Rasa kecewa perlahan merayap di hati Jillian, saat melihat reaksi Jordan yang melepas pelukannya disaat Jillian mengatakan bahwa dirinya hamil. Meskipun Jillian memang bermaksud mendorong Jordan untuk pergi dari hidupnya, tapi ternyata dia tidak cukup siap menerima reaksi jijik dari sang kekasih yang masih setia bertahta di hatinya.
"Aku akan menikahimu." Tiba-tiba sebuah ungkapan dari mulut Jordan membuat tubuh Jillian membeku, lidahnya kelu, bahkan netra indahnya tidak berkedip selama beberapa detik.
"Apa maksudmu?" Jillian bertanya, merasa pendengarannya tidak cukup baik menangkap kalimat dari mulut Jordan.
"Kehamilanmu akan semakin besar, biarkan aku menikahimu," pinta Jordan dengan sorot mata yang begitu tulus.
"Tidak, untuk apa kamu bertanggung jawab untuk sesuatu yang tidak kamu lakukan? Kamu berhak mendapatkan gadis lain yang layak untuk kamu. Kamu tidak akan bahagia bersamaku Jordan. Kamu akan selalu teringat kalau anak yang aku kandung bukanlah anakmu." Meskipun perih dan sakit, Jillian tetap berusaha mengingatkan Jordan tentang konsekuensi yang akan Jordan terima, jika terus memaksa bersamanya.
"Kebahagiaanku adalah kamu, Sayang. Tidak peduli kamu hamil anak siapa, aku akan tetap menikahimu." Jordan berusaha meyakinkan Jillian yang menatapnya dengan ragu.
"Kamu hanya merasa bersalah karena saat itu terlambat menjemputku kan? Kamu hanya kasihan padaku Jordan. Tolong jangan bohongi hatimu. Kamu tidak mungkin bisa menerimaku yang mengandung anak laki-laki lain." Suara Jillian begitu lirih dan bergetar, sorot matanya terlihat sendu dan dipenuhi kesedihan.
"Tidak. Aku melakukannya karena benar-benar mencintaimu, Jee," ungkap Jordan yakin, seraya menatap dalam netra Jillian yang kembali mengalirkan air matanya.
*************************
Plaaaakk ...
Sebuah tamparan mendarat di pipi Jordan. Saat dirinya menyampaikan alasan kepada kedua orangtuanya, Daddy Jonathan dan Mommy Rachel. Kenapa dirinya begitu terburu-buru ingin menikahi kekasihnya.
"Jadi kekasihmu hamil? Kamu sudah benar-benar membuat Daddy dan Mommy kecewa Jordan." Daddy Jonathan menatap nyalang putra bungsunya, yang dia pikir tidak akan pernah mengecewakannya dengan melakukan hal yang memalukan.
"Tolong maafkan Jordan, Dad ... Mom. Tapi Jordan akan menikahi Jillian secepatnya. Tolong restui Jordan, Dad ... Mom!" Jordan menangkupkan kedua tangannya memohon restu dari kedua orangtuanya.
Daddy Jonathan mengurut pelan keningnya yang mendadak pusing. Sementara Mommy Rachel terpekur dengan wajah tertunduk, menyembunyikan air mata yang perlahan keluar dari kedua sudut matanya.
"Kita restui saja pernikahan Jordan dan Jillian. Sudah seharusnya anak kita bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan. Lagipula selama ini Mommy lihat Jillian adalah gadis yang baik." Mendengar perkataan Mommy-nya, senyum Jordan mengembang. Meskipun pipinya masih merasa sakit akibat tamparan dari Daddy-nya.
"Tapi Mom, Jordan masih kuliah. Jordan akan melangkahi kakaknya, Jeffran. Apa kata orang nanti, pasti mereka berpikir yang tidak-tidak." Daddy Jonathan bersikeras menolak niat Jordan untuk menikahi Jillian.
