Ardi tengah mengambil air putih dari dalam kulkas, ketika Justin menghampirinya dan mengajak berbicara.
"Kamu nggak mau kuliah di luar Negri?" Tanya Justin, saat Ardi mendudukan dirinya di kursi, mereka saling berhadapan di meja makan.
"Aku masih berat ninggalin ibu, Bang."
Justin mengangguk-angguk, "Kamu anak yang pintar, saya percaya dimanapun kamu belajar pasti akan berhasil," ucapnya yang malah membuat Ardi terdiam. "Tapi kuliah di luar Negri itu bukan kah impian banyak orang?" Justin beranjak berdiri, kemudian menepuk pundak adiknya pelan. "Kapan pun kamu siap, saya akan bantu urus," lanjutnya, kemudian beranjak pergi setelah memberikan senyum.
Sampai di kamarnya, dan merebahkan diri di sana, Ardi masih kepikiran, hari ini begitu banyak kejutan.
Abang udah suka belum sama Karin?
Pertanyaan gadis itu terus berputar di kepalanya, dan jawabannya adalah sudah, Ardi sudah mulai menyukai adik angkatnya, dia sadar dan entah sejak kapan dia selalu merasa cemburu jika gadis berisik itu di dekati orang lain.
Pacarin Nadia Ar, dia suka sama lo.
Dan permintaan Edo juga terus memenuhi isi kepalanya, dulu, tiga tahun yang lalu Ardi pernah dibully kakak kelas bernama Dodit karena membuat adiknya menangis. Hanya karena Ardi menolak pernyataan cinta adiknya, pemuda itu dipukuli hingga hampir mati, dan Edo yang menolongnya.
Sejak saat itu Ardi merasa takut, takut menolak siapapun yang menyukainya. Untuk itu setiap teman perempuan yang mengungkapkan perasaan kepadanya, pasti ia terima.
Tiga tahun bersekolah, Ardi terkenal karena seringnya bergonta-ganti pasangan, meskipun tidak pernah ada yang lama, prinsipnya yang paling penting pacarnya itu satu, jika dia sedang berhubungan dengan satu perempuan maka dia berani menolak yang lain, cukuplah dirinya terkenal bergonta ganti pasangan, playboy mah jangan, apalagi tukang koleksi perempuan, jangan sampe.
Dan ketika masuk dunia kuliah, dia tidak ingin melakukan hal yang sama, ia ingin fokus belajar.
Tapi yang membuatnya dilema adalah janjinya pada Edo, saat dia berhutang budi, ia berjanji akan melakukan apapun untuk membalasnya, dan Edo bilang nanti saja.
Sekarang Edo menagihnya, rasa sayangnya pada Nadia membuat pemuda itu ingin melihat wanitanya bahagia.
"Gimana caranya gue bisa bahagiain Nadia, cewek gue yang udah-udah aja pada kabur semua." Ardi bergumam, memukul-mukul kening dengan tinjunya pelan, kepalanya terasa pusing, belum lagi tawaran sang abang untuk kuliah di luar Negri tampak begitu menggiurkan. Dia harus bagaimana.
Di satu sisi Karin yang membawa dua pasang sepatu Ardi di tangannya kemudian mengetuk pintu kamar pemuda itu, dan beberapa saat kemudian ia membukanya.
"Bang, ini sepatunya udah kering, Karin taro di lemari sepatu abang ya." Karin masuk lebih dalam, abangnya itu ternyata sedang tidur, tumben masih sore udah tidur, pikirnya.
Karin membuka lemari sepatu Ardi, dan menaruh dua pasang sepatu abangnya berjejer dengan yang lain, kemudian menutupnya.
Gadis itu mendekat, memperhatikan wajah damai sang abang saat terlelap. "Tau nggak, Bang. Tadi di sekolah, Dewa bilang suka sama Karin," gumamnya, berlutut di lantai, dan menopang dagu di atas kasur, berhadapan dengan Ardi yang tidur miring menghadapnya. "Karin jawab apa dong," tambahnya lagi, meskipun dia tau Ardi tidak akan merespon, tapi setidaknya Karin merasa sudah bercerita.
Saat ingin beranjak pergi, gadis itu mendekatkan wajahnya untuk mencium Ardi, dan pilihannya jatuh pada hidung lagi, belum sempat menempel, Karin terkejut setengah mati saat kelopak mata yang begitu dekat di hadapannya itu tiba-tiba terbuka, ternyata abangnya tidak benar-benar tidur. Anehnya pemuda itu sama sekali tidak merasa terkejut.
Dan saat Karin reflek memundurkan kepala, Ardi malah menahan tengkuk lehernya, mendaratkan ciuman di bibir yang membuat gadis itu membelalakkan mata.
