Masih di acara ulang tahun Nadia, setelah kehebohan menulis di papan kalimat berakhir, mereka pun kembali duduk lesehan melingkari sebuah meja pendek berbentuk persegi di hadapan mereka, untuk menunggu acara utama yang dimulai selepas magrib, mereka sepakat membuat permainan.
Ipang membawa satu gelas besar kopi hitam yang katanya tanpa gula dan gelas kosong kecil yang ia letakan di atas meja.
"Nama permainannya truth or drink, jadi di sini gue bakal muterin botol ini." Ipang menunjuk botol kosong di tengah meja, "dan siapapun yang bakal ditunjuk sama ujung botol bakal jadi peserta pertama, tapi cuma satu orang yang boleh mengajukan pertanyaan, dan hanya ada dua pilihan, jawab jujur atau minum kopi ini." Ipang menunjuk kopi hitam dalam gelas besar, kemudian mengambil cangkir berukuran kecil di sebelahnya," cuma secangkir ini kok, paling satu tegukan," jelasnya panjang lebar.
"Kalo seandainya korban pertama memilih jawab jujur gimana?" Tanya Agung dengan mengangkat telapak tangannya.
Ipang menjawab, "ya yang minum kopi yang ngasih pertanyaan, gimana? Karin ngerti nggak?"
Karin yang sedari tadi menyimak jadi mengerjap, mentang-mentang dia yang paling muda, jadi dia yang ditanya. "Ngerti, Bang," jawabnya.
"Udah lo nggak usah ikutan," ucap Ardi pada gadis remaja yang duduk di sebelahnya.
"Seru tapinya." Karin memohon pada pemuda itu.
"Nggak apa-apa lah, Ar, lagian tantangannya juga cuma minum kopi, bukan bir, boleh lah dia." Agung ikut berkomentar, yang membuat Ardi akhirnya mengiyakan saja.
Permainan dimulai dengan putaran botol pertama dari Ipang, searah jarum jam, mulai dari Nadia, Edo, Agung, Karin, Ardi, dua sahabat perempuan Nadia yang juga mereka kenal kemudian kembali ke Ipang. Ujung botol berhenti dan mengarah pada Nadia.
"Yah, pas banget, yang ulang tahun nih jadi korban." Ipang berkomentar, yang lain hanya tertawa mengolok Nadia yang hanya bisa pasrah saja.
"Ok, siapa yang mau nanya." Nadia mengedarkan pandangannya pada teman-temannya yang duduk melingkari meja. "Nggak ada?"
"Karin aja yang nanya," ucap Karin yang membuat Ardi di sebelahnya jadi menoleh.
"Nanya apa, Karin?"
"Mba Nadia sama Bang Edo, pacaran nggak si?"
Dan pertanyaan itu berhasil membuat suasana berubah hening, mereka kompak menahan tawa. Nadia pun jadi serba salah, pertanyaan itu memang sempat terlintas dari dugaannya yang pasti akan muncul, tapi seorang Karin yang bertanya, dia tidak menyangka.
Agung pura-pura tersedak dan batuk-batuk yang membuat Karin di sebelahnya reflek menepuk-nepuk punggungnya.
"Jawab, Nat, apa mau ngopi aja," komentar Lisa, sahabatnya yang sudah mulai cekikikan. Heny yang duduk di sebelahnya jadi menyikutkan lengan.
"Kita, temenan doang kok, sahabatan dari kecil, iya kan Do." Nadia menoleh pada Edo, menepuk paha pemuda itu yang mengangguk pasrah di sebelahnya.
Ardi masih menahan senyum, pura-pura mengusap mulut untuk menutupi rasa geli yang nyaris meledak, sahabat? Anjiir, gue yang nyesek, batinnya.
Ipang membuat gerakan menusuk dada, dan mendapat tabokan dari sahabat Nadia yang ia targetkan menjadi gebetan barunya.
Dan seorang Karin lebih memikirkan nasibnya sendiri, "yah, Karin minum deh," ucapnya, kemudian menoleh pada Ardi, "Bang, gantiin Karin minum kopi dong."
Ardi mengernyit, "idih ogah, lagian sok banget nanya-nanya," ucapnya yang membuat teman-temannya jadi tertawa.
Karin mencebik, mengambil gelas kecil yang baru saja dituangkan kopi oleh Nadia.
"Minumnya sekali teguk, Rin, kaya minum arak di film jackie chan." Ipang memberi saran. Dan dengan bodohnya Karin menurutinya.
"Paiiit," keluhnya yang sontak mengundang tawa, Ardi mengambil selembar tisu dan menempelkannya di bibir gadis itu. Karin mengelap dengan tangannya sendiri.
