Malam merayap semakin larut Jeffran yang sudah tiba di apartemen sejak beberapa belas menit yang lalu, merasa kesal karena tidak mendapati keberadaan Jillian di apartemennya.
"Kelayapan kemana perempuan itu? Berani sekali dia pulang selarut ini. Padahal aku tahu kalau jadwal kuliahnya hanya sampai sore." Jeffran terus mengomel dalam hatinya dengan berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Hingga pintu apartemen itu terbuka dan menampakkan wajah Jillian yang terlihat pucat dan lelah.
Jeffran cukup khawatir saat melihat wajah Jillian, namun yang keluar dari mulutnya justru omelan dan perkataan yang cukup pedas.
"Kamu habis dari mana saja? Keluyuran terus tidak tahu waktu. Ingat, orang-orang diluar sana tahu kalau kamu adalah istriku. Jadi jangan pernah mempermalukanku dengan berbuat macam-macam." Mendengar perkataan Jeffran yang memojokan dirinya, Jillian hanya menghela nafas panjang.
Awalnya Jillian hendak menjelaskan alasannya yang terlambat pulang ke apartemen. Tapi melihat sikap Jeffran yang langsung memberinya omelan, Jillian langsung berubah pikiran.
"Aku lelah. Aku ingin beristirahat." Jillian berjalan hendak menuju kamarnya, namun Jeffran mencekal lengan Jillian hingga istrinya itu meringis kesakitan.
"Aku belum selesai bicara Jillian. Jangan berbuat seenaknya, karena aku punya aturan yang harus kamu ikuti sebagai seorang istri." Jillian mengukir senyum sinis begitu Jeffran menyelesaikan kalimatnya.
"Istri? Apa selama ini kamu menganggapku sebagai seorang istri? Tidak kan. Kita hanyalah dua orang asing yang kebetulan tinggal dibawah atap yang sama. Jangan bersikap seolah-olah kamu sedang membimbing seorang istri." Jeffran tentu paham dengan apa yang dikatakan Jillian, tapi dirinya tetap tidak mau menerima protes istrinya itu.
"Pada kenyataannya kamu tetaplah istriku, meskipun aku sangat membenci fakta itu."
Deg ...
Hati Jillian bagaikan dihantam sebongkah batu besar, mendengar perkataan kejam Jeffran. Selama ini Jillian jelas tahu kalau Jeffran sangat membenci pernikahan bersama dirinya. Tapi mendengarnya langsung dari mulut Jeffran, tetaplah terasa sakit dan perih.
"Tolong lepaskan tanganmu, lenganku sakit sekali," pinta Jillian sedikit memelas.
Jeffran melihat lengan Jillian yang dicekalnya dengan keras. Lengan itu sudah memerah, hingga akhirnya Jeffran melepasnya.
Ada raut penyesalan di wajah Jeffran karena tanpa sadar sudah menyakiti Jillian seperti itu. Tapi tentu saja rasa gengsinya lebih besar, hingga Jeffran memilih diam dibanding meminta maaf.
Jillian melangkah menuju kamarnya. Langkahnya terlihat pelan dan hati-hati, membuat Jeffran bertanya-tanya.
"Ada apa dengan perempuan itu? Kenapa dia terlihat lemas? Wajahnya pun pucat.. Ah sudahlah, untuk apa aku peduli." Jeffran mencoba mengabaikan perasaannya, dan memilih menuju pantry untuk membuat secangkir black tea.
Keesokan paginya, Jeffran yang baru selesai membuat americano dan setangkup roti selai cokelat untuk menu sarapannya, merasa heran karena Jillian belum keluar dari kamarnya.
"Kenapa perempuan itu belum juga keluar dari kamarnya? Setahuku dia ada jadwal kuliah pagi ini. Apa dia kesiangan bangun ya? Ya sudahlah, biarkan saja. Dasar perempuan pemalas!" umpat Jeffran dalam hati.
Namun berselang beberapa belas menit, rasa penasaran sungguh tidak bisa ditahan Jeffran. Dengan menggedor pintu kamar Jillian, Jeffran berusaha membangunkan Jillian.
"Jillian bangun! Dasar malas!" Berkali-kali Jeffran menggedor pintu dan memanggil nama Jillian, tapi tidak ada jawaban dari dalam kamar Jillian. Sampai akhirnya Jeffran memutuskan membuka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci itu.
Decakan kesal terdengar dari mulut Jeffran, saat didapatinya Jillian masih tertidur lelap di atas tempat tidurnya. Namun raut wajahnya berubah khawatir, saat dirinya bergerak lebih dekat dan menyadari ada yang salah dengan Jillian.
