Lewat jam makan siang, Jeffran sedang berada di salah satu restaurant mewah untuk menghadiri pertemuan dengan partner bisnisnya yang bernama Bradley Harrison dari BR Group Company. Kali ini Jeffran ditemani oleh Liam, begitupun dengan Bradley yang ditemani asistennya.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, Jeffran dan Bradley terlihat serius membahas proyek kerjasama diantara mereka. Usia mereka tidaklah berbeda jauh, sehingga meskipun mereka adalah rekan bisnis, tapi mereka terbilang akrab dalam berinteraksi.
Dua pelayan wanita tampak menghampiri meja mereka untuk mengantarkan hidangan yang mereka pesan. Alangkah terkejutnya Jeffran, begitupun dengan Liam, karena salah satu dari pelayan yang mengantarkan pesanan makanan itu adalah Jillian.
"Apa yang dilakukan perempuan ini disini? Kenapa dia menjadi pelayan restaurant?" tanya Jeffran dalam hati.
Jillian pun sebenarnya cukup terkejut saat melihat Jeffran dan Liam begitu sampai di meja itu. Tapi Jillian tetap harus bersikap profesional menghidangkan pesanan mereka dengan baik. Tentunya Jillian harus berpura-pura tidak mengenal mereka. Karena Jillian pun tahu, kalau Jeffran pasti malu mengakui Jillian sebagai istrinya.
"Silahkan dinikmati ...!" Jillian dan seorang temannya bergegas meninggalkan meja Jeffran, begitu tugas mereka selesai.
"Maaf Mr. Bradley, saya ke toilet sebentar ya. Silahkan menikmati makanannya lebih dulu," ucap Jeffran sopan namun tegas.
"Oh silahkan Mr. Jeffran," balas Bradley.
Jeffran bukannya pergi ke toilet, namun dia bergegas menyusul Jillian yang hendak masuk kembali ke pantry restaurant untuk melanjutkan tugasnya yang lain.
"Jillian!" Jillian pun membalik tubuhnya menghadap Jeffran.
"Iya," jawab Jillian singkat.
"Apa yang kamu lakukan disini? Aku kan sudah bilang, jangan pernah melakukan apapun yang bisa mempermalukanku. Jika ada yang tahu kalau istri seorang Jeffran bekerja sebagai pelayan restaurant, aku bisa malu." Jeffran berkata sepelan mungkin, namun dengan penuh penekanan dan raut penuh emosi.
Jillian mengulas senyum sinisnya seraya melipat kedua tangan di depan dada. Terlihat tidak takut sama sekali pada suaminya yang masih menatap nyalang ke arahnya.
"Aku dan bayi dalam kandunganku butuh makan. Aku juga perlu uang untuk membayar biaya kuliahku. Tentunya aku harus bekerja untuk memenuhi semua kebutuhanku itu. Kamu tidak berhak melarangku untuk bekerja. Kamu tenang saja, tidak akan ada yang tahu kalau aku adalah istri seorang Jeffran Nicholas Smith CEO perusahaan besar." Jeffran merasa tertampar mendengar perkataan Jillian.
Apa yang dilakukan Jillian adalah karena kesalahannya. Selama ini dirinya sama sekali tidak memberikan nafkah lahir apalagi batin untuk Jillian. Tentu Jillian tidak mungkin meminta uang kepada orangtuanya, disaat dia sudah mempunyai suami yang seharusnya bertanggung jawab atas dirinya dan anak dalam kandungannya.
"Aku akan memenuhi semua kebutuhanmu, kamu tidak perlu bekerja lagi disini. Aku mau kamu mengundurkan diri saat ini juga," tegas Jeffran tanpa mau mengakui kesalahannya terlebih dahulu.
"Tapi ...." Belum selesai kalimat Jillian, Jeffran sudah memotongnya seolah tidak ingin dibantah.
"Ini perintah! Atau aku yang akan berbicara pada Manager restaurant disini!" ancam Jeffran.
