Bang Ar: Pulang gue jemput, tungguin depan sekolah.
Sudah dua kali pesan dari abangnya itu Karin baca, tapi pemuda itu belum juga menampakkan batang hidungnya.
Tadi pagi sebelum sarapan Ardi sudah berpamitan berangkat kuliah, dan menitipkan Karin untuk diantarkan oleh Justin.
Karin merasa setelah kejadian semalam, abangnya itu sedikit menghindarinya.
"Karin."
Gadis berponi itu hendak mengikat tali sepatunya saat panggilan seorang wanita membuatnya mendongak.
"Mbak, Nadia?" Gumamnya, ketika melihat gadis bernama Nadia berada di boncengan abangnya.
Tunggu, kok, gini.
Ardi membuka helm, masih duduk di atas motor gedenya, hanya Nadia yang turun kemudian menghampiri gadis berponi itu.
"Hay Karin, lama yah?" Sapa Nadia mulai berbasa-basi.
Setelah tersenyum maklum Karin mengalihkan tatapannya pada abangnya, meminta penjelasan.
Ardi balik memandangnya, tatapannya tidak terbaca, hingga kalimat dari Nadia membuat gadis berponi itu nyaris limbung jika tidak segera bersandar pada dinding di belakangnya.
"Kita udah jadian tadi pagi," ucap Nadia.
Karin mengerjap tidak percaya, namun melihat abangnya yang diam saja, percuma jika ia menunggu sebuah penyangkalan dari pemuda itu.
"Oh, Selamet ya, Mbak. Kalian cocok banget." Karin mencoba untuk tetap tersenyum.
"Gue anterin Nadia pulang dulu, lo gue pesenin ojol aja, ya." Ardi angkat bicara, mengeluarkan hp dari saku jaketnya.
Karin yang masih berusaha untuk bersikap tenang kemudian menggeleng, "nanti minta anter temen aja, Bang."
"Siapa? Dewa?" Tanya Ardi, mengalihkan perhatian dari benda di tangannya.
Karin terpaksa mengangguk, padahal dia tau, Dewa sudah pulang beberapa menit yang lalu. "Kalian pulang aja," ucapnya.
"Beneran nggak apa-apa?" Tanya Nadia, nadanya tampak khawatir.
"Nggak apa-apa kok, Mbak Nadia. Yaudah Karin masuk dulu ya, mau cari Dewa di dalem."
Setelah menoleh sekilas pada Ardi yang masih diam saja, Karin berbalik kembali hendak memasuki gerbang sekolah, jam pulang yang sudah beberapa menit berlalu membuat keadaan di sana tampak sedikit sepi.
"Karin."
Panggilan dari Ardi membuat langkah gadis itu terhenti, dia tidak mungkin sanggup menoleh, airmatanya nyaris jatuh sekarang. Dengan tangan kiri ia membungkam mulutnya sendiri, untuk meredam isakan.
Tanpa membalikkan tubuhnya, Karin hanya mengacungkan tangan kanan dengan membentuk hurup O, mengisyaratkan bahwa ia baik-baik saja, persis adegan film my first love yang entah kenapa ia ingin kembali tonton lagi, mungkin bisa lebih menjiwai dengan perasaannya sekarang ini.
Ardi tau, gadis berisik itu tidak sedang baik-baik saja, tapi dia harus bagaimana.
"Ayo Sayang, kita pulang," ajak Nadia yang membuat Ardi menoleh.
Pemuda itu kembali memasang helm di kepalanya, setelah itu mengangguk.
Suka tidak suka, sekarang dia harus menjaga perasaan Nadia, dan untuk Karin, dia akan menjelaskannya nanti saja.
***
Dan di sinilah Karin sekarang, setelah memastikan Ardi pergi dengan pacar barunya, gadis itu memilih berjalan kaki untuk pulang, menyusuri trotoar yang terkadang malah dipakai untuk jalan kendaraan.
