ardi, melirik Edo yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Nadia.
"Apaan si." Edo jadi salah tingkah.
Karin mengambil spidol dari tangan Ardi dan mengacungkannya pada Nadia. "Ayo Mba, tulis juga," bujuknya.
Nadia yang menerima spidol jadi maju ke depan papan, berpikir sejenak. Kemudian mulai menulis sesuatu yang membuat Karin juga Ardi sama-sama membatu.
Mendung tidak pernah membuatku merasa bahagia, sebab kenangan selepas hujan selalu menimbulkan rasa ingin yang terbang jauh terbawa angin. Aku rindu.
"Lo baca tulisan Kanjeng Ribet juga?" Pertanyaan dari Agung sontak membuat Karin dan Ardi menoleh.
Nadia tertawa, "yah, ketauan deh, gue copas karya orang, gue suka banget sama tulisan kanjeng ribet, ada yang tau nggak si dia itu siapa."
"Namanya aja Kanjeng ribet, udah pasti ribet tu orang," ucap Ardi melipat kedua tangannya di depan dada melirik Karin yang entah sejak kapan juga memandangnya. "Kenapa? Lo kenal sama kanjeng ribet?"
Karin jadi kelabakan, "yang pasti orangnya cantik," jawabnya yang entah kenapa malah membuat Ardi tertawa, alih-alih memikirkan memangnya Ardi tau kanjeng ribet itu siapa. Dia malah berpikir ternyata kanjeng ribet tenar juga.
***Iklan***
Author: buat Netizen yang nagih-nagih tulisan beneran dah gue seneng malah ditagih-tagih.
Netizen: jiwa tukang ngutangnya keluar ya thor.
Author: atulah masa ngutang. Monmaap ya ini kelamaan soale author sibuk ngurusin dunia nyata.
Netizen: readers pada nungguin konflik thor.
Author; konflik itu kan identik dengan penyelesaian, dan selesai itu mendekati ending jadi tolong ya ini masih episode baru, masa udah minta konglik author mumet lah. Nikmatin aja dulu.
Netizen; jadi ini cerita mau dibawa kemana thor.
Author: gue cuman fokusin ke keseharian Karin Ardi aja, ya semoga lu nggak pada bosen dah.
Netizen;munculin Bang Will apa thor biar ada hotnya dikit.
Author : ya kali, kalo di Noisy girl ini ada pembaca baru yang nggak tau seluk beluk si bule itu. Tiba tiba gue munculin part ene-ena tu bule sama ceweknya situ waras. Yang ada author dikira sarap.
Netizen; lah emang udah sarap kan ya.
Author; terserah bodo amaat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ney Maniez
pada sukaaa yaaa ma c author karinnn
2024-12-22
0
Bunda'Nya Reihan Kusnadi
kalimatny si doni temen nya serena /Joyful/
2024-10-05
1
Moel Yatie
lanjutkan Thor
2024-06-22
1