"Jillian ... bangun! Jillian bangun!" Tidak ada jawaban ataupun pergerakan sedikitpun dari Jillian.
Jeffran memegang dahi Jillian, yang ternyata sangat panas dan berkeringat itu. Seketika Jeffran berubah panik. Tanpa banyak berpikir, Jeffran segera membawa Jillian yang dalam keadaan tidak sadar itu menuju Rumah Sakit terdekat.
*************************
Jeffran merasa bersalah melihat keadaan Jillian yang tampak lemah dan belum sadar di atas ranjang Rumah Sakit. Dokter mengatakan kalau Jillian demam dan mengalami tekanan darah rendah juga kelelahan. Jeffran pun meminta Dokter kandungan untuk memeriksa kehamilan Jillian, hasilnya pun tidak terlalu baik. Karena Dokter kandungan yang ternyata biasa didatangi Jillian itu, menjelaskan kalau kandungan Jillian sangatlah lemah. Sehingga Jillian harus lebih banyak beristirahat dan tidak melakukan kegiatan yang berat.
Ada yang berbeda dengan hati Jeffran, ketika Jillian menjalani pemeriksaan di ruangan Dokter kandungan. Hatinya terasa berdesir melihat perkembangan janin di dalam perut Jillian. Bahkan netranya sempat berkaca-kaca melihat keajaiban Tuhan itu. Makhluk kecil yang hidup di dalam perut perempian yang dinikahinya itu, seolah membangkitkan sebuah kasih sayang di dalam hati Jeffran.
Perasaan yang tiba-tiba itu membuat Jeffran tidak mengerti. Namun dirinya seolah ingin melindungi janin dalam kandungan Jillian, padahal sebelumnya dirinya bahkan sangat tidak peduli.
"Ada apa dengan hatiku? Tiba-tiba aku merasa sangat mencintai bayi dalam kandungan Jillian. Apa karena anak itu adalah anak dari Jordan yang harus aku jaga dengan baik? Mulai saat ini aku akan melindungi bayi itu, meskipun aku tidak menyukai ibunya." tekad Jeffran dalam hati.
*************************
Setelah dirawat selama 2 hari di Rumah Sakit, Dokter sudah memperbolehkan Jillian pulang. Jeffran terlihat cekatan membantu istrinya untuk bersiap pulang. Jillian merasa heran karena Jeffran memperlakukannya dengan baik selama dia dirawat. Setidaknya Jeffran mau membantu Jillian duduk, menyuapinya atau mengantar ke kamar mandi. Meskipun tidak ada obrolan panjang lebar diantara mereka.
"Karena badanmu masih lemas, sebaiknya kamu menggunakan kursi roda sampai ke area parkir," ucap Jeffran yang ditanggapi gelengan kepala Jillian.
"Tidak, aku cukup kuat untuk berjalan," tolak Jillian.
"Jangan keras kepala, dokter bilang kandunganmu lemah. Sebaiknya pakai kursi roda saja."
Akhirnya Jillian memilih menurut dibanding berdebat dengan Jeffran. Rasanya tubuhnya masih terlalu lemah, meskipun hanya untuk sekedar berdebat dengan laki-laki itu.
Jeffran mendorong kursi roda yang digunakan Jillian sampai ke area parkir dimana mobil sport-nya terparkir disana. Tiba-tiba keringat dingin membasahi kening dan leher Jillian, tatkala netranya memandang mobil sport hitam Jeffran yang menjadi saksi bisu malam penuh petaka yang menimpa dirinya.
Sejak menikah dengan Jeffran, Jillian tidak pernah melihat Jeffran menggunakan mobil sport hitam itu. Jeffran seringkali menggunakan mobil sport berwarna biru metalic. Namun sekarang Jeffran tiba-tiba menggunakan mobil sport itu lagi. Trauma itu kembali muncul dan memberi rasa takut yang sangat besar pada diri seorang Jillian.
"Aku tidak mau masuk ke mobilmu, lebih baik aku menggunakan taksi saja." Jillian berdiri dari kursi rodanya, dan melangkah tertatih-tatih menuju pinggir jalan raya.
Tentu saja sikap Jillian ini memicu tanda tanya besar di benak Jeffran. Dirinya sungguh tidak mengerti dengan alasan sang istri yang tidak mau masuk ke dalam mobil sport hitamnya.
*************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sifa
seandai ny jeff tau
2023-03-15
1
Ucy (ig. ucynovel)
tau juga klw dia istrimu jeff
2023-02-24
1
pensi
pastilah
2023-02-18
1