Pernikahan dengan Perusak Impianku
Gadis berambut panjang berdiri dibawah guyuran hujan deras di sebuah taman yang sepi, di salah satu sudut Kota Jakarta. Dia tidak peduli malam semakin gelap, angin kencang juga air hujan yang membuat badannya semakin menggigil. Dia hanya ingin menyembunyikan tangisnya yang tidak bisa dia hentikan karena beratnya beban yang dia pikul saat ini.
Hatinya teriris pilu, mendapati kenyataan bahwa dia sudah kehilangan kehormatannya lebih dari sebulan yang lalu. Karena diambil paksa oleh seseorang yang tidak dikenalnya. Malam anniversary yang seharusnya dia lewati bersama kekasihnya yang merupakan kakak angkatannya di kampus, berubah menjadi malam penuh petaka baginya.
Bagaimana aku memberitahu kedua orangtuaku? Aku juga tidak mungkin bisa melanjutkan hubunganku dengan Jordan. Dia pasti kecewa dan tidak mau menerima perempuan yang sudah kotor sepertiku. Apalagi sekarang aku ... hamil.
Tubuhnya roboh hingga terduduk di atas tanah yang basah, membuat pakaiannya menjadi kotor dan berlumpur.
Wajahnya perlahan mendongak, saat dirasakannya air hujan tidak lagi membasahi tubuhnya yang memang sudah basah kuyup. Ternyata bukan karena hujan yang sudah berhenti, melainkan ada seorang pria yang berdiri dihadapannya seraya memegang payung dan memandangnya dengan raut khawatirnya.
"Jee ... akhirnya aku menemukanmu, Sayang." Tangis perempuan yang bernama lengkap Jillian Prisa Nararya itu semakin menjadi. Saat dilihatnya laki-laki yang dicintainya berada tepat di hadapannya.
"Jordan ...!" lirih Jillian dengan tatapan sendunya.
Jordan Abraham Smith, laki-laki tampan blasteran Inggris-Indonesia yang sudah 2 tahun menjadi kekasihnya, perlahan berjongkok lalu memegang bahu Jillian dengan sebelah tangannya. Tatapan khawatir dan penuh kasih sayang itu masih sama, membuat Jillian merasakan sesak di dadanya.
"Sayang, ayo kita ke apartemenku. Kamu harus mengeringkan dan mengganti bajumu. Nanti aku antar pulang." Jillian masih bergeming, enggan menuruti permintaan Jordan yang sebenarnya membuat hatinya haru.
"Jordan ... lupakan aku! Kita tidak bisa bersama lagi, aku tidak layak untukmu," ucap Jillian lirih.
Sebelah tangan Jordan kini menangkup pipi Jillian yang semakin basah karena air mata yang mengalir deras.
"Jelaskan padaku apa alasanmu, agar aku bisa mengerti. Kamu selalu menghindariku selama beberapa minggu ini, aku tidak tahu apa salahku hingga kamu memintaku melupakanmu," jawab Jordan begitu lembut, membuat hati Jillian semakin terenyuh dan merasa bersalah.
"Tidak ada yang salah denganmu, justru aku yang salah." Jillian menundukkan kepalanya, tidak kuasa memandang wajah Jordan yang begitu dicintainya.
"Jelaskan padaku di apartemenku, kamu bisa sakit kalau terus-terusan memakai baju basah. Apalagi anginnya cukup kencang." Akhirnya Jillian mengangguk pasrah. Menuruti ucapan Jordan yang kemudian memapahnya menuju mobil yang terparkir di depan taman.
Sesampainya di apartemen Jordan, Jillian segera membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya yang basah dengan pakaian yang dibeli Jordan, di mall yang terletak tidak jauh dari apartemennya.
Jordan menyajikan secangkir jasmine tea hangat dan sepiring cheese cake di hadapan Jillian, yang duduk di atas sofa ruang tamunya. Wajah Jillian terlihat begitu pucat, semakin membuat Jordan merasa khawatir akan keadaan kekasihnya itu.
"Makanlah Sayang, aku yakin kamu belum mengisi perutmu kan? Maaf hanya ada ini di lemari es-ku. Apa kamu menginginkan makanan lain? Biar aku pesankan." Jillian hanya menggeleng pelan mendengar tawaran Jordan. Sungguh dirinya tidak memiliki selera makan saat ini. Tapi perutnya yang berbunyi tentu mengisyaratkan kebalikannya.