Gadis itu melangkah tak tentu arah, mengabaikan tali sepatunya yang lepas semua, terus menunduk dengan sesekali menyeka air matanya, pengguna jalan yang berpapasan tampak menoleh prihatin, namun tidak banyak ambil peduli, beberapa kendaraan juga berhenti sekedar menawarkan bantuan.
"Ojek, Neng, mau pulang kemana?"
"Saya nggak punya rumah, Bang." Dengan terus melangkah, Karin menjawab tanpa menoleh.
"Cantik-cantik jalan sendirian, abang bonceng yuk."
"Nggak, Bang. Takut, diculik." Karin kembali menolak.
"Neng, ikut abang dangdutan yuk."
Dan tawaran yang semakin lama semakin aneh dari pengguna jalan yang berbeda pun ia tolak semua, lama-lama dia jadi kesal sendiri, belum lagi kakinya ini sudah teramat pegal sekali, perutnya pun sangat lapar.
Mamiii, Karin hanya bisa meratapi nasibnya kini, menyusuri jalanan di bawah pohon rindang yang kian lama kian sepi. Dia jadi takut.
Dan saat motor kesekian berhenti dan menghalangi jalannya, gadis itu jadi mengomel. "Udah saya bilang saya nggak mau ikut dangdutan!"
"Siapa, yang berani ngajakin lo dandutan?"
Karin tertegun, menatap nanar pemuda yang melepaskan helm di hadapannya, dan gadis itu malah semakin mengamuk saja.
"Bang Ar jahaat!" Omel Karin, tangisnya pecah.
Ardi tidak menghindar saat Karin memukul lengannya, membiarkan saja gadis itu menangis dengan sesekali menganiaya bagian tubuhnya.
"Mana Dewa, katanya lo mau dianterin," ucap Ardi saat tangis gadis itu mulai reda.
"Setelah Karin nolak pernyataan cintanya, terus minta dianterin pulang, abang pikir muka Karin mau ditaro di mana?"
Mendengar itu Ardi sontak tersenyum, membuat gadis yang terlihat berantakan di hadapannya itu jadi semakin kesal. Dan kemudian melangkah pergi meninggalkannya.
"Lo mau kemana?" Ardi menuruni motornya, ikut berjalan menyusul gadis itu.
"Pulang lah," jawabnya tanpa menoleh.
"Arahnya salah."
Mendengar itu langkah Karin jadi terhenti, dia memang tidak hapal jalan, dan gadis itu pun berbalik.
"Karin benci sama Abang!" omelnya sembari menendang udara, namun sepatunya yang terlepas malah melayang ketengah jalan, beruntung sedang sepi kendaraan.
Ardi berdecak, mengambil sepatu gadis itu kemudian menghampirinya. "Gue bisa jelasin," ucapnya setelah mereka saling berhadapan.
"Jelasin apa? Jelasin bahwa kalian emang udah resmi jadian, abang nyuruh Karin nolak Dewa terus abang sendiri malah pacaran sama orang. Hati abang tuh dimana si. Cuman tahu bulet Bang yang digoreng dadakan, jiwa dan perasaan Karin nggak bisa abang kasih kejutan mendadak kaya gini." Karin mengomel panjang lebar.
Ardi jadi menghela napas, menggaruk rambut kepalanya bingung. Gadis di hadapannya itu, kenapa bisa seajaib ini. Dan bodohnya dia bisa suka.
"Dengerin gue dulu, jangan kaya sinetron, ini bisa diomongin baik-baik."
"Apa yang mau abang omongin lagi? Karin benci sama abang tau nggak, bencii!"
Ardi melangkah maju, menarik gadis itu ke dalam pelukannya, membuatnya terdiam seketika. "Dengerin abang dulu, Dek,"
Mendengar itu, Karin jadi terdiam, belum pernah abang angkatnya bersikap selembut ini sebelumnya, namun dia jadi sadar satu hal, bahwa dirinya tidak lebih dari hanya seorang adik angkat. Dan mungkin tidak akan bisa berubah.
***
"Minum dulu, haus kan abis ngomel." Ardi memberikan sebotol air mineral yang sudah ia buka tutupnya, Karin menerimanya dalam diam.
