Karin menuruni mobil baru abangnya saat mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah.
"Heh, anak setan, lo masih marah sama gue."
Karin yang hendak melangkah pergi jadi menoleh. "Pokoknya ya, Bang. Karin males ngomong sama abang," tegasnya.
"Itu lo lagi ngomong sama gue."
"Kan cuma sekedar pemberitahuan."
"Yaudah iya gue udah tau." Ardi mengulurkan tangan, melewati kaca jendela mobil yang sedari tadi ia buka. "Gue minta maaf," ucapnya, mencoba mengalah karena tidak tahan juga selama perjalanan berangkat tadi, gadis itu selalu mengabaikannya.
Karin mendekat ragu, meraih jemari abangnya untuk berjabat tangan, namun saat akan menariknya kembali, pemuda itu menggenggamnya dengan erat, dan menariknya mendekat.
"Apa sih, Bang. Lepasin nggak tangan Karinnya, nggak dimaafin nih," ancam gadis itu yang membuat Ardi tertawa pelan.
"Cium dulu."
Karin mengerjap gugup, "apanya?"
"Tangan gue lah, lo mau yang lain emang?"
"Dih, ogah Karin cium tangan abang."
"Kalo yang lain mau ya?"
"Abang niat minta maaf nggak si?" Karin jadi mengomel.
"Tinggal cium tangan doang susah amat, sini tangan lo aja gue cium."
"Yaudah iya, Karin aja," tolak gadis itu, kemudian menarik tangan abangnya dan menyatukan dengan keningnya sendiri.
"Bibir lo pindah ke jidat," komentar Ardi.
Karin menggeram kesal, lalu dengan tampang terpaksa mencium punggung tangan sang abang dengan bibirnya.
Ardi yang tersenyum melepaskan tangan gadis itu kemudian mengacak rambutnya, "nanti lo ada ekskul kan? Pulangnya jam berapa kabarin, ntar gue jemput."
"Sama Mbak Nadia?"
Ardi menggeleng. "Nggak," ucapnya kemudian mengecup punggung tangannya sendiri, pada bekas ciuman gadis itu.
Dan tidak ada yang lebih menggila dari detak jantung Karin saat mengiringi lambaian tangan abangnya yang mulai beranjak pergi.
Gadis itu menghentakkan kaki, "sialaan, hati gue udah kaya oky jelly, lembek banget," umpatnya pada diri sendiri.
Karin memasuki kelasnya, duduk di kursi kemudian meraba kolong meja, seperti biasa gadis itu selalu mendapatkan banyak makanan di sana.
"Buset dah, Rin. Kolong meja lo udah kaya warung Madura, apa aja ada." Maya yang baru saja datang langsung berkomentar.
Karin memberikan sebatang coklat pada gadis itu. "Gue juga bingung, siapa si yang naroin di sini?" Herannya, karena selain sebatang coklat, terkadang juga banyak cemilan, minuman kaleng, sampai permen lolipop. Nama pengirimnya pun berbeda-beda. Dan Karin malas untuk mencari tahunya.
Maya menduduki kursinya, "ini dari Kak Dewa, Rin," ucapnya, menunjukkan tulisan nama di kertas kecil yang menempel di badan coklat.
Karin menoleh, "serius, Kak Dewa ketua osis?" Tanyanya.
"Emangnya ada lagi yang namanya Dewa?"
"Ya siapa tau."
"Dia bukannya udah lo tolak ya." Maya mulai membuka bungkus coklat kemudian memakannya.
"Makanya itu," ucap Karin sembari memasukkan makanan yang lain ke dalam kantong keresek yang ia bawa.
"Gue saranin Rin itu makanan jangan lo makan."
"Emang kenapa?"
"Abis makan coklat ini, gue bayangin Kak Dewa jadi ganteng banget sumpah, mengandung pelet nih kayaknya."
Karin tertawa, "lah, dia mah emang udah ganteng, May."