"Tidak ... tidak. Aku akan mengatakannya sendiri." Jillian bisa bekerja di restaurant itu atas rekomendasi salah satu teman kuliahnya. Jillian tidak mau jika Jeffran yang berbicara pada manager restaurant yang merupakan paman dari teman kuliahnya itu. Jillian takut Jeffran akan bersikap arogan pada orang yang sudah begitu baik padanya.
"Baiklah. Sampaikan pengunduran dirimu saat ini juga. Kamu harus ikut pulang bersamaku. Tidak ada bantahan." Jeffran segera pergi tanpa menunggu jawaban Jillian. Meninggalkan sang istri yang menghela nafas panjang disertai wajah muram.
"Dia memang selalu bersikap seenaknya," keluh Jillian dalam hati.
*************************
Setelah pertemuan dengan partner bisnisnya selesai, Jeffran segera menuju area parkir untuk menunggu Jillian disana. Niatnya untuk kembali ke perusahaan urung, karena dia ingin memastikan kalau Jillian pulang ke apartemen mereka. Hanya Liam yang kembali ke perusahaan, setelah mendapat mandat dari Jeffran untuk menghandle beberapa kegiatannya yang tidak bisa di re-schedule.
Senyum tipis Jeffran terbit, saat dilihatnya Jillian berjalan menuju mobil sport biru metalicnya. Jeffran memang memutuskan untuk tidak memakai mobil sport hitamnya lagi, karena menganggap Jillian tidak menyukainya.
Jillian langsung membuka pintu mobil Jeffran dan duduk tanpa memandang Jeffran yang duduk dibelakang kemudi seraya menatapnya.
"Apa kamu sudah mengundurkan diri?" tanya Jeffran langsung pada pokoknya.
"Sudah." Jawaban singkat Jillian rupanya memancing senyuman dan nafas lega seorang Jeffran.
"Bagus. Sekarang kita berbelanja." Jillian memandang penuh tanya ke arah Jeffran yang mulai melajukan mobilnya ke luar dari area parkir restaurant.
"Berbelanja? Apa maksudmu?" Jeffran tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Jillian.
"Berbelanja bulanan. Kita membeli bahan makanan, keperluan rumah dan apapun yang kamu butuhkan." Netra indah Jillian membola saat mendengar perkataan Jeffran.
Jeffran sebenarnya cukup merasa bersalah karena sudah sengaja melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Hingga Jillian memutuskan untuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya. Tapi Jeffran tetaplah seorang pria yang arogan, dia bahkan tidak mau meminta maaf atas kesalahannya itu. Dia berpikir dengan memenuhi kebutuhan Jillian saat ini, cukup untuk memperbaiki kesalahan sebelumnya.
Sebenarnya ada alasan khusus kenapa Jeffran mengajak Jillian untuk berbelanja, terutama membeli bahan makanan. Karena sebenarnya Jeffran selalu merasa tergoda setiap kali Jillian memasak. Semua makanan yang dibuat Jillian selalu berhasil menggoda indera penglihatan dan penciuman pria itu. Tapi tentu rasa gengsinya selalu menahan dirinya untuk meminta semua makanan itu. Jeffran berharap, jika dirinya membelikan semua bahan makanan yang akan dimasak Jillian, maka Jillian akan membagi masakannya secara sukarela pada Jeffran.
Mobil sport Jeffran tiba di area parkir mall. Jeffran dan Jillian bergegas turun menuju supermarket yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga dan berbagai bahan makanan terlebih dahulu.
"Kamu mau memasak apa?" Jeffran bertanya saat Jillian terlihat memilih beberapa jenis sayuran yang ada dihadapannya.
"Hmm, entahlah. Ada beberapa jenis masakan yang bisa aku masak dengan beberapa sayuran ini. Lihat nanti saja," jawab Jillian dengan ekspresi acuh tak acuh.
"Oh begitu." Jeffran mengulurkan tangan untuk mengambil alih sayuran di tangan Jillian dan memasukannya ke dalam troli dihadapannya. Lalu mulai mendorong kembali mengikuti Jillian yang beralih memilih beberapa jenis buah.
