Di warung belakang gedung tempat ia berkuliah, Ardi menyulut satu batang rokok di tangannya, tempat itu memang sering digunakan para mahasiswa untuk sekedar berbincang, minum kopi atau merokok.
Bersama dengan rekan satu jurusannya, pemuda itu duduk di bangku panjang, menunggu pesanan kopi yang belum juga dihidangkan.
"Kamu ngeroko!" Nadia yang muncul tiba-tiba, membuat Ardi menoleh, gadis itu merebut sebatang rokok dari tangan pacarnya kemudian ia buang. "Wa nggak dibales, telepon nggak dijawab, malah ngeroko di sini, aku nggak suka," omelnya panjang lebar, dan membuat beberapa teman pemuda itu menoleh, namun tidak banyak peduli.
"Iya, maaf," ucapnya, merogoh hp dari saku jaket kemudian menunjukkannya pada gadis itu, "mati hpnya."
"Ya di cas dong kalo mati, kamu tuh kebiasaan banget tau nggak, udah jarang ngabarin juga, aku tuh khawatir, Yang."
Mendengar panggilan itu selalu membuat hati Ardi mencelos, bukannya senang, dia merasa bersalah karena tidak bisa membalas dengan panggilan yang sama.
"Iya, minta maaf."
"Minta maaf aja terus, mana sini rokok yang lain." Nadia menengadahkan telapak tangannya, meminta.
"Nggak ada, beneran. Cuma satu."
"Bohong."
"Gue itu bukan perokok aktif, jadi nggak pernah nyetok."
"Aku kamu, Yang."
"Iya, iya," jeda, menghela napas. "Aku," ralatnya.
Nadia merogoh kedua saku jaket Ardi yang membuat pemuda itu menegakkan tubuhnya, dan kemudian gadis itu mengambil sebuah korek dari dalam sana.
"Ini aku buang," ucapnya, kemudian benar-benar membuang benda di tangannya ke selokan di dekat mereka.
"Sumpah, itu bukan korek aku." Ardi beranjak berdiri, mengusap wajahnya.
"Terus punya siapa?" Tanya Nadia, dan kekasaihnya itu hanya diam saja.
"Kamu udah makan?" Tanya Ardi mengalihkan pembicaraan.
Nadia menggeleng, "aku tanya, itu korek siapa?" Tegasnya.
"Korek Edo."
"Hah?" Nadia tampak syok, menggeleng tidak percaya, raut wajahnya tampak kecewa, dan itu tidak luput dari perhatian pemuda di hadapannya. "Ayo ikut aku," ucapnya kemudian menarik lengan kekasihnya.
Ardi yang terseret merogoh saku celananya dengan terburu-buru, mengambil selembar uang limaribuan kemudian memberikannya pada salah satu temannya. "Bayarin kopi gue, minum aja," pesannya sebelum kemudian beranjak pergi dengan Nadia setelah mendapatkan lambaian tangan dari teman-temannya.
Edo yang tengah berbincang dengan Agung di cafetaria sontak menoleh, mendapati Nadia menghampirinya dengan Ardi yang digandeng oleh gadis itu.
"Kamu masih ngeroko?" Todongnya pada Edo yang jadi kelabakan.
Edo menegakkan tubuhnya. "Eh, em, aku, enggak kok," sangkalnya dengan melirikkan matanya pada Ardi, meminta penjelasan.
Ardi yang terduduk kemudian mengangkat bahu, menoleh pada Agung. Diam-diam keduanya melakukan tos di bawah meja.
"Tadi Ardi kamu pinjamin korek," ucap Nadia menggeledah isi tas pemuda yang sudah bertahun-tahun menjadi sahabatnya. "Ini apa?" Dan gadis itu menemukan satu bungkus rokok di sana.
Edo reflek menyentuh lengan Nadia, meredakan emosi gadis itu. "Iya maaf aku iseng."
"Kamu udah janji, Do sama aku. Kamu bilang nggak bakal ngeroko lagi." Nadia mulai mengomel.
"Iya, aku janji, ini yang tetakhir."
"Kemarin juga kamu bilang yang terakhir juga, aku bersikap kaya gini tuh buat kebaikan kamu juga, ngerti nggak si."
Dan perdebatan mereka pun terus berlanjut, sepuluh menit, lima belas menit, Nadia masih terus mengomel.
"Pokoknya awas ya, kalo aku liat kamu ngerokok lagi," ancam Nadia.
"Iya, Bawel," balas Edo dengan menjawel pipi gadis itu gemas.
Agung menyaksikan itu dengan memutar bolamatanya bosan, muak lebih tepatnya. Dan saat kedua sejoli di hadapannya menolehkan kepala, ia berdecak sebal.