"Eh, iya ya." Maya ikut tertawa.
Satu notif dari hpnya membuat Karin merogoh isi tasnya.
Netizenmahabenar: gimana hari ini, di kolong meja lo masih banyak sampah.
Karin tersenyum, tentang masalah ini dia memang menceritakan pada teman onlinenya yang sudah beberapa bulan ini akrap dengannya.
"Bukan sampah woy." Karin mengetikkan balasan.
Netizenmahabenar: jangan dimakan.
Kanjeng Ribet: kenapa?
Netizenmahabenar: lo tau siapa yang ngirim.
Kanjeng Ribet: Ada namanya sih, tapi gue males nyari taunya.
Netizenmahabenar: kirimin ke gue nama-namanya.
Kanjeng Ribet: ngapain, kaya lo bakal kenal aja.
Netizenmahabenar: mau gue santet online.
Kanjeng Ribet: ngaco. Lo sebenernya siapa si? Penasaran gue.
Netizenmahabenar: kan gue udah pernah bilang, gue itu penggemar lo.
Kanjeng Ribet: emangnya lo tau gue.
Netizenmahabenar: tau, tau banget malah.
Karin mengerutkan dahi, mulai berpikir, dia jadi curiga pada seseorang.
Kanjeng Ribet: Siapa sih lo?
Netizenmahabenar: Tebak.
Kanjeng Ribet: Kak Dewa.
Netizenmahabenar: kenapa harus Dewa.
Kanjeng Ribet: Karena Kak Dewa yang ngenalin gue sama aplikasi ini, dia juga yang bantu bikin akunnya. Lo beneran kak Dewa.
Netizenmahabenar: Bukan.
Kanjeng Ribet: Terus siapa?
Karin berdecak, pesannya itu tidak lagi mendapat balasan, padahal dia amat penasaran.
"Kenapa Rin?" Tanya Maya.
"Tau, nggak jelas, orang gila."
****
Dan orang gila yang dimaksud gadis itu kini membanting hpnya ke atas meja, "anak setan," umpatnya yang membuat Ipang yang sibuk bermain tiktok jadi menoleh.
"Kesambet lo, Ar?" Tanya Agung yang menghentikkan permainan game di hpnya.
Ardi mengambil hpnya lagi, menghapus percakapan dan memasukan benda itu ke saku kemejanya.
"Lo dari tadi chat siapa si?" Tanya Edo yang membuat Ardi menoleh, "Nadia chat gue katanya lo nggak bales-bales Wa dia."
"Gue nggak online di Wa," jawab Ardi, kemudian mengambil hp dan memeriksa pesan dari pacarnya, hanya pertanyaan sudah sarapan apa belum, dia pun menutupnya kembali. "nggak penting," ucapnya kemudian.
"Ya seenggaknya lo bales lah, Ar. Kasian dia nunggu-nunggu."
Ardi memberikan tatapan tak terbaca pada Edo, membuat pemuda itu mengerutkan dahi. "Gue nggak bisa sebasa-basi itu sama siapapun, lo tau sendiri lah," ucapnya, kemudian menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.
"Tapi ini kan cewek lo, Ar, bedain dikit dong, gue aja bisa cuman sekedar bales kalo dia nanya lagi apa, lagi di mana, lagi sama siapa, gue aja yang bukan pacarnya bisa nyempetin diri, lo sebagai pacarnya seharusnya bisa lebih peduli."
Ardi tertawa sumbang,"lo bisa karena lo suka," ucap Ardi, kembali menegakkan tubuhnya, "tapi gue nggak suka."
Sejenak Edo terdiam, bingung harus berkata apa. "Apa susahnya sih mencintai Nadia, dia baik, cantik pinter, apa lagi? Lo nyari cewek yang kaya gimana sih?"
Ardi memilih bungkam, dia malas jika selalu membahas hal yang sama dengan pemuda itu.
