Sebuah sentuhan benda kenyal di puncak kepala dan dekapan yang kian mengerat, menarik kesadaran Jillian dari tidur lelapnya. Perlahan dirinya membuka mata menyadari ada yang aneh dari tubuhnya yang tidak bisa bergerak bebas. Rasa terkejut pun terulas nyata, kala ruang pandangnya dipenuhi wajah seorang Jeffran yang memeluknya dengan mata terpejam.
"Kyaaaa ...." Jillian berteriak seraya mendorong keras tubuh Jefrran, hingga pelukan Jeffran terlepas bahkan sampai terjungkal ke lantai.
"Aaaaww ... apa-apaan kamu Jill, kenapa kamu mendorongku?" protes Jeffran dengan wajah meringis menahan sakit, karena lengan dan punggungnya terbentur lantai dengan cukup keras.
"Kamu yang apa-apaan Jeff. Kenapa kamu bisa tidur di kamarku, bahkan memelukku?" Jeffran yang melihat kemarahan dari netra Jillian yang tajam memandangnya, memilih cepat memberi penjelasan.
"Semalam kamu demam dan menggigil kedinginan, jadi aku memelukmu agar kamu merasa hangat," ujar Jeffran berusaha membela diri.
"Kamu kan bisa menyelimutiku dengan beberapa selimut tebal. Kenapa harus memelukku segala sih?" Jillian masih tampak tidak rela mendengar penjelasan Jeffran.
"Hanya ada satu selimut ini saja Jill, yang lainnya sedang di laundry." Jeffran berusaha mencari alasan sekenanya, berharap Jillian tidak lagi memprotes perbuatannya.
"Aku tahu ada banyak stock selimut bersih, Jeff. Memangnya ada apa sampai semua selimut mendadak di laundry, apa kamu mengompol?" Jeffran merasa terpojok, karena Jillian mengetahui kebohongannya.
"Jill, aku tidak mungkin mengompol. Aku hanya menumpahkan juice di atas selimut kemarin, dan aku juga menggunakan beberapa selimut untuk membersihkan tumpahannya." Jillian menggelengkan kepalanya, semakin tidak percaya dengan penjelasan Jeffran yang mengada-ada.
"Terserah apa katamu Jeff. Tapi jangan pernah lagi memelukku atau menyentuhku dalam bentuk apapun. Jika kamu melakukannya lagi, maka aku akan sangat marah padamu. Sekarang tolong keluar dari kamarku." Melihat kemarahan yang semakin menjadi di mata Jillian, Jeffran memilih menutup rapat mulutnya.
Niatnya untuk bertanya tentang penyebab trauma Jillian pun, terpaksa dia urungkan. Karena tidak ingin membuat Jillian semakin marah.
"Saat ini belum tepat untuk bertanya pada Jillian. Bisa-bisa dia semakin marah dan menolak jujur padaku. Aku akan menunggu waktu yang tepat untuk menanyakannya. Semoga nanti siang, suasana hatinya sudah membaik." ucap Jeffran dalam hati.
"Baiklah, aku akan keluar Jill. Tapi aku akan memesan sarapan untuk kita. Nanti aku akan menyuapimu ya."
"Tidak perlu, aku akan memakannya sendiri," tolak Jillian tegas. Tidak ingin berdebat, Jeffran menganggukan kepalanya, lalu keluar dari kamar Jillian dengan langkah gontai. Sementara Jillian beranjak turun dari tempat tidur dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
Hampir 30 menit kemudian, Jillian keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan selembar handuk berwarna pink. Karena ternyata tidak ada stock bathrobe di kamar mandi. Rambutnya yang basah pun dibungkus handuk berwarna senada. Langkahnya santai menuju meja rias, lalu dipandangnya wajah yang segar dari pantulan cermin sebelum memanjakan wajah serta tubuhnya dengan berbagai macam skincare miliknya.
Namun matanya membulat sempurna saat menyadari ada yang aneh dari pantulan cermin meja riasnya. Begitu membalikkan badannya ke arah tempat tidur, betapa terkejutnya Jillian saat mendapati Jeffran yang memandangnya tanpa berkedip. Bahkan terlihat jelas, betapa terpesonanya Jeffran memandang keindahan dihadapannya, hingga dirinya kesulitan menelan saliva.
