Terlihat sebuah gedung besar dengan ornamen Burung Api langit menyemburkan api di kedua sisi pintu gedung. Gedung biru tua itu adalah Balai Tetua Api. Bangunan itu merupakan tempat dimana ketua klan melakukan pertemuan besar dengan Para Tetua Api atau biasa digunakan untuk menerima tamu penting.
Klan Api Biru mempunyai tetua klan terbanyak dari semua klan yang ada yaitu Sembilan Tetua Api. Sebab, dulu sebelum klan Api Biru berdiri sembilan orang petarung berhadapan dengan Burung Api Langit yang berbentuk seperti perpaduan tubuh Phoenix Emas berkepala Rajawali Staris Biru yang merupakan cikal bakal klan Api Biru.
Burung Api Langit merupakan hewan pemilik kekuatan Api tertinggi serta burung yang dipercaya sebagai raja dari seluruh elemen api.
Kesembilan orang itu menaklukan Burung Api Langit yang setara dengan seorang Petarung jiwa Api tahap tertinggi yang juga memiliki raga petarung tingkat puncak, yang mana itu merupakan tingkatan tertinggi kekuatan petarung.
Kesembilan orang itu mampu menundukkan Burung Api Langit kemudian menyegel kekuatan apinya namun dari kesembilan itu yang masih hidup setelah kejadian itu hanya satu orang. Yang pada akhirnya orang itu mendirikan Klan Api Biru dengan Burung Api Langit sebagai identitasnya meskipun jenis burung ini sudah tidak ada lagi saat ini.
Dengan kekuatannya, ia membagi kekuatan Api biru dari Burung Api Langit kesemua anggota keluarga termasuk keluarga kedelapan orang yang gugur dan menjadikan Api biru sebagai kekuatan jiwa klan. Untuk menghormati sembilan orang yang telah berjasa maka di dalam klan Api Biru dibentuk Sembilan Tetua Api.
Di dalam bangunan itu telah berkumpul para Tetua Api serta Ketua Klan yang didampingi Wakil Ketua.
“Hormat pada Ketua Luo Chen Fang...!” sapa sembilan Tetua Api bersamaan dengan tangan mengepal ke depan serta badan setengah membungkuk.
“Hormat untuk Tetua Api!” balas Ketua Luo Fang yang melakukan hal sama kemudian mempersilakan semua untuk duduk.
“Tetua Api, pertemuan ini sengaja aku lakukan sedikit lebih awal dari rencana semula, sebab satu tahun lagi klan kita akan menyelenggarakan uji kemampuan bagi petarung usia muda untuk mewakili klan kita di turnamen petarung tiga tahun mendatang. Menurut Para Tetua bagaimana rencana ini dilaksanakan?” tanya Ketua Chen Fang tanpa basa-basi langsung berbicara ke pokok permasalahan.
“Menurut pengamatan saya, Ketua! Bagaimana jika kali ini kita lebih memfokuskan pada anak yang mempunyai bakat menjanjikan untuk menghemat biaya dan waktu pengujian?” salah satu tetua dengan senyuman khasnya yang bernama Tetua Luo Shun Tong membuka suara.
“Tetua Shun Tong! Aku rasa itu tidak tepat, sebab bakat menjanjikan bukan hanya lahir dari anak yang jenius saja. Banyak anak-anak lain yang bakatnya masih terpendam dan belum terlihat oleh kita. Mereka masih tujuh tahun sekarang,” timpal tetua lain menyanggah pernyataan Tetua Shun Tong yang bernama Tetua Luo Mu Zheng.
“Benar ketua dan tetua sekalian. Masih terlalu awal bagi kita untuk menentukan siapa yang berbakat dan tidak. Masalah biaya kurasa itu masih bisa diatasi oleh klan kita dan masalah waktu, kita masih banyak waktu untuk persiapan lainnya!” lanjut tetua lainnya yang bernama Tetua Luo Li Mu.
“Dalam masa-masa ini setiap anak masih bisa berkembang dan membudidayakan kemampuan mereka, tidak adil rasanya jika kita hanya fokus untuk anak jenius saja!” imbuh Tetua Luo Wei Shin melanjutkan.
