Ardi tengah duduk sendirian di kantin, saat notif grup chat membuatnya merogoh saku jaket untuk mengambil hp.
Buronan mitoha.
Pemuda itu sontak mendengus saat membaca nama grup yang entah sejak kapan sudah berganti lagi.
Edoardo d'caprio: gue otw kantin, sama Nadia, jangan pada sok ganteng lu pada. Awas ya.
Ardi mengerutkan dahi, grup chat yang hanya dihuni oleh empat orang itu seketika menjadi ramai.
Irfani azis: sory ya, gw udah ganteng, nggak bisa diganggu gugat, kegantengan gue udah paten.
Agung nugroho: jan salahin gw kalo gebetan lo berpaling sama gw.
Ardi ikut mengetikkan balasan.
Ardian R : buruan lo pada, gw di kantin sendirian, takut diculik ini.
Edoardo d'caprio : terutama buat lo, Ar. Mukanya biasa aja.
Membaca pesan temannya itu, Ardi jadi berdecak.
Ardi R: sory, bukan tipe gw.
Agung nugroho : gebet aja Ar, biar si Edo kebakaran jenglot.
Irfani azis : jenggot woy, jangan horor lah gw lagi di kamar mandi ini sepi bet sumpah.
Edoardo d'caprio: idih najis lo.
Agung nugroho: berapa potong Pang, siasin gw.
Irfani azis: tinggal sepotong lagi, ntar gw bungkusin.
Ardi R : mati aja lo pada, kantin gw ratain. Lama banget kaya cewek.
Saat chat semakin ngelantur, Ardi memilih mengbaikannya, menoleh saat seseorang menepuk pundaknya, kemudian duduk di sebelah pemuda itu.
"Si Edo parah amat, kalo nggak mau ngenalin mah nggak usah dibawa lah." Agung datang-datang langsung mengoceh, Ardi menanggapi dengan tawa kecil.
"Dia sahabatan dari orok katanya ya." Ardi berkomentar.
"Ya kali, lama amat sahabatan mulu nggak ada kemajuan."
Ardi menyikut lengan Agung saat dari kejauhan Edo menghampiri meja mereka dengan seorang gadis mengikutinya dari belakang. Cantik, wajar lah diumpetin terus pikir Ardi yang kemudian mendapat notif wa di hpnya.
Karin: Bang Ar, duit Karin ketinggalan, nggak bisa jajan nih.
Ardi R: mati aja lo.
"Hay, gue Nadia."
Ardi mendongak saat gadis yang mendudukan diri di sebelah Edo mengulurkan tangan pada pemuda itu, "Ardi," sebutnya, menjabat tangan sekilas, kemudian menoleh pada Agung di sebelahnya. "Gue cabut ya."
"Njiir, gue jadi obat nyamuk sendirian ini." Agung yang protes membuat gadis bernama Nadia tertawa kecil.
"Ntar ditemenin sam Ipang," ucap Ardi beranjak berdiri dan merapikan barang-barangnya di atas meja.
"Lo mau kemana si?" Edo bertanya.
"Si Karin minta diomelin, udah ya." Ardi beranjak pergi setelah menepuk pundak temannya satu-satu, untuk Nadia, pemuda itu mengangguk sopan dan mengangkat tangannya sekilas.
"Siapa Karin, pacarnya?" Nadia bertanya pada Edo.
"Bukan, adeknya."
"Oh," ucap gadis itu, diam-diam merasa lega, teman sahabat kecilnya ini ganteng juga. Begitu pikirnya.
Di perjalanan keluar kantin, Ardi berpapasan dengan Ipang, namun pemuda itu tidak menyadari, fokus dengan hp di tangannya.
"Woy, lo mau kemana dah, ceweknya si Edo udah dateng."
Ardi jadi mendongak, menghentikan langkah kemudian menyimpan benda di tangannya ke saku celana. "Udah, beuh cantik banget, jan macem-macem lo kalo nggak mau baku hantam sama si Edo." Ardi menjawabnya dengan candaan.