"Lalu Daddy mau apa? Membiarkan putra kita lepas tanggung jawab dan tega membiarkan Jillian hamil tanpa suami?" Suara Mommy Rachel mulai meninggi, tidak setuju dengan pendapat suaminya. Namun Daddy Jonathan pun masih belum bisa mengambil keputusan, meskipun hati kecilnya mengiyakan pendapat istrinya itu.
Tiba-tiba Jordan berlutut didepan kedua orangtuanya. Mendongak dengan pandangan sendu menatap dalam netra kedua orangtuanya.
"Tolong Dad, Jordan sangat mencintai Jillian. Jordan ingin menikahinya dan membangun keluarga bersamanya. Maafkan Jordan yang sudah mengecewakan Daddy dan Mommy. Tapi tolong restui Jordan untuk menikahi Jillian."
Sikap Jordan membuat Mommy Rachel dan Daddy Jonathan begitu terenyuh. Isak Mommy Rachel terdengar semakin keras. Sementara Daddy Jonathan perlahan mendekat dengan tangan terulur menyentuh bahu putranya.
"Baiklah, Daddy dan Mommy akan merestui pernikahan kalian," ucap Daddy Jonathan, yang langsung disambut senyum sumringah Jordan.
Jordan berdiri, lalu memeluk kedua orangtuanya bergantian. Meluapkan kebahagiaan dan juga rasa syukur, karena akhirnya kedua orangtuanya mau memberikan restu untuknya dan Jillian.
"Terima kasih Dad, Mom. Aku sangat menyayangi kalian."
*************************
Akhirnya, setelah dua minggu mempersiapkan pernikahan, esok Jordan akan resmi menyandang status sebagai suami sah dari Jillian. Wajahnya begitu berseri-seri membayangkan dirinya akan duduk di pelaminan bersama dengan kekasihnya.
Wajah yang selalu dihiasi senyuman itu, kini tidak luput dari ledekan Kakaknya, Jeffran. Juga godaan sepupu-sepupunya yang sengaja datang dari luar kota juga luar negeri. Mereka berkumpul di ruang keluarga rumah Jordan sehabis makan malam.
"Berhentilah senyum-senyum sendiri seperti itu, lama-lama aku bisa berpikir kalau kamu sudah mulai gila." Protes Jeffran sambil melempar bantal sofa tepat di wajah Jordan. Tapi Jordan bukannya marah, justru senyumnya mengembang semakin lebar.
"Bilang saja kalau Kakak iri padaku, karena aku akan menikah lebih dulu dibanding Kakak." Ucapan Jordan yang diakhiri juluran lidah sang adik, membuat Jeffran sebal. Lagi-lagi dilemparnya wajah Jordan dengan bantal sofa.
"Kamu saja yang bodoh, mau menikah di usia yang masih sangat muda. Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menikah. Menikah hanya akan membuat hidupmu rumit." Ucapan Jeffran hanya dibalas gelengan kepala oleh Jordan.
Jeffran memang seorang laki-laki yang berpikiran sangat bebas. Dia tidak suka berkomitmen dengan seorang wanita. Baginya perempuan hanyalah sumber masalah yang akan membuat hidupnya kacau. Jeffran memilih menyibukan dirinya dengan pekerjaan, dibanding membangun suatu hubungan dengan seseorang. Apalagi saat ini dirinya merupakan CEO dari group perusahaan keluarganya, Smith Group Company.
"Aku tahu isi otakmu Jordan. Pasti kamu sedang membayangkan malam pertama." Sepupu jauh Jordan yang bernama Liam, sekaligus asisten pribadi Jeffran ikut menimpali.
"Kak Liam tahu saja apa yang aku pikirkan." Jawaban Jordan memancing tawa semua orang yang ada di ruangan itu.
"Jordan, aku doakan kamu bahagia dengan pernikahanmu. Dan kamu Jeffran, suatu saat kamu pasti akan menemukan belahan jiwamu. Dimana kamu akan tahu, kalau hidupmu akan terasa lengkap jika bersamanya. Bisa saja saat ini kamu belum memikirkan pernikahan, tapi aku yakin suatu saat kamu akan menikahi seseorang yang kamu cintai dengan sepenuh hatimu." Ucapan serius Shawn sepupu Jordan dan Jeffran itu diangguki semua orang. Kecuali Jeffran yang hanya mengulas senyum tipis disertai deheman pelan. Tanpa berniat menyetujui perkataan sepupunya yang sudah menikah itu.