Mereka kini duduk di bangku taman, tidak mungkin Ardi membawa pulang Gadis itu dengan keadaannya yang seberantakan ini.
Setelah tadi pemuda itu menceritakan semuanya, tentang hutangnya pada Edo, tentang perasaannya pada Nadia, Karin bisa sedikit mengerti.
"Terus sekarang Mbak Nadia di mana?"
"Tadi gue suruh Edo buat jemput di mini market, terus gue cari lo." Ardi menoleh, mengambil air mineral dari tangan Karin yang hanya berkurang sedikit, kemudian meminumnya.
"Abang sadar nggak si, kalo keputusan abang itu bisa nyakitin Mbak Nadia, seandainya dia tau gimana?"
"Gue cuma mau dia sadar aja, jadi cewek gue itu nggak enak, dan cuma Edo yang sebenernya bisa bikin dia bahagia."
"Tapi tetep aja abang tuh salah, Mbak Nadia itu orang baik, Bang. Bukan cuma Karin yang sakit hati, bahkan Mbak Nadia pasti sama, dan mungkin abang pun juga, Bang Edo apalagi."
Ardi menoleh, mulutnya penuh dengan air mineral yang belum sempat ia telan. Set dah, pedes banget omongannya kaya netizen. Batinnya.
"Gue emang tempatnya salah, emang selalu gue yang salah," ucap Ardi setelah menelan air di mulutnya, pandangan nya lurus ke depan, "mantan gue banyak, iya. Apa gue bangga?" Pemuda itu kembali menoleh pada gadis di sebelahnya. "Sama sekali enggak," tambahnya lagi.
"Gue juga mau punya soulmate, yang bisa gue ajak curhat, yang bisa bikin gue nyaman, tapi nggak ada. Mereka tuh, apa ya." Ardi berpikir sejenak. "Cuma jadiin gue piala bergilir, bahan pameran tau nggak?" Tambahnya lagi. "gue," jeda, kemudian menghela napas. "Capek."
Karin tertegun beberapa saat, mendengar pengakuan dari pemuda yang biasa pedas dalam melontarkan kalimatnya itu Karin jadi berpikir, ternyata dia belum begitu mengenal abang angkatnya ini.
"Nggak ada yang benar-benar tulus sama gue, dan mungkin termasuk lo juga," ucapnya yang membuat Karin mengangkat kepala dan menatapnya.
Selama ini gadis itu memang selalu menggoda abangnya, bisa dibilang bercanda, tapi sebenarnya tidak juga. Dan dituding tidak tulus dia jadi merasa tersinggung.
"Terserah abang mau nganggep kaya gimana, sakit hati Karin denger abang jadian sama Mbak Nadia, beneran nyata kok."
"Lo cuma sekedar suka sama gue, mungkin kalo nanti lo nemuin orang yang lebih dari gue, lo bakalan merasakan rasa suka yang sama."
"Tapi rasa suka Karin buat abang tuh beda, perasaan karin tuh udah kaya sebungkus nasi padang yang porsinya kebanyakan tau nggak," ucap Karin yang sontak membuat Ardi menahan tawa, "dibuang sayang, ditampung kenyang. Karin harus gimana, Bang."
"Ya, makannya dikit-dikit," ucap Ardi memberi saran.
Karin reflek menendang kaki sang abang di sebelahnya, ini yang nggak nyambung siapa si sebenernya.
"Mbak Nadia itu cantik, Bang. Siapa yang bisa menjamin kalo hati abang nggak bakalan terjerat pesona Mbak Nadia?" Tanya Karin merasa khawatir.
"Ya siapa lagi kalo bukan lo? Gue punya pawang sekarang." Ardi kembali meminum air mineral botol di tangannya. Mengabaikan raut bingung Karin dengan rona merah di kedua pipinya.
"Apaan si, nggak jelas tau nggak."
Ardi mengarahkan pandangan pada gadis berponi yang juga menatapnya, pemuda itu menepuk dadanya tiga kali, kemudian membuat bentuk hati dengan telunjuk dan ibu jarinya, lalu ia acungkan pada gadis itu. Bibirnya tersenyum manis.
