Zoya dan Dio langsung menuju dalam rumah. Dio menatap nanar kearah Rey yang terluka, Rani berusaha mengobati kepala Rey dengan obat merah. Matanya menatap wajah Zoya, Zoya hanya mengangkat kedua bahunya lalu menghempaskan badannya ke kursi.
Rani dan Rey kaget. Melihat Dio dan Zoya berada diantara mereka. Mata Rani menatap Dio dengan tajamnya, tapi Dio hanya menunjuk Zoya yang duduk di sofa tanpa rasa bersalah. Rani mendesah kesal, sambil matanya menatap Zoya. Begitu juga dengan Rey. Rey tidak menyangka kalau Zoya bakal menemui Dio.
Akhirnya Dio pun duduk disamping Zoya. Matanya hanya memandang darah yang mulai kering di kepala Rey.
"Dikira kamu yang dilukai kak Rey." Ujar Dion manyun.
Rani berkerut. Ia belum mengerti apa arti kata kata Dio tadi. Matanya langsung menatap wajah Zoya, ya tadi Zoya melihat semuanya jadi Rani akhirnya memberikan kesimpulan kalau Zoya hanya ingin menolong tapi langsung menemui Dio.
"Dio, jangan!" Teriak Rani ketika melihat Dio membersihkan darah Rey yang ada di lantai.
Rani langsung merebut alat pel dari tangan Dio. Dio awalnya ingin membantu Rani, tapi Rani dengan cepat mengambil alat pel ditangan Dio.
Zoya melihat kakaknya, langsung mengambil alih. Rani ragu, tapi Zoya memaksa Rani untuk memberikan alat itu ada Zoya. Akhirnya Rani memberikan pada Zoya. Dio yang dekat dengan Zoya langsung mengusap bahu Zoya dengan lembut sambil tersenyum puas.
Rey hanya diam saja. Ia akhirnya pulang begitu saja, hanya diikuti oleh tatapan ketiga orang yang ada di dalam rumah. Zoya langsung mengambil air buat Dio, Dio tersenyum melihat Zoya mengambilkan minuman untuk dirinya.
"Tadi Zoya mengatakan kalau Rey dipukul sama kamu, benarkah?" Tanya Dio menatap Rani.
Rani yang duduk agak jauh dari Dio hanya menunduk saja. Sedangkan Zoya masuk kamar ia tidak mau ikut urusan kakaknya. Paling kalau ingin tahu ia pasti menanyakan pada kakaknya bukan ikut menimbrung.
Rani terdiam seketika mendengarkan apa yang diucapkan Dio barusan tadi. Ia hanya menarik nafas dalam dalam, ia ingan cerita tapi darimana mulainya.
Rani tidak mau Dio tahu kalau ia sakit. Itu bakal menambah khawatir diri Dio.
"Kamu baikan?" Tanya Rani mengalihkan pertanyaan Dio.
"Agak mending. Tadi waktu Zoya datang ke rumah, aku lagi tiduran." Jawab Dio jujur.
Laki laki itu tersenyum menatap wajah Rani yang kelihatan segar sekali..
"Kemarin emangnya kamu kemana?" Tanya Rani cepat.
Rani ingin Dio tidak menanyakan tragedi Rey padanya. Kalau sampai Dio tahu semuanya bisa berabe, soalnya ia memukul Rey juga kerena perutnya terbentur. Ia tidak ingin Dio tahu kalau ia.juga korban dari Rey, kalau Rey tidak mendorong dirinya mungkin ia juga tidak akan memukul Rey.
"Kemarin asyar aku ke Pandeglang. Nggak bawa mobil, cuma bawa motor. Ditambah lagi nggak bawa jas hujan. Kalau helm bawa. Pulang dari Pandeglang kira kira di Menes, hujan lebat." Cerita Dio akhirnya.
"Emang nggak berhenti?" Tatap heran Rani.
Dio mengangguk. Rani mendesah melihat anggukan Dio.
"Pantesan. Kalau hujan harusnya berhenti, jangan lanjut terus bahaya!" Sembur Rani kesal melihat Dio.
Tapi Dio suka cara Rani marah, menambah kecantikannya saja, Diao hanya mengangguk dan tersenyum saat Rani mengatakan itu pada dirinya.
Secara reflek tangan Rani mengusap perutnya. Tapi Dio tidak melihatnya, kerena Rani dengan cepat menarik tangannya untuk tidak mengusap perutnya yang terasa kram.
"Kak, ini apa?" Tanya Zoya menunjukan sesuatu pada Rani.
Ditangan Zoya terdapat sebuah amplop besar, Rani langsung meraihnya. Terlambat Dio langsung mengambil amplop itu dan membuka isinya.
"Kamu tadi periksa kandungan?" Tanya Dio menatap wajah Rani.