Karin pikir ciuman itu hanya sekedar saling menempelkan saja, hingga saat Ardi melakukan gerakan-gerakan melumat, dia malah bingung harus berbuat apa, baginya ini adalah pengalaman pertama, dan gadis itu memilih untuk memejamkan mata.
Ardi mulai menggigit-gigit kecil, memaksa gadis yang awam dengan ciuman itu membuka mulut, dan membuatnya lebih leluasa melancarkan aksinya.
Manis, sangat manis hingga rasanya enggan untuk menyudahi, demi memberikan kesan pertama pada gadis itu, Ardi tentu harus melakukannya dengan begitu lembut, namun ia malah terbuai sendiri, nyaris lupa cara bernapas, hingga pukulan-pukulan di dada membuatnya melepaskan pagutannya.
Karin meloncat mundur, jatuh terduduk di lantai, napasnya tampak memburu, gadis itu terlihat syok.
Ardi tertawa tanpa suara, "buat referensi tulisan lo," ucapnya, masih dengan posisi tiduran menghadap pada gadis itu. "Jadi, gimana rasanya?"
Karin masih tampak mengatur napas saat menjawab, "aneh, Bang."
"Anehnya?"
"Berasa mau mati."
Ardi mengulas senyum, "mau lagi?" Tawarnya yang mendapat gelengan dari Karin, gadis itu beranjak berdiri dan berlari kabur.
"Karin!"
Panggilan pemuda itu membuat Karin menghentikan langkahnya di ambang pintu, namun gadis itu tidak berani menoleh.
"Tolak Dewa, dia nggak pantes buat lo," ucapnya yang tidak mendapat jawaban, Karin memilih berlalu kemudian menutup pintu.
Ardi kembali tertawa tanpa suara, geli dengan apa yang mereka lakukan barusan, jika abangnya itu tau pasti dirinya sudah dikirim ke luar Negri.
Pemuda itu menatap langit-langit kamar, menyentuh bibirnya yang masih terasa basah, dari sekian perempuan yang pernah mencium atau diciumnya, baru kali ini ia merasakan desiran-desiran aneh di dalam dada, detak jantungnya sampai berantakan.
Dan memikirkan lagi tentang permintaan Edo untuk menjadi pacar Nadia, dia kembali merasa prustrasi.
"Ya ampuun."
***
"Lo kenapa kemaren nangis?" Tanya Ardi pada Nadia di hadapannya, sebelum kelas pertama dimulai dia mengajak gadis itu berbicara di kantin kampus yang masih tampak sepi.
Nadia mengerjap gugup, "pasti Edo yah yang cerita?"
Ardi mengangguk, "lo suka sama gue?" Tanyanya spontan yang membuat Nadia kelabakan.
"Maksud lo apa si?" Tanyanya, berlagak tidak mengerti.
Ardi mencondongkan tubuhnya, melipat kedua lengan di atas meja, "lo suka sama gue kan? Mau coba jadi cewek gue?" Tawarnya dengan tenang.
Nadia bingung kenapa pemuda di hadapannya ini bisa setenang itu, dia nembak kan ya? "Lo ngomong apa sih Ar, gue nggak ngerti."
Ardi menghela napas, "Ya siapa tau lo mau coba jadi cewek gue, kalo nggak kuat bisa lambaikan tangan ke kamera." Berkata seperti itu ia merutuk dalam hati. Sialan jadi inget anak setan.
Nadia sontak tertawa, "emangnya jadi cewek lo sama kaya uji nyali," ucapnya, tak ayal matanya berbinar juga, gadis itu terlihat senang.
"Uji kesabaran sih biasanya, gue orangnya cuek, nggak perhatian dan nggak bisa romantis, masih mau coba?"
Nadia merasa sedikit tersinggung, kok kesannya kaya dia yang nembak, pasti Edo sudah menceritakan tentang perasaannya pada pemuda ini, begitu pikirnya. "lo nembak gue?" Tanyanya memastikan.
Ardi mengangguk, "kalo lo mau nolak, boleh kok."
Nadia lagi-lagi tertawa, padahal Ardi pikir tidak ada yang lucu dengan ucapannya.
"Lo tuh, aneh. Gue udah sering Ar ditembak sama cowok, tapi baru lo yang minta ditolak." Nadia tersenyum miring, baginya ini adalah sebuah tantangan.
Ya, Ardi memang berharap tidak diterima, "jadi gimana? Gue ditolak?" desaknya.
"Mana mungkin." Nadia memberi jeda. "Lo gue terima," lanjutnya.
Anjir lah.