"Jeffraaaan ... keluar dari kamarku!" teriak Jillian, refleks menutupi belahan dadanya lalu melempar beberapa skincare miliknya ke arah Jeffran.
"Aaaaa ... hentikan Jill!" pinta Jeffran, dengan tangan melindungi wajah berharganya. Tapi ternyata beberapa diantaranya berhasil mengenai pelipisnya, hingga meninggalkan bekas kemerahan di pelipisnya itu.
"Sakit Jill," lirih Jeffran, sambil menyentuh pelan pelipisnya.
"Jeff, keluar dari kamarku." Bukannya menanggapi keluhan Jeffran, Jillian justru gigih mengusir Jeffran setelah menutupi tubuhnya dengan selimut yang diambilnya dari tempat tidur.
"Iya baiklah. Tadi aku mengantarkan sarapanmu. Aku berniat menyuapimu, jadi aku menunggumu keluar dari kamar man ...."
"Tidak perlu, keluarlah dari kamarku, dan jangan pernah masuk ke kamarku tanpa izin," tegas Jillian memotong perkataan Jeffran yang belum selesai.
Akhirnya Jeffran berjalan keluar dari kamar Jillian, dengan tangan masih memegang pelipisnya yang terasa mulai membengkak.
Di ruang keluarga, Jeffran merebahkan dirinya di atas sofa seraya memejamkan matanya. Rasa sakit di pelipisnya semakin menjadi. Pikirannya pun masih dipenuhi tentang Jillian yang diduganya sebagai gadis di malam itu.
Rasa dingin yang tiba-tiba terasa di pelipisnya, memaksa Jeffran membuka mata. Seketika Jeffran dibuat terpana saat netra birunya menangkap wajah cantik Jillian dengan rambutnya yang setengah basah. Namun bukan hanya wajah Jillian yang menarik atensinya, tapi juga apa yang dilakukan Jillian padanya.
Perasaan Jeffran menghangat, hatinya seolah dipenuhi bunga-bunga yang bermekaran. Tatapannya tidak lepas dari Jillian yang tengah mengompres pelipis Jeffran dengan kantung es, agar tidak membengkak.
"Maaf, aku melukai pelipismu. Tapi aku memang tidak suka, kamu masuk ke kamarku tanpa izin." Jillian berkata tanpa menatap wajah Jeffran. Dirinya lebih memilih fokus pada kantung es yang dipegangnya.
"Iya, aku yang salah. Aku pantas menerimanya." Jawaban Jeffran yang menurut Jillian terdengar aneh itu, membuat Jillian mengalihkan pandangannya ke wajah Jeffran. Hingga keduanya saling menatap selama beberapa lama.
"Tumben kamu mengaku salah," ungkap Jillian dengan ekspresi heran, tapi Jeffran hanya tersenyum tipis.
"Jill, ada yang ingin aku tanyakan." tanya Jeffran sedikit ragu.
"Apa?" tanya Jillian sambil menyimpan kantung es di atas mangkuk khusus. Lalu mengambil salep di atas meja dan mengoleskannya ke pelipis Jeffran.
"Semalam kamu mengigau. Kamu seolah berontak dari paksaan seseorang. Apakah ... kamu pernah mengalami kejadian buruk Jill? Tolong katakan padaku dengan jujur." Jeffran bertanya dengan sangat hati-hati. Namun reaksi terkejut di wajah Jillian, tidak luput dari pandangan Jeffran.
"Memangnya aku mengatakan apa?" Jillian justru balik bertanya.
"Hmm, kamu meminta tolong untuk dilepaskan, kamu ...."
"Mungkin aku hanya bermimpi buruk." Potong Jillian cepat, lalu berdiri hendak pergi meninggalkan Jeffran. Namun Jeffran menahan tangan Jillian, hingga kembali terduduk menghadapnya.
"Tunggu Jill. Aku ingin mengakui sesuatu hal padamu."
*************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
pensi
eh kirain Jeff udah tahu.
2023-03-06
1
pensi
tenaga Jill ternyata kuat juga 😅
2023-03-06
1
Nindira
Ya udahlah cepat ngaku,mungkin aja dengan ngaku Jilian juga mau jujur kalau gadis dimalam itu adalah dia
2022-11-04
2