"Loh, Ardi kemana?" Tanya Nadia. Edo yang duduk di hadapannya ikut bingung.
Agung menegakkan tubuhnya dari sandaran kursi, "udah pergi sejak kalimat perdebatan pertama," ucapnya kemudian menatap Nadia yang terlihat merasa bersalah. "Gue bingung sama lo, Nat. Sebenernya cowok lo itu Ardi apa Edo, kenapa dari tadi lo ngomelin Edo? Ardi kan juga ngeroko."
Nadia tampak terdiam, ingin mengucapkan sesuatu tapi ia urungkan. "Tipisnya kepekaan kalian berdua tuh, ngribetin perasaan orang tau nggak."
"Gung." Edo menegur. Membuat pemuda itu mengalihkan perhatian dari Nadia yang nyaris menangis.
Agung beranjak dari kursinya. "Gue cabut, cepet sadar aja buat kalian berdua," ucapnya kemudian pergi.
Nadia yang jadi berpikir kemudian menoleh pada Edo, "sekarang aku sadar, Do. Kita emang nggak seharusnya terlalu deket. Aku sayang sama Ardi."
Edo sedikit terhenyak, separuh jiwanya seolah hilang mendengar kalimat itu keluar dari orang yang dia sayang. Dan dia pun ikut sadar bahwa dirinya tidak akan pernah siap untuk kehilangan.
Dan di sini lah Ardi berada, di depan gerbang sekolah Karin yang beberapa bulan lalu juga menjadi sekolahnya, pemuda itu menghidupkan ponselnya yang sedari pagi sengaja ia matikan, menghubungi Karin dan menyuruh menemuinya di kantin biru depan sekolah.
Ardi mendudukan diri di bangku plastik deretan terakhir di stand bakso langganannya.
Kantin biru sebenarnya lebih mirip warung kaki lima, karena hampir semua penjual di sini menggunakan gerobak untuk dagangannya, hanya saja, atap berwarna biru yang terbuat dari terpal itu berderet saling menyambung menyerupai sebuah kantin, letaknya di seberang jalan depan sekolah, tempat faforit Ardi dulu dengan teman-temannya, karena mau makan apa saja di sini pasti ada.
"Gila si Karin makin hari makin cantik aja, anak Ipa ngelirik dia semua, cuek banget tapi."
Ardi tidak sengaja mendengar obrolan beberapa murid laki-laki angkatan baru yang tampak seru membahas sesuatu, namun mendengar nama Karin disebutkan ia jadi menajamkan telinga. Karin yang mana nih, pikirnya.
Dan pertanyaannya ternyata diutarakan oleh salah satu anak di belakangnya yang ikut dalam percakapan. "Karin yang mana si, kelas gue juga pada ngomongin tu anak, kaya gimana si orangnya."
"Anak Ipa1, ya pokoknya cantik lah, imut polos gitu."
Mendengar itu Ardi jadi lega, bukan Si Karin anak setan pastinya, nggak mungkin Karin yang dia kenal bisa masuk kelas Ipa1 yang terkenal einstein semua, IQ nya kan di bawah rata-rata.
"Suaranya juga bagus banget, kemaren gue denger pas lewat ruang kesenian," ucap salah satu anak di belakangnya lagi yang kali ini tidak Ardi hiraukan.
Ditambah lagi dua mangkuk bakso pesanannya sudah datang, tapi Karin kenapa belum muncul juga.
Ardi berdecak kesal, lama banget si pikirnya, dan dia mengambil hp di sakunya, berniat menghubungi gadis itu saat akhirnya kelanjutan obrolan seru dibelakangnya berhasil membuat ia menoleh.
"Iya, si Karin yang beberapa hari lalu berantem sama Ratu."
"Makin penasaran gue sama tu anak. Apalagi pas denger Dewa ditolak. Ratu aja ngejar Dewa nggak dapet-dapet."
"Yang pulangnya dijemput sama Bule bukan si? Tajir banget gila."
"Gue denger-denger sih belum pernah pacaran dia, gue jadi semangat pengen macarin, biar bisa ngajarin."
"Ngajarin apa ngrusakin?"
"Ya ngajarin sambil ngrusakin." Tawa mereka kembali terdengar nyaring di telinga Ardi, pemuda itu mulai berpikir.
Berantem, Dewa? Njiir anak setan gue.
Brakkk!!
"Ngomongin apa lo barusan, Jing!" Ardi yang emosi seketika berdiri, kursi yang ia duduki sampai terguling, kemudian menggebrak meja di belakangnya yang membuat empat orang penghuninya disana menoleh terkejut.