Setelah memberikan amplop putih Zoya langsung meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Zoya tidak mau menganggu kakaknya dan Dio.
Tatapan Dio berubah sangat perhatian ke Rani. Rani hanya nyengir saja. Ia mengangguk dengan cepat.
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Dio gembira.
"Sehat, kok!" Rani kikuk menjawabnya.
"Syukurlah."
"Tapi kamu nggak kenapa kenapa kan?" Tanya Dio menatap wajah Rani.
Tiba tiba Dio merasakan khawatir kalau Rani ada apa apa, ditatapnya wajah Rani dengan lembutnya, sedangkan Rani kikuk diperhatikan seperti itu oleh Dio. Sampai Rani secara reflek memukul lengan Dio dengan spontan, sampai Dio menjerit dan mereka pun berdua tertawa riang.
"Nggak kok!" Senyum Rani.
Dion mendekati Rani. Ia duduk dihadapan Rani, sedangkan Rani masih duduk di kursi yang tadi.
"Kamu baik baik saja ya disana, sehat selalu, dan lahir selamat." Ujar Dion lembut.
Rani terharu mendengar kata kata Dio seperti itu, seharusnya kata kata itu Rey yang mengucapkan bukan Dio. Tapi bagaimana pun Rey adalah ayah dari janin yang ia kandung.
Tanpa sadari Rani meneteskan cairan bening dari matanya. Dio menatap wajah wanita itu dengan tajam, tangan nya langsung mengusap pipi Rani dengan lembut. Rani membiarkan saja Dio melakukan itu.
"Apa yang kau menangis?" Tanya Dio beranjak dari jongkoknya. Ia lalu duduk disamping Rani.
"Aku sayang janin ini Dio?" Kata Rani sambil mengusap perutnya.
"Aku ikhlas kehilangan Rey untuk selamanya tapi janin ini ingin aku miliki selamanya."
Rani malah kepikiran Rina yang ingin mengambil bayi nya disaat setelah ia lahiran. Ia sampai kapan pun tidak ingin memberikan bayi yang masih dalam kandungannya pada siapapun juga. Termasuk pada Rey. Ayah biologisnya.
"Aku tahu, Ran. Kamu tahu apa yang terbaik buat kamu dan janin yang kamu kandung." Kata Dio merangkul kedua bahu Rani dari belakang.
Rani menepiskan rangkulan Dio. Ia beranjak dari duduknya menuju tempat yang lain. Ia tidak mau memberikan harapan pada dio apalagi ia tahu kondisi dirinya bagaimana.
"Maaf ya waktu itu, aku jahat sama kamu. Menyuruh kamu memberikan bayi ini pada kakakku." Kata Dio menatap wajah rani dengan tajam.
Rani hanya mengangguk saja, bibirnya tersenyum membalas tatapan mata Dio.
"Dio makasih ya. Kamu selalu ada untukku."
Dio mengangguk dengan cepat. Dio tadinya ingin mengatakan sesuatu pada Rani, tapi hp Dio berteriak dengan kerasnya meminta diangkat.
Dio mengangkat hpnya di sebrang sana Rina menyakan keberadaan Rey. Kerena Rey dari tadi belum pulang dari sekolah. Dion hanya termenung mendengarkan pengaduan dari kakaknya. Dio akhirnya menutup telponnya.
"Ada apa?" Rani menatap Dio.
"Kak Rey belum pulang." Ujar Dio.
"Belum pulang?" Gumam Rani seperti bertanya pada dirinya.
Dio dan Rani saling tatap satu sama lain.
"Kamu telpon Rey aja. Siapa tahu diangkat." Usul Rani.
Dio mencari nomor Rey di hpnya. Setelah itu ia mengadakan panggilan pada Rey tapi hp Rey pending.
"Ran, aku pulang ya? Kasihan kakak." Kata Dio pamit.
"Kamu bawa aja motornya." Ujar Rani cepat.
Rani baru sadar kalau Dio tadi tidak bawa kendaraan ke rumahnya. Tapi Dio tidak mau, katanya ia bakal cari ojeg biar cepat. Rani tidak bisa memaksa kehendak Dio.
"Kalau ada apa apa telpon aku ya!" Teriak Dio langsung ngacir meninggalkan rumah Rani.
Rani hanya mengelengkan kepala saja mendengar teriakan Dio. Dalam keadaan seperti itu juga Dio selalu ada untuk dirinya. Ada perasaan haru menyeruak dalam kalbunya paling dalam.*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments
Nindira
Rani Dio itu baik banget sama kamu tapi kenapa kamu tetap mencintai si Rey yang selalu bikin emosi
2022-12-10
0
Nindira
Ternyata pesona Rani masih terlihat juga saat dia lagi marah ya
2022-12-10
1
VLav
kurang babak belur itu rey, otaknya belum dikeluarkan, ups, kan rey ga punya otak ya
2022-11-16
1