Karin memilih untuk membuang muka, pipinya seketika memanas, dan detak jantungnya pun jadi berantakan. Sialaan.
"Abang kelarin dulu aja urusannya sama Mbak Nadia," ucapnya, masih tidak mau menoleh.
"Emang lo paham maksud gue?" Tanya Ardi, nadanya tampak menggoda.
Karin jadi menggigit bagian dalam pipinya, "ya pokoknya abang kelarin dulu urusan abang sama mereka berdua," ucapnya salah tingkah.
Ardi tertawa pelan, "iya tenang aja, balik yuk, laper," ucapnya yang membuat Karin mengangguk, namun sebelum beranjak Ardi mengambil tisu basah dari saku jaketnya, dan mengeluarkannya selembar.
"Karin bisa sendiri, Bang." Tolaknya saat Ardi mulai mengusapkan benda dingin itu ke pipinya.
"Udah lo diem aja," ucap Ardi dengan terus mengelap bekas airmata bercampur keringat yang mengering di pipi gadis itu.
Karin terdiam kaku, kedekatan ini membuat ia membayangkan tentang kejadian semalam.
"Tuhan pas nyiptain lo pasti lagi bahagia banget kayaknya," gumam Ardi, berganti mengelap pipi sebelah kiri.
"Kenapa emang?" Tanya Karin bingung.
"Heran aja, ciptaanNya, bisa secantik ini."
Blushing, Karin merasa pipinya kembali memanas, dia memejamkan mata. "Udah lah, Bang. Jangan ngegombal," omelnya.
"Biar lo ngrasain apa yang gue rasain selama ini," ucap Ardi, *** tisu di tangannya kemudian ia buang.
Karin yang sudah membuka mata jadi penasaran, "Karin pikir selama ini gombalan karin tuh mental terus tau, nggak pernah abang masukin hati," ucapnya.
Ardi menoleh, menyentuh dadanya sendiri. "Meleleh abang, Dek."
Ardi: Jangan benci sama gue dong netizen, gue cuman korban author.
Karin: aku kuat, aku nggak papa.
***Curhat dong***
Author: Sebagai penulis amatir gue tentu butuh banyak bahan referensi, salah satunya dengan membaca karya orang lain, bukan niat plagiat, cari inspirasi aja. Dan disitu gue membuka bacaan yang udah ditag matur, diatasnya pun dibilang, hanya untuk pembaca dewasa, berhubung gue udah merasa dewasa ya gue buka dong ya. Dan disitu ternyata cuman ditulis "Dan kemudian mereka pun melakukannya," gue jadi sewot, melakukan apaan siti solehaa main gundu? Asli gue merasa dibohongi dengan tag matur itu sendiri. Ketipu.
Gue jadi mikir betapa gondoknya pembaca gue, terutama di oh my boss, lagi seru-serunya eh malah iklan, mungkin sama aja kaya, lagi gerah-gerahnya pen mandi air dingin, eh pas diguyur ternyata airnya anget. Gue merasa jahat banget. Monmaap lahir batin ya.
Netizen: Dan gue tau kenapa lo nggak pernah pajang poto thor.
Author: iya, bukannya gue sok kecakepan banget ya monmaap, gue takut disantet. Beneran.
Netizen: Lu referensinya cerita tag matur mau bikin adegan dewasa ya thor.
Author:Bukan Junet, gue cuman pengen tau aja cara penulisan dan penyampaian ceritanya bagus nggak, sekalian mau belajar.
Netizen:Iya, belajar bikin cerita tag matur.
Author: ih dibilanginnya. Bodo amat dah ah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ney Maniez
ya allohh...
lagiiI sedihhhh kkok masihhh sempet nyaaa bikin ketawa...
ini gmnnn /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-12-24
0
Caroline
kariiiinnn,,,,lg patah hati pun masih bisa ngebanyol dia 🤦😄
2023-05-24
1
Siti Aminah
hatiku ikut meleleh juga Bang...🤭🤭
2022-08-18
1