"Kamu menyukai buah apa?" Jeffran kembali bertanya pada Jillian. Namun perempuan itu terlihat enggan untuk menjawab. Dirinya memilih memasukkan beberapa jenis buah yang diinginkannya ke dalam troli yang didorong Jeffran.
"Wah buah kesukaan kita ternyata sama, berbagai jenis berry." Jillian mendelik malas mendengar perkataan Jeffran saat melihat buah blueberry, raspberry dan strawberry yang dimasukan Jillian ke dalam troli. Beberapa saat kemudian, Jillian memasukkan buah apel, pear, semangka, melon, mangga dan banyak jenis buah lainnya.
"Aku menyukai hampir semua jenis buah," ujar Jillian dengan ekspresi kesal. Lalu meninggalkan Jeffran menuju area dimana berbagai jenis daging berada.
Kali ini pun Jillian memasukkan banyak jenis daging sapi, seafood dan ayam. Selain untuk memberi pelajaran pada Jeffran agar mengeluarkan uang banyak, Jillian juga memang merasa ingin memakan semua makanan-makanan itu. Entah karena bawaan bayi atau karena memang dia yang menginginkannya.
Tapi hal itu tidak masalah bagi Jeffran, baginya semua belanjaan Jillian tidaklah seberapa. Apalagi Jeffran pun merasakan hal yang sama seperti Jillian. Bahan makanan yang dimasukkan Jillian semuanya menggoda iman Jeffran. Dirinya sudah sangat tidak sabar untuk menikmati semua makanan buatan Jillian.
Selesai berbelanja bahan makanan, mereka beralih membeli berbagai alat rumah tangga dan juga pakaian untuk Jillian. Jillian menolak saat diajak masuk ke butik pakaian, tas dan sepatu branded. Jillian memilih untuk membeli beberapa pakaian santai di outlet yang menurutnya tidak terlalu mahal.
Jeffran sebenarnya sedikit memaksa agar Jillian mau memilih barang-barang branded yang berada di butik yang ditunjukannya. Tapi Jillian tetap bersikeras menolak. Sehingga akhirnya Jeffran memilih mengalah pada istrinya yang keras kepala itu.
"Padahal aku ingin membelikannya barang-barang branded, agar dia tidak berpikiran kalau aku ini orang yang pelit. Tapi ya sudahlah." rutuk Jeffran dalam hati.
Sesungguhnya Jillian merasa sangat canggung berbelanja bersama Jeffran. Mungkin bagi yang melihat, mereka tampak seperti pasangan suami istri pada umumnya. Tapi tidak bagi Jillian, dia merasa sangat tidak nyaman, bahkan risih berbelanja dengan pria yang dibencinya itu.
Sesampainya di apartemen, Jillian dan Jeffran langsung membersihkan diri di kamar mereka masing-masing. Setelah selesai, Jillian memilih mengatur dan membereskan barang-barang belanjaannya, sebelum akhirnya mempersiapkan bahan makanan untuk makan malam.
Jeffran yang baru keluar dari kamarnya, terlihat bersemangat melihat Jillian yang hendak memasak. Dia langsung ikut bergabung di pantry bersama Jillian.
"Apa yang akan kamu masak?" Jeffran memandangi Jillian yang terlihat mahir memotong-motong seafood dan sayuran dihadapannya.
"Heuh, kenapa makhluk ini mendadak cerewet sekali ya hari ini? Aku benar-benar risih." keluh Jillian dalam hati.
"Tidak usah banyak bertanya, tunggu saja di ruang TV. Akan aku beritahu jika makanannya sudah siap." Meskipun Jillian sebenarnya enggan membuat makanan untuk Jeffran, tapi setidaknya Jillian harus mau berbagi dengan orang yang membayar semua belanjaannya. Persis seperti tujuan Jeffran yang sebenarnya.
Akhirnya Jeffran memilih asyik dengan gadgetnya, sembari menunggu Jillian menyelesaikan kegiatan memasaknya. Meskipun dirinya tidak bisa fokus, karena wangi masakan Jillian benar-benar mengusik indera penciumannya.