‘Cihh ...! Sudah jelas bahwa di klan ini banyak anak sampah yang menyedihkan termasuk anak dari si Tua Fang itu. Para tetua ini sungguh menyedihkan dalam berpikir,’ batin Tetua Luo Shun Tong sambil tersenyum merendahkan.
“Kalau begitu, sama seperti tahun lalu saja. Hanya saja untuk lebih menghemat tenaga, peserta yang mengikuti harus sudah berada di Petarung jiwa Api dasar tingkat lima dan mencapai setidaknya Petarung Raga Besi tingkat lima. Di klan lain itu merupakan persyaratan terendah mereka untuk lolos seleksi pengujian,” tandas Tetua Luo Shun Tong meyakinkan.
“Sepertinya benar juga yang dikatakan Tetua Shun Tong, jika kita tak menaikkan kualitas uji kemampuan. Maka kita hanya akan jadi bahan lelucon di turnamen nanti,” Tetua Luo Cheng Yan memandang Shun Tong sesaat sebelum beralih memandang ke arah Ketua Chen Fang.
“Menurut Tetua Shen Zhang bagaimana?” Ketua Chen Fang terlihat ragu untuk mengambil pendapat.
Tetua Shen Zhang memejamkan matanya, “Sepertinya itu lebih baik, daripada menyingkirkan peserta sebelum mereka menunjukkan kemampuan!”
Pertemuan yang berlangsung lebih dari lima jam itu berjalan cukup alot untuk menentukan langkah ke depan yang harus diambil serta disetujui semua Tetua Api.
Yang pada akhirnya disetujui dengan waktu penyelenggaraan 11 bulan lagi dengan rincian yang sudah disepakati Para Tetua Api, yaitu usia delapan tahun yang telah mencapai petarung jiwa Api dasar tingkat lima dan petarung Raga Besi tingkat lima sebagai kemampuan minimun syarat mengikuti uji kemampuan.
Meskipun itu lebih tinggi dua tingkat dari tahun lalu, karena saat ini masing-masing klan sedang gencar-gencarnya melakukan terobosan dalam pengembangan kemampuan usia muda agar mereka menjadi yang terunggul.
Karena saingan terkuat Klan Api Biru yang berada di kota Wujin ini merupakan sesama pemilik Jiwa Api yaitu Klan Api Ungu yang diketuai Chan Jiang.
Yang mana sejarah pembentukannya sama, hanya saja berbeda hewan yang menjadi jiwa Api yaitu Burung Elang Ungu yang konon merupakan hewan terkuat kedua setelah Burung Api Langit.
Setelah pertemuan itu selesai dan para Tetua Api meninggalkan tempat pertemuan itu. Terlihat Ketua klan memegangi kepalanya.
“Maafkan ayah, Shan'er! Sepertinya kau memang tidak bisa mengikuti uji kemampuan kali ini. Maafkan ayah yang terlalu bodoh untuk mengajarimu. Entah apa yang akan ayah katakan jika bertemu ibumu. Ayah telah gagal menjadi seorang ayah untukmu...!” gumam Chen Fang sembari menunduk, terlihat kesedihan diwajahnya hingga meneteskan air mata.
“Ketua Fang tak perlu terlarut kesedihan seperti ini, aku yakin Tian Shan memiliki takdir tersendiri yang mungkin akan menggetarkan benua ini, mengingat ibunya adalah keturunan utama dari klan itu...!” kata Wakil ketua Luo Chen Fei mencoba menenangkan.
"Sudahlah Fei, tak perlu membahas masalah itu. Aku tahu semua ini pasti lah takdir....” Ketua Chen Fang terlihat pesimis tetapi ia segera melebarkan matanya beberapa detik setelah mendengar dengar benar perkataan Chen Fei.
“Tunggu dulu! Benar juga. Kenapa aku sampai melupakan hal sepenting itu ... hahaha terima kasih saudara Fei telah mengingatkanku tentang sesuatu yang penting!” terlihat Chen Fang menemukan kembali kecerahan wajahnya begitu menyadari perkataan Chen Fei yang selama ini terlupakan.