"Njiir segitunya."
"Yaudah, gue kesekolahan dulu, absenin kalo nanti gue telat." Belum sempat Ipang menjawab, Ardi sudah kabur keluar kantin.
"Ngatain temennya budak cinta, dia sendiri sama bucinnya, begonya nggak nyadar lagi." Ipang jadi menggerutu sendiri.
***
Karin berlari keluar menuju gerbang sekolah saat mendapat pesan dari Ardi yang katanya tidak mau menunggunya lama-lama.
Jam istirahat yang sisa sebentar membuat halaman di depan sekolahnya sedikit sepi, namun dua orang gadis yang meliriknya tidak suka tampak menghadang kemudian menjulurkan kaki saat Karin berlari.
Karin jatuh, lututnya yang membentur jalanan berbatu jadi perih, berdarah, gadis itu kemudian mendongak, "Kak Ratu, salah aku apa?" Tanyanya kesal, dia tahu kakak kelasnya itu pasti sengaja.
"Ups, sory ya Karin, gue nggak sengaja," ucap Ratu diselingi tawa.
Teman yang sedari tadi ikut tertawa di sebelahnya juga ikut mencibir. namun dari arah belakang, seseorang membenturkan dua kepala di hadapannya itu dengan keras hingga keduanya mengaduh.
Ratu yang kesakitan memegangi kepalanya berbalik badan dan terkejut, temannya yang juga ikut terkejut reflek bersuara.
"Kak Ardi, kok ada di sini?" Tanya teman Ratu.
Bukannya menjawab, Ardi malah membentak, "minta maaf nggak lo."
Ratu melangkah maju, "gue nggak salah, ngapain minta maaf."
Ardi tidak berkata apa-apa, tatapannya tajam, membuat gadis bernama Ratu beringsrut mundur ketakutan, "iya, iya, gue minta maaf," ucapnya, kemudian berlari pergi dengan temannya.
Karin yang masih terduduk di bawah terperangah tidak percaya, "udah gitu doang. Dan mereka kabur?" Ucapnya.
"Terus lo maunya gue jambakin mereka satu-satu." Ardi setengah membungkuk, membantu gadis itu berdiri. "Lemah amat, bangun sendiri aja nggak mampu," ucapnya yang mendapat tabokan di lengan.
"Sakit banget tau, Bang. Berdarah nih,"
"Bisa jalan nggak?"
"Gendong, Bang."
"Idih, nggak tau diri." Ardi mengomel, tapi berjongkok juga, menggendong gadis itu di punggung, dan membawa ke warung depan sekolah yang paling dekat jaraknya.
Dalam perjalanan, Karin tersenyum sendiri, "nggak nyangka, kurus begini abang kuat juga," komentarnya yang membuat Ardi berdecak sebal.
"Gue juga nggak nyangka, kecil-kecil lo berat juga, kebanyakan dosa lo ya."
"Enak aja, wajar lah berat Bang, soalnya Karin menanggung rasa ini sendirian, abang nggak peka."
"Terserah. Gue lepasin juga nih beo, ngoceh mulu."
"Jatoh dong Karinnya."
Ardi mendudukan gadis itu di bangku warung, membuka air mineral dan menyiramkannya pada luka di lutut Karin, membuat gadis itu meringis perih.
"Ini, Mas. betadin sama kain kasanya, emang kenapa bisa jatoh gitu si eneng?" Kang Edi si pemilik warung bertanya.
"Main kejar-kejaran dia Kang, namanya juga bocah."
Karin mendelikkan matanya, pada Ardi yang dengan telaten mengobati luka di lutut gadis itu.
Kang Edi menggelengkan kepala. "Kenapa main kejar-kejaran atuh Neng, kaya nggak ada kerjaan aja," celotehnya kemudian kembali merapikan barang dagangan.
"Yang dikejar nggak peka sih, Kang. Lari terus, susah nangkepnya. Jatoh deh." Karin menjawab asal.