"Kalo boleh gue ikut campur nih ya." Agung angkat suara. "Perasaan itu emang nggak bisa dipaksain, Do," ucapnya mengarahkan tatapan secara bergantian pada kedua teman di hadapannya, sejak muncul masalah ini, Agung merasa keduanya jadi sering berselisih. "Sama kaya perasaan lo yang nggak bisa dipaksain buat nggak mencintai Nadia."
"Bener tuh." Ipang ikut Nimbrung, "apa susahnya sih tinggal bilang Nat, gue suka sama lo, masalah nanti ditolak toh matahari masih bakalan terbit di tempatnya."
Edo menoleh pada Ardi. "Salah nggak sih gue pengen liat Nadia bahagia dengan nyuruh lo macarin dia, cuma lo yang dia mau bukan gue."
"Ya salah lah!" Ucap ketiga temannya secara bersamaan. Edo sedikit terkesiap.
"Sekarang gini aja deh, Do. Lo kan deket sama Nadia, dan setelah tu cewek jadi pacar Ardi, apa lo pernah liat dia bahagia." Agung memberikan pertanyaan.
Edo tertegun, selama ini yang dia tau sahabat wanitanya itu selalu mengeluhkan sikap Ardi yang cuek padanya, mengeluhkan pesan-pesan yang diabaikan pemuda itu, "tapi dia selalu keliatan seneng banget kalo lagi ceritain tentang lo secara langsung," ucap Edo , membayangkan saat Nadia menceritakan tentang temannya dengan menggebu-gebu, meskipun hatinya sakit namun melihat itu, Dia ikut senang juga.
Ardi menghela napas," terserah lah," pasrahnya.
Namun tanpa mereka sadari, seseorang tengah menguping percakapan ke empatnya.
***
Karin dengan malas memasuki kelas ekskul musik dengan beberapa temannya yang memilih ekskul yang sama, bukan apa-apa, gurunya ini yang katanya sudah menguasai hampir semua alat musik setiap pertemuan pasti selalu menyuruhnya untuk menulis kunci.
Dia memang berminat pada gitar, namun saat mengharapkan praktek memetik alat itu, sudah dua kali pertemuan dan pria berkacamata itu selalu menyuruh muridnya untuk menuliskan kunci gitar . Sungguh sangat membosankan.
"Rin, males gue, palingan disuruh gambar kunci gitar lagi, bolos aja yuk." Maya yang kebetulan duduk di sebelahnya mulai menghasut.
Karin menoleh sinis, "wah, parah lo. Hayulah buruan."
Keduanya beranjak berdiri, berhubung guru pun belum datang jadi mereka memutuskan untuk pergi.
"Woy, mau kemana lo?" Tanya teman yang lain.
"Balik lah, males gue."
"Wah parah. Nggak ngajak-ngajak."
Dan akhirnya beberapa dari mereka malah ikut bolos ekskul bersama. Suasana sekolah memang sudah lumayan sepi, sebagian murid yang ikut ekskul lain pasti sudah masuk kelas masing-masing. Dan sebagian lagi pasti sudah pulang ke rumahnya.
"Kita tunggu di kantin aja Rin, kalo balik ke kelas pasti guru pada curiga." Maya berucap setelah memesan mi goreng dan sekantong plastik es teh manis pada penjaga kantin.
"Ya tapi nggak usah beli makan juga kali, May. Kita tuh lagi bolos bukannya istirahat."
"Laper gue, sekalian aja lah, mumpung lagi di sini."
"Woy kalian ngapain?" Beberapa murid lain yang juga memasuki kantin menyapa keduanya.
"Bolos ekskul lo ya, yaah sama."
"Males gue sama gurunya."
"Lo enak ada gurunya, kita mah gurunya kakak angkatan, mana judes banget lagi," ucap salah satu murid berhijab yang Karin kenal.
"Emang lo ekskul apaan?" Tanya Karin.