Chen Fang nampak antusias, itu terlihat dari senyum sumringah dan semangat yang berkebalikan dari ekspresinya beberapa menit yang lalu. Dirinya mengingat tentang pesan rahasia dari istrinya yang juga berhubungan dengan apa yang terjadi pada Tian Shan.
“Apakah kakak baik-baik saja? Begitu mudahnya berubah ekspresi hanya dalam beberapa menit. Apakah terlalu berat bebanmu saat ini?” Chen Fei melihat perubahan raut wajah ketua klan sambil menggaruk pelan pelipisnya dalam keheranan.
“Baiklah, sudah terlalu lama aku tak menyadari ini. Maafkan ayah selama ini yang melupakan hal itu. Shan'er, kau bukanlah anak sampah. Kau adalah putra Luo Chen Fang yang akan menggetarkan benua ini...! Tidak. Bukan hanya benua ini tapi seluruh dunia hahaha...!“ seru Chen Fang cukup lantang yang di akhiri tawa panjang.
Melihat kakaknya seperti itu menambah keheranan lain dari Chen Fei meningkat seperti takut. Disisi lain Chen Fei juga senang dengan kembalinya semangat sang kakak kandung itu, maka dapat dipastikan akan membawa perubahan pada Klan Api Biru.
Tian Shan masih berlari sambil terus bergumam dan mengumpat tak jelas pada dirinya sendiri, karena ketidakberdayaan kemampuan yang dimilikinya sangat mengecewakan hingga ia terlambat menyadari bahwa telah berlari terlalu jauh ke dalam hutan.
Mengingat dia telah berlari dalam waktu yang lama dia baru menyadari saat sudah tersesat jauh di dalam Hutan Wujin.
Bahkan mungkin sudah lebih dalam dari perkiraannya, sampai ia tak tahu dari arah mana asal ia berlari, terlihat matahari sudah hampir terbenam menandakan sudah setengah hari ia berlari dalam umpatannya.
“Ehh, dimana ini? Betapa aku juga bodoh, haih...! Untuk apa aku berlari sampai masuk ke tengah hutan begini. Mana hari sudah hampir gelap! Ahh sial ... Dasar bocah bodoh...!” gumam Tian Shan sambil memukul ringan kepalanya, ia kecewa sudah kehilangan akal untuk bisa kembali.
“Sepertinya Tuhan mengabulkan permintaan bodohku ya, untuk memberi cobaan lebih berat lagi! Ah sial... aku harus kemana? Hutan ini kan banyak hewan petarung jiwa-nya. Habis sudah, akan jadi santapan hewan... Cih, hidup sekali saja sudah begini....” gerutu Tian Shan yang terdengar setengah menyerah dengan keadaannya.
“Masa bodoh lah ...! Ohh Tuhan jika aku dilahirkan kembali, mohon Tuhan membiarkanku menjadi jenius hebat yang jadi pahlawan. Aku ingin jadi orang hebat Tuhaan...!” teriak Tian Shan dalam keputusasaannya, hingga tanpa sadar tanah pijakannya terjatuh, di bawahnya terdapat sebuah gua kecil.
“Berisik sekali. Diaam...!” suara yang sangat nyaring terdengar sangat jelas.
Tian Shan langsung terdiam polos penuh kebingungan, ia menoleh ke kiri dan ke kanan mencoba mencari sumber suara itu tapi tak menemukan apa-apa karena langit sudah mulai gelap akibat rimbunnya pepohonan meskipun matahari belum terbenam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Jelita Hutabarat
cerita yg memiliki imajinasi tinggi
numpang promot kk, kunjungi novel baru sata judulnya BIAS JINGGA cerita tentang hati yang mencoba menerima cinta baru ketika harapan bahagia telah pupus
terimakasih 🙏🙏🙏
2020-11-10
0
Aryan Lee
Seru. narasinya penuh dengn imajinasi, singgh blik y k.
2020-09-07
3
🌸EɾNα🌸
maraton ini bacanya bikin makin penasaran😍
2020-08-06
2