Pagi ini Karin sudah bersikap seperti biasa, anak itu memang cepat sekali berubah suasana hatinya, padahal Ardi saja masih kesal dengan kejadian semalam, kesal kenapa dia harus menolak, dan memikirkan gadis itu meminta temannya atau bahkan Bang William untuk mengajarinya malah membuat seorang Ardi tidak bisa tidur nyenyak semalaman. Sialaaan.
Ardi menaiki motor gede pemberian sang abang, menoleh pada Karin yang tampak mendekatinya dengan senyum-senyum sendiri, membuatnya mengurunkan niatnya memasang helm di kepala.
"Apa?" Tanya Ardi, sedikit waspada.
Karin mengacungkan salah satu jarinya kemudian bertanya, "ini namanya jari apa, Bang?"
"Ngapa si? Lo amnesia?"
"Jawab dong, Bang. Nggak seru lah."
Ardi menghela napas, "jari kelingking," jawabnya.
"Kalo yang ini?" Karin menunjukkan salah satu jarinya lagi.
Sembari memasang helm di kepala, Ardi menjawab. "Jari manis," ucapnya malas.
"Salah, Bang. Ini jari doang."
Ardi mengerutkan dahi, "kenapa emang?" Tanyanya.
"Soalnya manisnya udah diambil buat Bang Ar," ucap Karin, kemudian tertawa pelan.
Sa ae anak setan, umpatnya dalam hati, kemudian mendengus, tersenyum kecil. Sudah terbiasa dengan gombal receh ala Karin, pemuda itu meraih jari gadis itu dan menurunkannya. "Udah?" Tanyanya.
"Sekali-kali dong, Bang. Gantian Bang Ar yang gombalin Karin."
"Apa untungnya buat gue."
Karin berdecak sebal, "payah, ah," ujarnya, pasrah saja saat pemuda di hadapannya itu memasangkan helm di kepalanya.
Ardi menghela napas, "Yaudah, ini jari apa?" Tanyanya ikut menunjukan salah satu jarinya.
Karin tersenyum, "jari telunjuk, Bang."
"Gunanya buat apa?"
"Buat nunjuk hati Karin ke hati abang ya?"
Ardi menggeleng, "bukan, buat noyor pala lo." Ardi benar-benar menoyor kening gadis di hadapannya itu sampai nyaris terjengkang, keberatan helm. "Buruan naik, gue tinggalin nih."
"Bang Ar ih, ngeselin, nggak ada romantis-romantisnya jadi cowok ah."
"Terseraah."
***
Karin memasuki kelas dan disambut heboh oleh teman sebangkunya.
"Gila Riin, gue suka banget sama tulisan lo," ucap Maya, dan mendapat pelototan dari Karin yang kemudian duduk di kursinya.
"Cuman lo doang yang gue kasih tau, kalo gue nulis di situ," ucap Karin, meletakan tas gendong ke atas meja.
"Emang kenapa si kalo yang lain juga tau."
"Gue nggak enak, disitu kan terkenal sama cerita erotisnya."
"Ya tapi kan nggak semua, dan kenapa akun lo namanya harus Kanjeng Ribet, emang nggak ada yang lain apah."
Karin tertawa, "nggak tau, gue kepikirannya itu."
Keduanya kembali membahas cerita kelanjutan dari tulisan Karin, bersamaan dengan itu seorang pemuda yang mereka kenal menghampiri keduanya yang memang duduk di bangku nomor dua dari depan.
"Kak Dewa, ada apa?"
Pemuda bernama Dewa menduduki kursi di depan Karin, "aku mau nawarin kamu jadi anggota osis, mau nggak?" Ucapnya.
Karin melirik Maya, yang malah mendapat sikutan dari teman sebangkunya itu, senyumnya tampak mengolok.
"Nanti aku sibuk dong ya, rapat terus."
"Ya nggak apa-apa, kan sibuknya sama aku."
"Buset dah kenceng bener, Wa sepiknya," ucap seseorang yang sedari tadi mengikuti pemuda itu.
Dewa jadi berdecak, "serius gue," ucapnya, melirik sinis pada pemuda berkacamata rekannya itu. "Gimana Rin, kamu mau?" Tanyanya lagi.
Karin berpikir, jika dia jadi anggota osis dan sering rapat, pulangnya nggak bisa bareng Bang Ar dong. "Yang lain aja deh, Kak, mereka lebih bisa diandalkan."
"Iya, takut digaruk sama Ratu juga nanti," celetuk Maya yang mendapatkan sikutan dari Karin.
Dewa mengerutkan dahi. "Kenapa sama Ratu?"
"Karin kemaren dilabrak sama tuh—"
"Nggak, Kak, nggak apa-apa kok." Karin membungkam mulut teman sebangkunya, membuat Dewa semakin curiga. Dan setelah berbasa-basi membahas tentang kegiatan osis yang pemuda itu tawarkan, keduanya pun pergi.