Beberapa saat kemudian, Jordan bangkit dari duduknya lalu berbalik hendak berjalan menuju pintu ruang keluarga.
"Mau kemana kamu?" tanya Liam.
"Menemui pujaan hati," jawab Jordan sembari mengulas senyum nakalnya.
"Jangan aneh-aneh Jordan, besok pagi kamu akan bertemu dengannya. Mommy berkali-kali mengatakan, kamu tidak boleh keluar rumah menjelang pernikahanmu." Jeffran sedikit berteriak seraya menghunus tatapan tajamnya. Namun Jordan seolah enggan menuruti titah kakaknya.
"Pingitan maksud Kakak? Ah tidak kusangka, kakak yang berpikiran sangat modern malah setuju dengan perkataan Mommy," ujar Jordan malah meledek perkataan Jeffran.
"Kamu memang semakin sulit diatur Jordan." Bukannya tersinggung dengan perkataan Jeffran yang datar namun penuh penekanan, Jordan justru membalasnya dengan kekehan kecil.
"Heh bocah, apa yang dikatakan Mommy dan kakakmu ada benarnya. Mereka ingin kamu bisa beristirahat di rumah. Jadi besok kamu bisa fit di hari pernikahanmu," timpal Liam.
Namun Jordan lagi-lagi tidak mengindahkan. Jordan memilih melangkah pergi seraya melambaikan sebelah tangannya ke arah kakak dan sepupu-sepupunya.
"Aku pergi ya," ujar Jordan lagi-lagi disertai senyum jahilnya.
*************************
Drrrtt ... Drrtt ... Drrtt
Jillian yang sudah merebahkan tubuh dan memejamkan mata di atas tempat tidur, terpaksa kembali membuka matanya. Diambilnya ponsel yang dia simpan di atas nakas, lalu mendudukkan dirinya setelah mengetahui kalau Jordan-lah yang menelponnya.
"Hai Sayang, ada apa kamu menelponku?" tanya Jillian penasaran.
"Sayang, sebentar lagi aku sampai di rumahmu. Kamu tunggu aku diluar rumah ya. Pasti keluargamu tidak akan mengizinkanku untuk masuk dan menemuimu." Ucapan Jordan membuat Jillian terkejut seketika.
"Hah? Besok juga kita bertemu Sayang. Kenapa kamu malah kesini, bukannya beristirahat?" protes Jillian.
"Aku terlalu rindu, tidak bisa menunggu sampai besok. Kamu tahu kan kalau aku begitu mencintaimu." Jordan menjawab dengan begitu santai.
"Iya, aku tahu Sayang. Tapi kan kamu tidak harus datang. Kita bisa mengobrol lewat video call."
"Tidak. Rasanya waktu bersamamu terlalu berharga untuk aku lewatkan. Aku benar-benar ingin bertemu denganmu, Sayang. Aku mencintaimu Jillian Prisa Nararya."
Braaaaakk ...
Suara keras yang terdengar seperti hantaman benda besar, mengejutkan Jillian. Seketika pikiran buruk memenuhi otak Jillian yang masih menempelkan ponsel di telinganya.
"Hallo ... Sayang ... apa yang terjadi? Sayang tolong jawab aku ... Sayang. Jordan, kamu dimana?" Namun tidak ada jawaban dari seberang sana, meskipun Jillian terus bertanya dan berteriak histeris memanggil nama calon suaminya.
*************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Ucy (ig. ucynovel)
Jordan baik bgt
2023-02-17
2
pensi
duh Jordan kenapa nih? 😣 semoga pernikahannya tetap berjalan lancar.
2023-02-01
1
pensi
yang rumit itu adalah pikiranmu jeffran 🤭
2023-02-01
1