"Liat abang Rin, biar manis." Ipang kembali memberi saran yang mulai Karin sadari ketidak bergunaannya.
"Tambah sepet, Bang," jawab gadis itu dan membuat yang lain kembali tertawa.
"Anak kecil kalo ngomong suka jujur, Pang." Agung berkomentar.
Nadia mengambil minuman berwarna yang ditaruh di meja terpisah dan memberikannya pada Karin untuk sedikit menghilangkan rasa pahit, yang kemudian mendapat ucapan terimakasih dari gadis itu.
Permainan pun berlanjut, semakin seru saat ujung botol mengarah pada Agung, Lisa, Heny, Edo secara bergantian, Karin menolak memberi pertanyaan, kapok dengan rasa pahit kopi yang masih terasa di lidahnya.
Dan Ardi pun mendapat giliran, dengan cepat Lisa mengangkat tangannya. Ardi kenal gadis itu, yang memang sering bersama Nadia kemana-mana.
"Ar, lo kan ganteng ya, terus kata Ipang juga mantannya banyak–"
"Kenapa gue dibawa-bawa dah," protes Ipang yang mulai waspada dengan pelototan dari Ardi sedari tadi.
"Gue mau nanya aja, penasaran, lo masih perjaka apa enggak si?" Dan pertanyaan Lisa yang mendapat toyoran dari Heny sontak mengundang gelak.
"Anjirr pertanyaannya mengandung konten dewasa, nggak terima gue." Ardi berlagak tersinggung.
"Udah minum kopi aja, Ar. Cari aman." Agung memberi saran.
"Jawab dong Bang Ar, Karin penasaran juga."
"Jawab," "minum," "jawab," "minum." Dua kubu yang menyurakan keinginan berlawanan membuat suasana semakin heboh, beberapa pengunjung tampak menoleh merasa terganggu.
"Oke iya gue jawab." Ardi berucap membuat situasi kembali terkendali, wajah-wajah penasaran tampak tidak sabar mendengar jawaban. "Iya, gue udah nggak perjaka."
Hening.
Karin mengerjap tidak percaya, "sama siapa, Bang?" Tanyanya yang sebenarnya juga menjadi pertanyaan bagi mereka yang tidak berani menyuarakannya.
Ardi mengangkat telapak tangannya, "sama tangan gue sendiri." Dan sekotak tisu melayang dari Edo ke arahnya yang dengan sigap ia tangkap, suasana kembali rusuh dengan umpatan kesal dari teman-temannya.
"Pake tangan caranya gimana, Bang?" Karin bertanya yang membuat tawa mereka semakin ribut, dengan gemas Ardi mengacak rambut gadis remaja berseragam sma di sebelahnya.
"Sabar ya, ntar abang ajarin, cepet gede makanya."
"Woy! Cabul abang lo Rin, pindah aja jadi adek gue lah." Agung menawarkan diri.
"Punya adek sepolos Karin mah, gue juga mau." Edo ikut-ikutan berkomentar. "Gemes mulu tiap hari ya."
"Udah-udah, gue mau ngopi dulu," ucap Lisa.
"Ini nih, biang kerok, bikin rusuh aja." Heny berkomentar.
Setelah mulai tenang, permainan kembali berlanjut.
"Yaah, kok gue lagi si?" Keluh Nadia.
"Curang nih Bang Ipang muternya, masa nggak pernah kena dia," protes Karin yang ikut prihatin.
"The power of juru kuncen itu namanya, kan gue yang muterin."
"Yah, botol aja ogah milih dia," ucap Heny yang duduk di sebelahnya.
"Tapi kamu mau kaan?"
"Idih abang modusnyaaa, basi."
"Tuh, anak kecil aja tau," olok Agung.
"Karin udah Sma tau, anak kecil aja bahasanya."
"Eh iya, ya."
"Gue mau nanya nih sama Nadia." Ipang berucap, membuat perhatian mereka kembali teralihkan. "Nadia, kalo seandainya, seumpama, misalkan ya–"
"Buruan woy," protes Lisa.
"Iya, seandainya temen gue, si Edo bilang kalo dia suka sama lo, lo jawab apa?"
Suasana kembali hening, Edo tampak tegang di tempatnya, Nadia diam-diam menelan ludah, perlahan gerakan tangannya hendak meraih cangkir kopi yang kemudian dengan cepat direbut oleh Edo, dan pemuda itu meminumnya.
Suasana jadi canggung, hanya seorang Karin yang berani berkomentar ketika wajah Edo tampak mengernyit saat cairan kopi mengalir di tenggorokannya.
"Pait ya, Bang?"
"Iya, pait banget, Rin," ucap Edo, sembari *** dadanya sendiri dengan tampang lesu.