"Lo kenapa nggak bilang aja si, sama Kak Dewa, kalo si Ratu tuh ngajak ribut mulu."
"Apa untungnya buat gue coba?"
Maya jadi menggaruk kepalanya, "iya juga si."
Karin teringat sesuatu, "May, lo pernah ciuman nggak? Gimana si rasanya."
Mendengar pertanyaan temannya itu, Maya jadi kaku, melirik ke sekelilingnya, takut-takut jika ada yang mendengar percakaan nyeleneh di pagi itu. "Ngapa emang?"
"Gue pengen nulis adegan itu, tapi nggak tau rasanya gimana, cara menjabarkannya gimana coba," ucap Karin kemudian menopang dagu.
Maya jadi berpikir, ni anak polos apa bego ya. "Lo kemakan komentarnya akun Netizenmahabenar ya? Makanya punya pacar dong," sarannya kemudian.
Karin mengangguk, "iya, ngeselin tuh netizen satu. Tapi emang kalo pacaran udah pasti ciuman ya?"
"Ya tergantung, kalo pacaran ala-ala syar'i mah palingan pandang-pandangan doang, itu juga udah termasuk zinah mata. Tapi nih ya, kalo pacaran ala-ala anak jaman sekarang mah beuuh, laki bini juga kalah mesranya."
"Masa iya, May? Berarti lo ama Kak Heru, seru dong ya kalian kan termasuk kids jaman now."
Dituding termasuk ke dalam golongan kaum milenial, Maya jadi kelabakan. "Ya, ya nggak semua anak jaman sekarang gitu lah, Rin," sangkalnya.
"Terus lo masuk ke golongan mana, yang kedip-kedip dikit langsung istigfar apa yang ngeliat kebon kosong langsung bercocok tanam, tabur-tabur benih gitu." Karin terus menggoda.
"Njiiir lo polos-polos laknat juga pikirannya," omel Maya.
Karin jadi tertawa, membuat Maya semakin curiga. Ni anak beneran polos apa polesan doang ya, bahaya.
***
Ardi mengganti baju yang ia kenakan dengan seragam olah raga yang ia dapat dari Ipang, tantangan Dimas yang mengajaknya bertanding basket satu lawan satu tidak lagi bisa ia abaikan, dengan kalimat pedas berupa payah dan pengecut, pemuda itu gencar sekali memanas-manasi Ardi yang semula tidak mau meladeni tantangannya itu.
"Hadiahnya apaan nih kalo lo menang?" Tanya Agung saat mereka tengah berjalan menuju lapangan out dor dimana Dimas tengah menunggunya.
"Harga diri kali," jawab Ardi ngasal, menurunkan sedikit celana training selututnya yang tampak kependekan.
Agung menanggapi dengan anggukan, "takut kalah saing dia sama lo, abis ini, followers ig si Dimas pasti pada pindah ke lo," ucapnya yakin.
Ardi tidak menanggapi, sibuk dengan seragamnya. "Ini celana siapa si, Pang? Njiir sexy bener paha gue," ucapnya sembari merapikan celananya yang tampak sedikit di atas lutut padahal sudah ia paksa turunkan.
"Seragam basket abang gue, tinggian lo berarti sama abang gue ya, coba gue liat."
Ipang membantu menurunkan celana selutut yang dikenakan sahabatnya itu, hingga pukulan di kepala membuatnya mengaduh.
"Merosot Njiir."
"Biarin lah, pamer paha sekalian."
"Setan." Ardi kembali mengumpat, temannya yang satu ini memang tidak pernah bisa diandalkan.
"Nggak apa itumah, kependekan dikit doang, yang penting mah enggak ketat banget." Agung ikut mengomentari.
Mereka sempat dikejutkan dengan ramainya penonton yang berjejer di pinggir lapangan, kebanyakan dari mereka adalah kaum perempuan.
"Gue berasa mau tanding kejuaraan Nasional, rame banget njiir." Ardi sedikit syok, si Dimas pengikutnya banyak juga. Pikirnya.
"Udah santai aja," ucap Ipang yang membuat Ardi ingin sekali memukul kembali kepala pemuda itu.
Pertandingan diiringi dengan suara teriakan penonton, satu wasit yang ditunjuk berasal dari anak jurusan olahraga.
"Woooo!! Mulus banget dah itu paha," celetuk salah satu penonton perempuan dengan histerisnya.
Ardi tampak tidak terpengaruh, fokus merebut bola dari tangan Dimas yang ternyata lihai juga, ia membirkan score Dimas unggul sementara, membuatnya lupa diri dan bersikap meremehkan kemampuan lawannya.
Hingga saat pemuda itu lengah, Ardi dengan mudah memenangkan pertandingan yang membuat Dimas jadi murka, pemuda itu membanting bola tidak terima, dan surakan dari penonton mengiringi kepergiannya.