***
Setelah beberapa menit lalu Ardi minta ditinggalkan di kantin oleh Nadia, pemuda itu kini menaiki anak tangga dengan langkah yang berat, jadwal kelasnya kali ini ada di lantai tiga, semakin berat saat memikirkan statusnya yang sudah resmi menjadi pacar Nadia, ya Tuhan, jika tau hidup akan serumit ini, dulu pas lomba lari antar sperma, mending dia ngalah aja.
Ardi menghentikan langkahnya di bordes, menempelkan keningnya pada tembok, padahal semalam dia menyuruh Karin menolak Dewa, tapi kini malah dia jadian dengan perempuan lain. Brengsek sekali kan.
"Wahai batu batangkup telanlah diriku," rintihnya pada sebongkah tembok yang menjadi sandaran kepalanya.
"Woy! Ngapain lo dipojokan, kesurupan?"
Itu suara Agung, Ardi pun menoleh.
Agung menaiki tangga, mendekati sahabatnya. "Lemes amat, kurang darah, Bang?" godanya lagi setelah mereka saling berhadapan.
Ardi menghela napas, "Gue udah jadian sama Nadia," adunya. Dan Agung yang sudah tau duduk permasalahannya dengan Edo tampak tenang saja.
"Widih, selamet ya, peje lah."
Mendapat ucapan yang justru tidak menyenangkan, Ardi jadi sewot, "peje pala lo." Ardi melepaskan tas punggungnya, dan memukulkannya pada Agung yang sigap menghindar.
"Temen gue udah nggak jomblo lagi, malem minggu ada kerjaan, yah bikin cup*ng lah minimal."
"Setan!"
Ardi kembali menyerang sahabatnya yang dengan cepat berlari, pemuda yang semula lemas lunglai jadi bersemangat menaiki anak tangga karena merasa emosi.
Di ujung tangga, Agung mendadak berhenti, membuat Ardi nyaris menabraknya, pemuda itu menempelkan telunjuk di bibirnya, "cewek lo di depan kelas?"
"Siapa?"
"Nadia yaelah, baru beberapa menit jadian udah lupa."
Ardi melongok, gadis itu tampak bercakap akrap dengan Edo, saling melempar senyum dengan tatapan yang berbeda.
"Lo cemburu, Ar?"
"Ngapain amat, gue cinta juga nggak."
"Parah lo macarin anak orang nggak pake perasaan." Agung menggelengkan kepala, prihatin.
"Lo udah tau begoo, gue udah cerita semalem." Ardi jadi kesal sendiri.
"Kalo menurut gue nih, Ar. Mereka tuh sebenernya saling suka, tapi kenapa ya nggak pada mau ngaku."
"Mana gue tau."
"Kita harus nyadarin mereka Ar," tekad Agung.
Ardi menghela napas, "terseraaah, males banget gue malees, minggir lo, Mr Simon udah masuk kelas dari tadi gobl*k."
"Gitu ya kamu, udah punya pacar jadi kasar sama aku."
"Terseraah."
**iklan**
Author: Ardi itu gambaran anak muda masa kini, jadi jangan berharap dia itu suci kaya tokoh novel yang kalian harapkan. Realistis aja lah, gue nggak mau terlalu halu menciptakan tokoh yang sempurna, cukup ganteng aja udah halu banget.
Netizen:Thor ini kenapa dikit amat.
Author:Tulisan dua ribu kata yang sebelumnya juga kalian bilang dikit, ketauan gue nulis dikit aja sekalian.
Netizen:kenapa updatenya lama thor
Author:Karena gue nungguin yang komen banyak dulu hehe nggak juga deh, gini ya yg nentuin kapan muncul tuh mangatoon, gue update tgl 22 munculnya pasti tgl 23 ntah siang ntah sore jadi jangan nagih gue. Gitu.
Netizen: Sue bener. Tapi yg bikin gue ngenes, kenapa Ardi beneran jadian sama Nadia, gue nggak terima, males baca.
Author: Gini ya gue bilangin, dalam sebuah cerita kadang yang tidak kita inginkan malah kejadian, biar apa? Biar ceritanya jalan. Jadi tolong ikutin aja, sabar. Dan buat yang ngasih saran makasih jujur gue seneng banget, kadang cerita gue yg kalian anggap gila ini inspirasinya itu adalah kalian. Jadi buat yg mau ngasih saran gue tampung.
Netizen: udah thor.
Authot: udah lah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Ney Maniez
getokkk bang ar
2024-12-22
0
Caroline
astoge bisa kepikiran kesitu thor😆😆😆
2023-05-24
0
Uwie Mmkhansakifa
inspirasi author bukan maeennnn🤣🤣🤣
2023-03-16
0