"Eh, ada yang mau nyumbang lagu nggak?" Nadia mengalihkan perhatian.
Dengan cepat Karin mengangkat tangan, "Karin mau dong."
Ardi meraih tangan Karin dan menurunkannya, "nggak usah macem-macem."
"Tapi Karin mau nyumbang lagu, Bang."
"Nyumbang lagu apaan? Lo ngomong aja pales."
Karin berdecak kesal, namun Ipang menariknya dan mengajaknya ke atas panggung kecil di sudut tempat itu, tidak terlalu jauh dari mereka.
"Woy, Pang." Ardi yang protes dan hendak beranjak ditahan oleh Agung.
"Biarin aja, kita liatin dari sini, kalo malu-maluin si Ipang kita lelepin."
Ketika musik mulai terdengar, Ardi bisa menebak lagu apa yang akan mereka bawakan, siapkah kau tuk jatuh cinta lagi dari hivi, lagu terkenal yang cukup sering Ardi dengar.
Ketika ku mendengar bahwa
Kini kau tak lagi dengannya
Dalam benakku timbul tanya.
Suara Karin berhasil membuat Ardi terlongo, ternyata gadis berisik itu suaranya bagus juga. Asli.
"Adek lo bisa nyanyi Ar?" Tanya Nadia.
"Iya, gila suaranya enak banget kecil-kecil." Lisa ikut berkomentar.
"Gue mau vidioin ah," Agung sudah melompat menghampiri keduanya yang tampak berduet seru.
Yang lain ikut menganggukkan kepala sesuai irama, ikut bernyanyi juga.
Ardi diam saja, namun bibirnya tersenyum lebar, dan saat lagu mulai memasuki reff, seorang Karin menyanyikan itu dengan menatap dirinya.
Meski bibir ini tak berkata
Bukan berartiku tak merasa
Ada yang berbeda di antara kita
Dan tak mungkinku melewatkanmu
Hanya karena
Diriku tak mampu untuk bicara
Bahwa aku inginkan kau ada
Di hidupku.
Ardi tertegun, liriknya seperti menyindir, pemuda itu terus menikmati lagu dengan tersenyum menopang dagu, dan hal itu tidak luput dari perhatian Nadia yang juga ikut tersenyum.
Dan saat lagu selesai, Karin berlari menghampiri abangnya dengan lembaran uang seratusan di tangannya, Ardi mengerjap saat gadis itu memamerkannya.
"Bang, Karin disawer."
"Kaya biduan dangdut aja disawer."
"He'em," gumam Karin kemudian tertawa, "sama om yang itu, katanya suara Karin bagus," ucapnya, menunjuk pria berkacamata.
"Oh, itu Om Irwan, om gue, pemilik tempat ini." Nadia menjelaskan.
"Diusir kali lo, biar cepet pulang, berisik." Ardi jadi tertawa.
"Dih abang." Karin melepaskan topi Ipang dari kepalanya, "nitip, Bang. Karin mau ke toilet dulu."
"Memangnya kamu tau?" Tanya Nadia.
"Di mana sih, Mba?"
"Yaudah sama gue aja."
Sesampainya di kamar mandi, Nadia tidak ikut masuk ke salah satu biliknya, dia hanya ingin merapikan riasan wajahnya di depan cermin, dan mengiyakan saat Karin menyuruh ditinggalkan saja bila dia lama.
"Nadia, gue cari-cari lo malah di sini, met ultah ya," ucap seorang gadis muda, seumuran Nadia yang masih saudara dengannya. Nadia menyambut ucapannya dengan bercipika cipiki.
Dan saat Karin keluar dari bilik kamar mandi, perhatian keduanya teralihkan. "Karin duluan ya, Mbak Nadia."
"Eh, Karin, kenalin ini Mita sodara mbak, Ardi kenal kok," ucap Nadia.
Belum sempat Karin memperkenalkan diri, gadis bernama Mita malah bertanya, "Ada Ardi juga, dia siapa?"
"Dia adeknya si Ar–"
"Oh, jadi lo adek angkatnya si Ardi?" Ucap Mita memotong ucapan Nadia, kemudian tertawa remeh, "ternyata biasa aja," lanjutnya.
"Ta, jangan ngomong gitu dong." Nadia menegur.
Karin jadi merasa tidak suka, "maaf ya mbaknya," ucap Karin yang membuat keduanya menoleh. "Emangnya situ oke?" Tambahnya dengan berani yang membuat Mita jadi kesal sendiri.
"Berani lo ya, anak kecil." Mita merenggut dagu Karin membuat gadis itu mendongak, Nadia jadi panik.
"Jangan, Ta, dia masih anak-anak."