"Dance, tapi disuruh buka hijab, sebenernya nggak harus sih cuman anak yg lain pada dibuka, terus nyuruh kita buka juga, enggak dah."
"Wah punya pendirian lo berarti salut gue," ucap Karin bangga.
"Iya, makasih hehe, bukannya apa-apa sih, kalo buka hijab rambut gue awut-awutan, soalnya kriting-kriting gitu."
"Astagfirullah," ucap Karin, gadis itu ingin mengumpat tapi ia tahan.
"Kiki juga sama ya, rambutnya kriting jadi kaga buka hijab," komentar Maya di sela mengunyah makanannya.
"Alhamdulillah enggak, Kiki mah emang nggak bisa buka hijab, soalnya nggak biasa. Malu," ucap gadis itu yang memang jebolan pesantren waktu Smp.
Maya menyikut lengan Karin yang duduk di sebelahnya. "Tuh dengerin, malu nggak lo," sindirnya.
"Lo aja dulu May, entar nama lo gue ganti jadi Siti Solehah."
"Buset segitunya gue tobat, ampe ganti nama." Maya jadi tertawa.
Sedang asik mengobrol tentang keluahan masing-masing beberapa murid laki-laki berlarian dari arah pintu utama.
"Woy, ada Pak Muklis mau ke sini."
"Mampus."
Semua murid yang bolos di kantin berlarian kabur, Karin, Maya dan kedua temannya yang lain memisahkan diri dari rombongan. Ke empat gadis itu bersembunyi di dalam kelas yang sudah kosong. Berjongkok di belakang ruangan itu.
"Rin, bantuin gue makan kek ini." Maya menyodorkan mi goreng dalam wadah styrofoam pada temannya.
"Lagian bukannya dibuang aja," ucap Lisna yang ikut bersembunyi dengan mereka.
Satu teman lagi yang bernama Isti malah sibuk dengan ponselnya. Namun beberapa detik kemudian gadis itu mendadak berlari yang membuat ketiganya kocar kacir mengikutinya.
"Ada apaan si?" Tanya ketiganya saat sampai di ambang pintu, namun Isti malah berbalik dan berjoget-joget di depan ponselnya dengan lagu Alan walker.
"Sialaan dia malah main tiktok." Lisna melemparkan sepatunya pada gadis itu yang kemudian tertawa-tawa.
"Mumpung lagi tegang sekalian gue kerjain."
Karin berdecak sebal, untung temen, pikirnya. "Keluar yuk, kayaknya udah aman."
Mereka keluar kelas dengan mengendap-endap, Karin merutuk dalam hati, gara-gara mengikuti saran Maya dia jadi terperangkap dalam suasana semendebarkan ini, bukan apa-apa, masalahnya dia sudah beberapa kali masuk Bk, belum lagi kasus terakhir perkelahiannya dengan Ratu yang sampai melibatkan abangnya. Dia jadi gelisah.
"Eh, gue ke kamar mandi dulu deh," ucap Karin.
"Gue tunggu di bawah tangga ya." Maya berucap setelah membuang bekas makanan ke tong sampah di dekatnya.
"Kalo pas lo keluar kita nggak ada berarti udah kabur ke taman belakang." Isti menambahkan.
"Yaudah entar gue nyusul," ucap Karin, kemudian masuk ke kamar mandi.
Dan beberapa saat kemudian saat dia keluar, benar saja teman-temannya sudah tidak ada di bawah tangga. Karin hendak berlari ke taman belakang sebelum derap sepatu dari atas tangga membuatnya menoleh.
Bu Lusi selaku guru Bk tengah menuruni anak tangga, Karin yang panik jadi bingung harus bagaimana, namun seseorang entah siapa, menariknya ke sudut tembok dan membungkam mulutnya dengan telapak tangan.
Setelah derap sepatu Ibu guru yang terkenal galak itu menghilang, Karin jadi tau bahwa seseorang yang membungkam mulutnya dari arah depan adalah Dewa.