Ipang dan Agung menghampiri Ardi yang terduduk di tengah lapangan, napasnya putus-putus, dan kedua sahabatnya itu malah mengacak rambut kepalanya sembari mengucapkan selamat.
"Minum woy! Mau mati ini gue."
"Lupa gue beli, saking semangatnya nonton, gue kantin dulu," ucap Ipang kemudian berlari pergi.
"Gung, tolong ambilin barang-barang gue di loker dong."
Setelah berkata "siap." Agung pun ikut pergi meninggalkan Ardi sendirian di tengah lapangan, beberapa penonton tampak menawarkan minuman pada pemuda itu yang kemudian ditolak dengan halus olehnya, hingga uluran botol air mineral dari seseorang yang ia kenal membuatnya mendongak, menerimanya dengan sedikit ragu.
"Selamat Ar, lo hebat juga."
Ardi tersenyum canggung, kemudian beranjak berdiri dan berjalan ke pinggir lapangan, menduduki bangku penonton bertingkat yang sudah kosong. "Edo kemana, tumben nggak bareng?" Tanyanya setelah gadis bernama Nadia ikut duduk di sebelahnya.
"Dia masih ada tugas tadi," ucap Nadia, pandangannya ia arahkan pada pemuda yang tengah minum di sebelahnya, dan saat Ardi menggunakan air di tangannya itu untuk membasuh muka, gadis itu sigap mengulurkan tisu yang ia ambil dari dalam tasnya.
Ardi mengusap wajah basahnya dengan tisu dari gadis itu setelah mengucapkan terimakasih, dan mendapat bantuan mengelap mukanya dari gadis bernama Nadia memebuatnya sedikit terlonjak, kemudian menghindar, "gue bisa sendiri," tolaknya.
"Kenapa si, orang-orang mikirnya gue itu ceweknya Edo." Nadia bergumam sendiri.
"Wajar lah, kalian kan udah kaya sepasang sepatu, kemana-mana berdua." Ardi menanggapi sembari melempar gumpalan tisu di tangannya ke tempat sampah yang tidak jauh dari mereka.
Nadia menoleh, "lo tau nggak, filosofi sepatu?" Tanyanya.
Ardi tertegun, berpikir sejenak, "apa ya, gue taunya kalo yang sebelah ilang sebelah lagi nggak bakalan berarti, gitu nggak si?" Dia malah balik bertanya.
"Iya, tapi bukan yang itu," ucap Nadia. "Sepasang sepatu itu memang selalu bersama, tapi mereka nggak bisa bersatu."
Ardi jadi terdiam, omongan cewek ini, maksudnya apa ya. Batinnya.
perhatian keduanya teralihkan dengan kedatangan Agung dengan membawa tas Ardi, juga air mineral yang Ipang titipkan sebelum ke kamar mandi. "hp lo bunyi terus."
Ardi mengambil hp nya, vidio call dari Karin, dan kemudian ia angkat. "Apaan?" Sapanya dengan tidak ramah seperti biasa.
Karin bertanya bagaimana kelangsungan pertandingan yang dijawab dengan tawa oleh abangnya itu.
penasaran, Nadia melongok ke arah kamera, sebelah tangannya ia letakan di pundak Ardi, "Siapa?" Tanyanya.
Ardi mengernyit, kembali ke arah kamera yang menampakkan wajah Karin sedikit berubah, "adek gue," jawabnya.
"Karin yah?" Tanya Nadia, kemudian melambai ke arah layar dimana wajah adik pemuda disampingnya itu tampak sedikit tersenyum , "hay Karin, imut banget kamu," sepiknya ala seseorang yang tengah pendekatan dengan calon adik iparnya.
Ardi melirik Karin yang tampak tersenyum canggung, kemudian gadis berseragam SMA itu berkata. "Jangan mau sama abang gue Mbak, dia koleksi film biru."
"Setan!" Ardi mengumpat kesal yang membuat Agung juga Nadia ikut tertawa.
**bukan iklan**
Author; makasih ya buat saran kalian tentang konflik untuk kedua remaja ini.
Cukup gue aja yang pusing mikirin konflik ya, kalian nggak usah. karena apa, karena gue tuh sayang sama kalian.
netizen: bukan iklan ya thor.
author; bukan, balik lagi lo sono.
netizen; gue cuman pengen tanya mbak Nena kapan beranak thor.
author; ntar gue tanya bidan dulu, lo nggak usah ngurusin beranaknya dia.
netizen; set dah nanya doang juga.
author; bodo amat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ney Maniez
ihh ilfeel ma c nadia
2024-12-10
0
Rumi
aseeem si karin 😂😂😂
2024-11-28
1
Moel Yatie
lanjutkan Thor
2024-06-18
0