"Justru karena masih anak-anak harus diajarin."
"Lepasin adek gue!" Suara Ardi membuat ketiganya menoleh, "gue bilang lepasin adek gue," bentaknya lagi yang kemudian membuat gadis bernama Mita melepaskan dagu Karin.
"Ardi?" Suara Nadia tampak bergetar.
"Gue pulang, Nat," pamitnya pada Nadia, kemudian menarik Karin pergi.
Nadia memanggil namanya berkali-kali, hendak mengejar tapi ditarik oleh saudaranya.
"Lo keterlaluan, Ta," omel Nadia.
Di luar, Ardi yang dengan tiba-tiba berpamitan hendak pulang duluan membuat Ipang, Agung, Edo juga yang lain jadi bingung, pemuda itu mengambil tas Karin dan pergi menarik gadis itu setelah menyalami temannya satu-satu.
"Tu anak ngapa si?" Ipang berkomentar, dan Agung hanya mengangkat bahu.
Edo yang melihat Nadia berlari keluar jadi ikut bingung.
"Jangan pulang dulu Ar." Nadia menarik ujung kaus yang Ardi kenakan, saat pemuda itu sudah duduk di atas motor hendak mengenakan helmnya.
Karin yang masih berdiri di antar keduanya jadi bingung, tapi dia memilih untuk diam saja.
Ardi menyentuh tangan Nadia lembut, melepaskan cengkraman di kausnya, "lo udah ditungguin di dalem, acaranya mau mulai kan, sekali lagi met ultah ya, sory gue pulang duluan," ucapnya setelah melepaskan tangan gadis itu.
Karin yang mendapat tarikan di lengan jaket hingga merosot menampakan seragamnya itu jadi mengerjap bingung.
"Ayo naik," ucap Ardi.
Karin mengangguk, menaikan lengan jaket ke pundaknya kemudian menghadap Nadia. "Maaf ya, Mbak," ucapnya, kemudian naik ke atas motor, tidak lama kendaraan itu melaju, meninggalkan Nadia yang masih berdiri dengan wajah lesu di tempatnya.
Melihat Ardi yang tampak berbeda, Karin jadi takut untuk bertanya.
"Pegangan ntar lo jatoh," suara Ardi membuat Karin mendekat.
"Karin pegangan kemana, tas Karin abang pake di depan."
Sekilas Ardi melirik tas yang ia sangkutkan di dadanya, baru sadar. "Yaudah, peluk aja."
"Boleh, Bang?"
"Boleh."
Dengan senang hati, Karin memeluk pemuda itu dari belakang dengan dalih berpegangan, namun sesaat kemudian ia lepaskan lagi.
"Kenapa?" Tanya Ardi.
"Nggak bisa, Bang. Jantung Karin mau copot."
Ardi jadi tertawa, kemudian dengan satu tangannya menarik tangan gadis itu dan melingkarkan di perutnya.
Untuk pertama kali, Karin merasa begitu dekat dengan pemuda itu, sangat dekat hingga rasanya sulit bernapas.
"Karin?"
"Iya?"
"Jangan tidur."
"Yang bener aja lah, Bang."
**iklan**
Author: Gue bingung sama yang komentar. "mending nggak usah ada iklannya aja thor, gimana. Soalnya gue kurang suka."
Netizen: Siapa thor yang ngomong gitu.
Author: ada lah nggak usah gue sebutin namanya, inisialnya aja, depan K tengahnya o belakangnya Kom.
Netizen: Baskom ya.
Author : segimana lu aja dah. Intinya ya gue bingung, ini sebenernya tuh bukan iklan, tapi curhatan author yg dikemas secara berbeda. Kalo lu nggak suka, pas ada tulisan iklan ya nggak usah dibaca lah. Toh nggak ada iklanpun cerita tetep segitu-gitu aja nggak bakalan nambah. Jadi seolah-olah tuh kaya iklan tuh ganggu, ragara iklan ceritanya jadi dikit. Nggak gue tulis iklan pun cerita tetep segitu Julaeha.
Netizen: widih ngebul, ngebul, jan marah-marah thor.
Author: Kadang tu yah komentar kalian tuh jahat, saking kejamnya komentar netizen, ibu tiri sama ibu kota jadi terlihat baik di mata gue.
Netizen: anjiir jadi gue lebih kejam dari ibu tiri sama ibu kota thor.
Author: Pikir aja sendiri.
Netizen: bodo amat jangan
Author: nggak usah, si amat udah pinter.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ney Maniez
mauuu donkkk melukkk abang/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-12-22
0
Moel Yatie
next Thor
2024-06-28
0
Dyah Saja
🤣🤣
2024-02-28
0