Dewa menurunkan tangannya dari mulut Karin, jarak pemuda itu yang begitu dekat membuat Karin menolehkan kepala.
"Kak Dewa."
"Hn?"
"Kaki aku keinjek."
"Eh, sory, sory." Dewa reflek memundurkan tubuhnya, tertawa pelan .
Karin yang masih canggung dengan penolakan nya beberapa hari yang lalu hanya mengangguk, kemudian pamit pergi setelah berterimakasih.
"Tunggu." Dewa mencekal lengan gadis itu.
Karin menoleh, "ada apa, Kak?"
"Lo lupa gue siapa?"
"Nggak, Kak Dewa kan?"
Dewa terkekeh pelan, "maksudnya jabatan gue di sekolah."
Set dah belagunya, pikir Karin sebelum tersadar, "eh, iya ketua osis." Karin merutuk dalam hati. Tidak mungkin ketua penegak disiplin ini akan meloloskan dirinya yang kedapatan bolos ekskul. Mati saja lah.
"Kak Dewa itu hatinya terbuat dari apa si, baik banget sampe kirimin coklat ke kolong meja?" Karin mencoba merayu saat pemuda di hadapannya itu melangkah kan kaki entah ke mana, Dewa hanya menyuruh Karin untuk mengikutinya.
"Udah lo makan?"
"Udah, dan sekarang nyesel." Karin mulai berbohong.
"Nyesel kenapa?" Tanya Dewa tanpa menghentikan langkah kakinya.
"Kayaknya tu coklat mengandung pelet ya, soalnya Kak Dewa jadi keliatan ganteng banget hari ini." Karin menjiplak ucapan Maya. Gadis itu sejenak menghentikan langkah saat pemuda di hadapannya itu membalikkan tubuhnya.
"Jangan mulai deh, Karin, entar gue baper." Dewa memberi peringatan.
"Aku nggak niat baperin Kak Dewa kok, cuman muji aja biar ditraktir beli minum, aus nih dari tadi lari-lari mulu."
Dewa tertawa, kemudian membelokan langkahnya menuju kelas Karin. Membuat gadis itu mengerutkan dahi.
"Kok ke sini, Kak, katanya mau dihukum?"
"Iya, hukumannya lo gue anter pulang, tapi temenin jalan dulu."
"Hah, enak amat."
"Mau nggak?"
"Ya mau lah."
Ardi: yang gombalnya sama anak setan doang.
Karin: yang mulai cari mangsa baru.
***iklan***
Author: Kenapa kalian pada benci sama kelakuan Ardi ya karena gue dari kemaren nulis ceritanya pake sudut pandang Ardi jadi yang kalian tau cuman kelakuan Ardi. Dan sekarang gue ceritain kelakuan Karin di sekolah. Biar kalian pada Dilema mau menghujat siapa. Intinya jangan menilai orang dari satu sisi.
Netizen: Bang Ar biarpun mantannya setiap tikungan ada tapi nggak pernah gombalin cewek thor, jangankan cewek lain, Nadia aja yg jadi pacarnya dianggurin.
Author:Makanya jangan benci-benci sama Bang Ar, dia itu begitu karena terpaksa.
Netizen: yaudah thor jangan banyak-banyak iklannya ntar diomelin.
Author: ini gue mau cuap-cuap nulis ungkapan terimakasih buat readers gimana dong.
Netizen:nggak usah thor nggak penting.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ney Maniez
iyaaa akuu jugaa gituuu...
hatiku lagii lembekkk kayak bubur sunsun/Facepalm//Facepalm/
pengen sunsun c abang😂😂😂
2024-12-24
0
Ney Maniez
balesss rin/Determined//Determined//Determined//Determined/
2024-12-24
0
putri bungsu 28
ngebayangin ekspresi nya pasti lucu🤣🤣🤣
2024-01-31
0