"Woy, santai dong, Bang. Apaan nih?" Ucap salah satu cowok berrambut ikal, yang kemudian mendapat renggutan di kerah baju dari Ardi.
"Berani, lo ngomong sini depan gue," bentak Ardi yang kemudian berusaha dilerai oleh anak yang lain.
Suasana tampak kacau saat kemudian Karin menyeruak dan mendorong Ardi yang membuat cengkramannya di kerah baju cowok berrambut ikal itu terlepas, "Abang! Udah," lerainya.
Dan ke empat anak lelaki yang membuat Ardi emosi seketika mengerti dengan kedatangan gadis yang sedari tadi mereka gosipi.
"Sory, Bang, sory!" Ucap salah satu anak itu dan mengajak teman-temannya untuk pergi.
"Kenapa si, Bang?" Tanya Karin saat ke empat anak yang tadi ribut dengan abang nya itu sudah menghilang.
"Kesel gue." Ardi mengambil kursi plastik yang tadi terguling, kemudian mendudukinya.
Karin ikut duduk di seberang meja, membuat keduanya saling berhadapan. "Iya keselnya tuh kenapa?" Desaknya.
Namun Ardi hanya diam, malah menoleh pada anak-anak di meja sebelah yang tampak berbisik-bisik membicarakannya. "Apa lo liat-liat!" bentaknya, kemudian berdiri, membuat anak-anak itu jadi mengkeret takut.
"Abang! Duduk." Karin yang ikut berdiri menarik lengan jaket pemuda itu hingga merosot.
Ardi kembali duduk, membenarkan lengan jaketnya, wajahnya masih ditekuk kesal, entah kenapa dia amat emosi.
"Makan, Bang." Karin mendekatkan mangkuk bakso pada pemuda itu, yang kemudian dengan patuh memakannya. Sepertinya gadis itu benar-benar jadi pawang sekarang.
"Abang tuh kenapa si?" Tanya Karin yang juga mulai mengaduk bakso di mangkuknya sendiri.
Ardi menggeleng, dan dering ponsel di saku jaket membuat perhatiannya teralihkan, bukan menjawab, pemuda itu malah menghela napas, kemudian meletakkan benda di tangannya ke atas meja, lalu kembali makan.
Dering ponsel yang mengganggu membuat Karin jadi kesal, "angkat aja, Bang. Dari Mbak Nadia kan," tebaknya.
Ardi mengangguk, kemudian mengambil hp dan ia dekatkan ke telinga, "iya," jawab pemuda itu, "yaudah," tambahnya lagi yang entah menyetujui tentang apa, "hmm, iya."
Karin menghela napas bosan, dia tidak tau apa yang mereka bicarakan, kemudian kembali fokus pada mangkuk bakso yang tidak lagi membuatnya berselera.
Dan saat Ardi meletakan hpnya di atas meja, gadis itu kembali mendongak. "Udah?" Tanyanya.
Ardi mengangguk, kemudian kembali fokus dengan makanannya. "Nanti pulang sekolah jemputnya agak lama, gue nganterin Nadia dulu," ucapnya.
Karin menghela napas, "kok Karin ngerasa kaya simpenan abang sekarang," gumamnya yang membuat Ardi jadi menatap gadis itu.
"Biasanya yang namanya simpenan itu lebih di sayang, tenang aja," tutur Ardi yang mendapat pukulan sendok di tangannya, hingga pemuda itu mengaduh. "Lah, duit simpenan aja sayang banget mau dipake," tambahnya memberi alasan.
"Yakali disamain sama duit." Karin jadi sewot.
Ardi menghela napas, "sekarang lo agak berubah," ucapnya.
Karin yang menyuapkan bakso ke mulutnya jadi menoleh, "berubah apanya?" tanyanya di sela mengunyah.
"Udah nggak pernah gombalin gue, mana galak banget lagi sekarang, cuek juga."
Karin memutar bola matanya kesal, "masa iya Karin gombalin pacar orang, kalo kata cak lontong mah, mikir."
"Jaman sekarang tuh godain pacar orang justru lebih menantang."
"Ni sendok mampir di jidat abang baru menantang namanya, mau?" Karin mengacungkan sendok di tangannya, membuat Ardi mencebikkan bibir.
Ardi mengambil ponselnya, ada pesan Wa di sana. Dari Nadia, gadis itu menyuruhnya untuk cepat kembali, dan Ardi mulai mengetikkan balasan.
Merasa bosan di abaikan, Karin ikut membuka ponselnya sendiri, kemudian mengetikkan sesuatu dan ia kirimkan pada seseorang.
Ardi tiba-tiba mendongak setelah terdengar notif yang berbeda dari ponselnya, membuat Karin di hadapannya mengerutkan dahi.