Ardi mengangkat sebelah alisnya, namun kembali bersikap tidak peduli dengan sindiran gadis itu.
"Lo kalo dibully, lawan. Jangan diem aja," ucap Ardi setelah selesai menutup luka di lutut Karin, kemudian duduk berhadapan dengan gadis itu.
"Siapa yang dibully?"
"Tadi itu lo dibully, oneng."
"Oh, masalah kecil, si Ratu kesel gara-gara tadi pagi Karin dibonceng Dewa dari gerbang."
"Makanya lo nya jangan ganjen jadi cewek." Perkataan pedasnya itu berhasil membuat Karin bungkam, tatapannya berubah sendu. Ardi yang menyadari itu jadi merasa bersalah. "Maksud gue, em," melirik gadis yang duduk di hadapannya diam saja, dia semakin merutuki mulut pedasnya. "Maaf," ucapnya lirih.
Senyum Karin merekah, "Abang cemburu nih sama Karin."
Mampusin ajalah gue sekalian, Ardi mengumpat dalam hati, memang salah besar jika menganggap seorang Karin bisa tersinggung.
"Denger ya, Karina Larashati—"
"Larasati, Bang. Bukan hati," ralat Karin.
Ardi berdecak, "terserah, mau hati kek mau jantung, terserah."
Mendengar itu, Karin jadi tertawa, "buruan eh, abang mau ngomong apaan udah bel tuh, mana sini duitnya buat bayar utang sama temen Karin."
Ardi menyerahkan uang limapuluhan yang ia ambil dari saku kemeja, menyerahkan pada gadis itu.
"Abang mau ngomong apa tadi yang Karin suruh denger." Karin mengingatkan.
Entah kenpa Ardi jadi sedikit ragu, menelan ludah kemudian berucap. "Gue nggak peduli lo mau deket sama siapa, gue nggak bakalan cemburu juga."
Karin terdiam, tatapannya ia alihkan, 'oh," jawabnya lirih. "Yaudah Karin masuk kelas dulu," tambahnya kemudian berdiri dan pergi dengan berlari.
Ardi ikut berdiri, alih-alih mengkhawatirkan ucapannya yang mungkin menyakiti gadis itu, dia malah mengumpat.
"Sialaan, tadi aja ngakunya nggak bisa jalan, tapi larinya cepet banget kek kancil, ketipu gue sama tu anak."
Di tempat berbeda, Karin yang terus berlari mengabaikan luka yang terasa perih di lututnya, dia terus mengeluarkan air mata, sakit.
Maya yang terkejut melihat temannya terduduk sambil menangis jadi khawatir. "Lo kenapa dah?"
"Tadi kan lutut gue luka, eh gue pake lari takut guru keburu dateng, sakit banget luka gue May."
Tangis Karin malah semakin tersedu, membuat beberapa murid lain jadi menoleh.
Maya menatapnya jadi bingung, "Rin, yang sakit lutut lo kan ya?" Tanyanya yang membuat Karin mengangguk, tangisnya mulai mereda. "Kenapa dari tadi lo malah megangin dada?"
Karin terdiam, melirik tangannya yang memang sedari tadi ia taruh di dada. "Eh, iya juga ya."
***iklan***
Netizen: susah ya thor, anak muda mah nggak bisa peka
Author: gengsi kali.
Netizen; jadi Karin yang gombalin Ardi tiap hari itu maksudnya apa thor.
Author; cuman buat seru-seruan kali, eh baper beneran, tapi dia juga nggak nyadar.
Netizen: kaya author ya, nggak nyadar udah baper sama gue.
Author; idih, najis tralala.
Netizen; jan gitu thor.
Author; bodo amat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
athaya
sukaaa iklannya
2025-04-17
0
Ney Maniez
kasihh plajaran rinnn
2024-12-10
0
Dyah Saja
🤣🤣🤣🤣 kpn lagi bisa dgendong😁
2024-02-26
0