Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Jillian, namun dirinya tidak ingin sekedar menebak-nebak hal yang tidak jelas. Hingga akhirnya dia memberanikan diri untuk bertanya pada Dhiva yang masih tidak mengalihkan pandangannya dari Jeffran. Padahal Jeffran sudah cukup lama mengobrol dengan rekan bisnis yang juga termasuk salah satu tamu VVIP di dekat pintu masuk ballroom.
"Maaf Kak, apa Kak Dhiva mengenal tamu VVIP itu? Sepertinya Kak Dhiva terlihat senang saat melihatnya." tanya Jillian berusaha terlihat biasa, disertai senyuman di wajahnya agar tidak terkesan serius.
"Laki-laki itu adalah mantan kekasihku. Hmm, sebenarnya belum menjadi mantan, karena tidak pernah ada kata putus diantara kami berdua." Jawaban Dhiva cukup mengejutkan Jillian. Untung saja Dhiva yang masih setia menatap Jeffran, tidak menyadari ekspresi Jillian.
"Kak, saya tinggal dulu ya. Ada yang harus saya periksa."
"Ok Jill." Dhiva melirik Jillian sekilas, lalu kembali menatap Jeffran penuh damba.
Dengan langkah cepat, Jillian segera menuju ruang ganti keluarga untuk menghindar dari Jeffran. Sungguh dirinya tidak menyangka, kalau acara yang akan dihadiri Jeffran itu, adalah resepsi pernikahan yang Jillian urus.
Menyadari dirinya tidak mungkin terus menerus bersembunyi dan menghindari Jeffran, sementara dirinya harus melaksanakan tugasnya sebagai crew WO, Jillian akhirnya kembali berbaur dengan crew WO lainnya. Namun Jillian berusaha menyamarkan penampilannya dengan mengenakan masker, kacamata dan mengikat rambutnya yang semula tergerai indah. Berharap Jeffran tidak akan mengenalinya.
Pemandangan di salah satu sudut ruangan ballroom yang sepi, menarik atensi Jillian. Dimana Dhiva terlihat sedang berbicara pada Jeffran. Ekspresi keduanya terlihat serius, meskipun jelas terlihat kalau Jeffran lebih banyak diam seraya menghunus tatapan tajam ke arah Dhiva.
"Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan? Apa benar mereka adalah sepasang kekasih?" Jillian tampak sangat penasaran, namun sayang dirinya tidak bisa mendengar isi percakapan Jeffran dan Dhiva.
Sepeninggal Jillian tadi, Dhiva langsung menghampiri Jeffran yang baru saja selesai berbicara dengan rekan bisnisnya. Jeffran terlihat sangat terkejut, berbeda dengan Dhiva yang mengulas senyum terbaiknya, berharap Jeffran akan terpesona.
"Jeff, bagaimana kabarmu?" Dhiva menggenggam sebelah tangan Jeffran. Namun Jeffran yang merasa risih, langsung menarik paksa tangannya.
"Jeff, izinkan aku untuk menjelaskan semuanya. Tolong dengarkan aku." Dhiva memasang ekspresi memelas, berharap Jeffran mau mendengarkannya. Tapi Jeffran enggan mendengar penjelasan apapun dari Dhiva, dia malah berjalan melewati Dhiva begitu saja.
"Jeff, aku mohon!" Dhiva menahan tangan Jeffran, hingga langkah Jeffran terhenti seketika.
"Jangan kurang ajar, kamu membuatku jadi pusat perhatian. Enyahlah dari hadapanku," ucap Jeffran dengan nada tertahan. Berusaha menahan emosinya yang sudah hampir sampai di ubun-ubun.
Dhiva mengedarkan pandangannya ke segala arah, dan benar saja, ada banyak pasang mata yang menatap mereka sambil berbisik-bisik.
"Jika kamu tidak ingin diperhatikan banyak orang, beri aku waktu untuk menjelaskan. Aku mohon," pinta Dhiva dengan raut wajah memelas.
"Baiklah." Jeffran melepas paksa cekalan tangan Dhiva, lalu melangkah menuju salah satu sudut ballroom yang sepi. Dhiva mengikuti Jeffran dengan berlari-lari kecil mensejajari langkah Jeffran yang lebar.
"Apa yang mau kamu jelaskan?" Jeffran memasukan kedua tangan ke saku celananya, memandang tajam wajah Dhiva yang terlihat sedikit takut.