"Kenapa?" Tanya Karin, dan setelah mendapatkan balasan berupa gelengan, dan abangnya juga kembali fokus ke layar hp, gadis itu kembali menekuni ponselnya sendiri.
Karin merasa terganggu dengan suara notif entah apa yang masuk di ponsel abangnya, gadis itu jadi mengomel. "Hape abang kenapa tang ting tung terus sih, berisik banget tau," sewotnya.
Ardi merutuk dalam hati, gara-gara lo anak setan.
"Bales apa, Bang. Berisik tau dari tadi, lagian Mbak Nadia tuh takutan banget si, heran."
"Iya ini juga mau dibales."
Ardi kembali fokus pada ponselnya, membuka aplikasi pesan pribadi mamatoon, dari Kanjeng ribet.
**Kanjeng Ribet: **oy!
**Kanjeng Ribet: **gue udah up.
Kanjeng Ribet: p
Kanjeng Ribet: P
Kanjeng Ribet : P
Kanjeng Ribet : P
Kanjeng Ribet : bales dong.
Kanjeng Ribet : Apa gue harus chat Assalamualaikum biar kalo lo nggak bales nanti lo yang dapet dosa.
Karin nyaris memasukan hpnya ke dalam saku seragam saat tidak juga mendapat balasan dari seseorang, namun ia urungkan saat kemudian ponselnya kembali menyala.
Netizenmahabenar: iya, Waalaikum salam.
Seketika bibir gadis itu tersenyum, dengan Netizen yang satu ini entah kenapa dia merasa dekat, meskipun baru-baru ini ia mendapatkan pengakuan bahwa Netizen yang selama ini ia anggap perempuan ternyata adalah seorang laki-laki. Dan gadis itu tampak tidak mempermasalahkannya.
Ardi melirik sekilas pada gadis remaja yang tampak senyum-senyum pada benda di tangannya, entah kenapa dia merasa kesal. Mungkin ini yang namanya cemburu, tapi mengingat yang dia cemburui adalah akun Netizen. Masa iya dia cemburu pada dirinya sendiri.
Pemuda itu meminum es teh manis di hadapannya, dan membaca pesan selanjutnya dari gadis itu sebagai kanjeng ribet, dia kemudian tersedak dan batuk-batuk, Karin sampai menyodorkan air putih miliknya pada pemuda itu.
"Kenapa sih, Bang?"
Ardi menggeleng, "nggak apa-apa."
Kanjeng Ribet: Ajarin gue cara nikung pacar orang.
Yang pacarnya dua.
Yang nggak mau jadi pelakor tapi pengen belajar nikung.
***pesan***
Author: Makasih untuk antusias kalian buat cerita ini, jujur gue seneng banget. Tapi buat nyenengin kalian dengan crazy up tuh gue nggak bisa, beneran dah, nyari inspirasi tuh susah, kalo nggak percaya coba nulis aja sendiri.
Netizen:Gimana sih thor, orang pengen baca malah suruh nulis.
Author:biar lu pada tau, kalo nulis cerita itu nggak segampang bacanya. Dan nggak segampang nulis komentar juga, thor kurang panjang, thor nggak seru, thor nunggunya lama up nya dikit. Tenggelemin aja hayati di rawa-rawa bang.
Netizen: ada yg bilang katanya masih seruan oh my boss thor.
Author: Gini ya markonah, gue bilangin. Kenapa oh my boss lebih seru, ya karena dia udah tamat, coba dulu pas gue kasih episode konflik, lu juga pada sewot.
Netizen:ada yg nanya juga thor katanya ini ada filmnya apa nggak.
Author:ini nih pertanyaan yg paling aneh, gue tuh nulis pake imajinasi sendiri, bukan ngadopsi dari film korea. Ya kalopun ada mirip-mirip dikit adegannya, ya mungkin cuma kebetulan emang dasar adegan sejuta umat.
Sekali lagi makasih buat kalian, ceritaku nggak ada apa apanya kalo nggak ada kalian yg baca. Maaf kalo tulisanku mengecewakan. Dan makasih juga buat koinnya hehehe. Salam sayang dari author.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Hana Moe
hedeeeehhh males banget sama nad nad🙄
2022-11-02
0
Aysana Shanim
😂😂😂 Cuma bisa ngakak. Serius dah speechless gw 🤭
2022-08-07
0
𝐀⃝🥀Αηυ🍾⃝cͩнᷞıͧcᷠнͣı ѕɑℓιм📴
pe'ak.... bukan gitu!!!! harusnya bilang gue sayang sama lu... bukan sama Ardi! 🤦🏼♀️
2022-08-01
0