"Ah wanginya enak sekali. Rasanya sudah tidak sabar untuk menikmati semua masakannya itu," ucap Jeffran dalam hatinya.
"Makanannya sudah siap." Jeffran tersenyum sumringah mendengar teriakan Jillian dari arah meja makan. Tanpa membuang waktu, Jeffran bergegas mendekat ke meja makan. Matanya langsung berbinar menatap deretan hidangan yang dibuat Jillian malam ini. Ada capcay seafood, udang bumbu saus padang, tahu goreng crispy dan juice blueberry. Cukup sederhana sebenarnya, tapi semua makanan itu benar-benar menggoda dan hampir membuat air liur Jeffran menetes.
Jeffran langsung duduk berhadapan dengan Jillian, dan tanpa malu langsung memindahkan beberapa jenis makanan ke dalam piring dihadapannya. Jillian tidak berkomentar, dia hanya memakan makanannya dan memandangi kelakuan Jeffran dengan tatapan datar.
Makanan yang dibuat Jillian sudah masuk ke dalam mulut Jeffran sesuap demi sesuap. Lahapnya Jeffran tentu membuat Jillian paham kalau semua masakannya sangat sesuai dengan selera Jeffran. Meskipun tidak ada satu patah kata pujian pun yang keluar dari mulut pria bergengsi tinggi itu. Hingga akhirnya semua makanan itu tandas dalam waktu yang lumayan singkat.
"Ah kenyaaaaang ...." Jeffran menyandarkan punggungnya di kursi makan dengan tangan memegangi perutnya yang penuh. Entah kenapa sejak berbelanja tadi, Jillian merasa sikap Jeffran sangatlah berbeda. Bahkan Jeffran tanpa ragu menunjukkan sisi kekanak-kanakannya di depan Jillian. Tapi Jillian tidak mau ambil pusing, dirinya memilih membereskan meja makan dibanding memikirkan perubahan sikap laki-laki itu.
Keesokan harinya, Jeffran yang sudah siap berangkat ke perusahaan terlihat uring-uringan, karena Jillian belum juga keluar dari kamarnya. Jeffran sengaja tidak membuat sarapan apapun, karena berharap Jillian akan membuatkan mereka sarapan yang lezat. Namun ternyata kenyataan tidak sesuai harapannya.
"Kenapa Jillian belum keluar juga dari kamarnya? Apa dia masih tidur? Apa sebaiknya aku bangunkan saja dia? Aku benar-benar ingin sarapan makanan buatannya. Hmm, tapi akan sangat memalukan, kalau aku terang-terangan memintanya membuatkan sarapan untukku. Ah bagaimana ini?" Jeffran berjalan mondar-mandir di depan kamar Jillian selama hampir 10 menit. Hingga akhirnya dia menyerah, dan memilih berjalan menuju pantry untuk membuat secangkir black tea dan roti panggang berisi selai kacang.
Baru saja Jeffran meletakkan menu sarapannya di meja makan dan hendak memasukan sesuap roti panggang ke dalam mulutnya, tiba-tiba perutnya terasa bergejolak seolah ada yang mendesak naik.
Gegas Jeffran menuju wastafel untuk memuntahkan isi perutnya yang mendesak keluar.
"Uweeekk ... uweeeekk ...."
Muntahnya Jeffran, bersamaan dengan keluarnya Jillian dari dalam kamarnya. Pemandangan itu jelas menarik perhatian Jillian sekaligus mengukir senyum jahil di wajah cantiknya.
"Sepertinya anakmu pun ingin kamu merasakan apa yang aku rasakan."
*************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Ai Rosita 😊🌿
wkwkkwkw rasain lo jeffran kena karma sendiri kan jadi ngerasain gimana mual muntah org hamil
2024-08-15
2
Ucy (ig. ucynovel)
kejam lo jeffran
2023-03-01
1
pensi
ikutan mual juga dia, wkwk
2023-02-21
1