"Maafkan aku karena pergi tanpa mengatakan apapun. Saat itu aku pergi ke Kanada, karena Papa memintaku untuk tinggal bersamanya. Aku juga meminta maaf, atas kejadian sebelumnya saat kita bertemu di Singapore. Aku diundang oleh kenalanku untuk menghadiri pesta itu. Dan apa yang kamu lihat, tidak seperti yang kamu pikirkan. Laki-laki yang bersamaku adalah sponsor dari brand yang sedang aku kerjakan. Kami hanya kebetulan bertemu saat itu. Tidak ada hubungan apapun diantara kami, selain urusan pekerjaan."
"Cih, penjelasan apa ini? Saat itu jelas-jelas mereka berciuman. Kalau benar laki-laki itu adalah sponsor brand yang dikerjakan Dhiva, mungkin Dhiva sengaja melayani laki-laki itu untuk memuluskan kariernya. Penjelasannya justru membuatku semakin berpikir buruk tentangnya. Tapi aku memang sudah tidak peduli apapun yang dia jelaskan. Apa yang aku lihat sudah jelas, aku tidak ingin mendengar apapun lagi dari mulutnya." ujar Jeffran dalam hati.
"Apa kamu sudah selesai bicara?" Aura dingin, sorot mata tajam dan perkataan datar Jeffran membuat nyali Dhiva ciut.
"Jeff, tolong maafkan aku. Aku ingin kita bisa seperti dulu lagi. Aku masih sangat mencintaimu Jeff." Ucapan Dhiva memancing senyum sinis di wajah Jeffran.
"Sayangnya, aku sudah tidak mempunyai perasaan apapun padamu, selain perasaan jijik." Ucapan pedas Jeffran menohok hati Dhiva. Tapi seolah sudah tidak memiliki rasa malu, Dhiva terus saja meminta Jeffran memberinya kesempatan.
"Jeff, aku tahu kamu marah, tapi aku yakin masih ada rasa cinta untukku. Tolong beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya." Dhiva memegang sebelah tangan Jeffran dengan kedua tangannya, dan lagi-lagi Jeffran kembali menghempas tangan Dhiva dengan kasar.
"Kamu sungguh tidak tahu malu Dhiva. Aku tidak akan pernah mau kembali bersamamu. Jangan berani menampakkan wajahmu lagi didepanku. Enyahlah! Dasar murrahan." Jeffran melangkah pergi meninggalkan Dhiva yang masih shock mendengar perkataan kasar Jeffran.
Jeffran berniat untuk segera pulang setelah mengucapkan selamat dan menyerahkan kado special untuk kedua mempelai. Moodnya sudah terlanjur buruk, hingga tidak mungkin bisa menikmati suasana ataupun hidangan di pesta resepsi itu. Apalagi saat matanya terpaku pada beberapa kartu nama dan logo Wedding Organizer di beberapa sudut ruangan. Dhiva Wedding Organizer, tentu Jeffran sudah bisa menebak siapa owner dari WO yang bertanggung jawab untuk acara resepsi ini. Hal itu membuatnya semakin malas untuk berlama-lama di tempat itu.
Jeffran melangkah cepat menuju pintu keluar, namun langkahnya terhenti saat ada seseorang yang memanggil nama yang sangat dikenalnya.
"Jillian, jangan hanya berdiri disitu. Tolong arahkan keluarga mempelai perempuan untuk menuju meja makan di sudut kanan," ujar seorang laki-laki berseragam crew WO kepada seorang perempuan berseragam sama, yang sedang memandang ke arahnya.
Perempuan dengan rambut diikat ekor kuda, mengenakan kacamata dan masker menarik atensi Jeffran. Penampilan memang bisa saja diubah dan ditutupi. Tapi mata indah yang biasa Jeffran lihat setiap hari, tidak bisa disembunyikan. Meskipun dibatasi sebuah kacamata.
"Jillian ...."
Deg ...
Tubuh Jillian yang berbalik hendak melanjutkan tugasnya, tertahan cekalan tangan Jeffran dari belakang.
"Jill, ayo kita pulang!" Suara Jeffran memang terdengar pelan. Tapi Jillian tahu, suara berat Jeffran seolah menyimpan emosinya yang tertahan.
*************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
pensi
dari mana rasa cintanya. sedangkan barusan Jeff berkata jijik padamu Dhiva.
2023-03-06
1
pensi
yah cepet move on dong. jangan biarkan kemunculan Dhiva nantinya malah bakalan merusak bumbu kebahagiaan Jill dan Jeff
2023-03-06
1
pensi
tapi Dhiva , tau ngga ya soal status Jillian sekarang?
2023-03-06
1