Jordan tersenyum tipis mendengar suara perut Jillian yang lumayan kencang. Hingga akhirnya Jillian memilih menyuapkan potongan cheese cake ke dalam mulutnya, setelah terlebih dahulu menyesap jasmine tea-nya.
"Pelan-pelan Sayang. Jika kamu masih belum kenyang, cheese cake-nya masih ada kok," ucap Jordan yang langsung diangguki Jillian.
Hanya berselang beberapa menit saja, cheese cake dihadapan Jillian sudah tandas tak bersisa.
"Jordan, apa aku boleh minta lagi?" Pertanyaan Jillian yang terdengar ragu, disambut Jordan dengan senyuman di wajah tampannya.
"Tentu saja, aku ambilkan lagi ya." Jordan beranjak dari duduknya hendak menuju lemari es yang terdapat di pantry. Namun langkahnya urung, saat dilihatnya Jillian berlari ke arah wastafel yang berada di luar kamar mandi di sebelah pantry.
"Uweeek ... uweeekk ...." Jordan bergegas mendekati Jillian yang menunduk di depan wastafel. Perlahan tangannya memijat pelan tengkuk Jillian, agar Jillian bisa mengeluarkan isi perutnya. Sama sekali tidak ada rasa jijik melihat kekasihnya memuntahkan semua makanan yang sudah dimakannya. Jordan justru terlihat begitu khawatir dengan keadaan Jillian.
"Sudah lega?" Jillian hanya mengangguk pelan, lalu mengikuti langkah Jordan yang kemudian memapahnya kembali menuju sofa. Jordan mendudukkan Jillian di atas sofa, lalu duduk disebelah gadis yang dicintainya.
Jordan menyodorkan secangkir jasmine tea yang masih tersisa setengah itu, dan langsung diteguk Jillian hingga tandas.
"Sebaiknya kita ke dokter ya. Sepertinya kamu masuk angin, Sayang." Jillian menggeleng cepat menolak tawaran Jordan. Mual dan muntah memang sudah dirasakannya selama beberapa hari ini, dan itu bukan karena masuk angin. Melainkan karena dirinya yang sedang berbadan dua.
"Jordan ... ada yang harus aku bicarakan," lirih Jillian seraya menatap dalam netra Jordan yang berwarna hazel.
"Katakan, apa yang ingin kamu bicarakan?" Kali ini Jordan menghadapkan tubuhnya ke arah Jillian dengan kedua tangan menggenggam erat tangan Jillian.
"Aku mau kita putus." Jordan berusaha bersikap tenang, meskipun lagi-lagi harus mendengar kalimat yang tidak ingin didengarnya dari mulut Jillian.
"Kenapa?" Suara tenang dan lembut dari mulut Jordan, membuat Jillian tidak tega. Namun keputusannya sudah bulat untuk mengakhiri hubungannya dengan Jordan.
"Kamu berhak bahagia dengan gadis lain, sedangkan aku tidak mungkin bersamamu lagi." Akhirnya air mata Jillian kembali jatuh melalui kedua sudut matanya.
"Aku hanya bisa bahagia bersamamu, Sayang. Kenapa kamu terus mendorongku untuk pergi dari kamu? Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Tolong beri aku penjelasan!" Suara yang awalnya lembut itu, sedikit meninggi karena tidak sabar menunggu penjelasan Jillian.
"Aku tidak layak untukmu, Jordan," lirih Jillian seraya menundukkan kepalanya menghindari tatapan Jordan yang mengintimidasi.
"Tapi kenapa Sayang?" tanya Jordan semakin tidak sabar.
"Karena aku sudah kotor. Aku diperkosa." Jordan begitu terkejut mendengar perkataan Jillian. Hingga melepas genggaman tangannya dari kedua tangan Jillian. Matanya tampak menatap Jillian dengan pandangan tidak percaya, bahkan kepala Jordan menggeleng beberapa kali.
"Katakan kalau kamu hanya bercanda!" pinta Jordan dengan nada memelas.
"Apa mungkin aku bercanda mengenai hal sebesar ini Jordan?" Nada suara Jillian yang meninggi menyadarkan Jordan kalau kekasihnya itu memang mengatakan hal yang sebenarnya. Namun hati dan pikirannya menolak untuk percaya. Berharap kalau Jillian hanya sedang mengerjainya saja.
"Siapa yang melakukannya?" Kedua bahu Jillian tampak bergetar, saat Jordan mengguncangnya sedikit keras.
"Aku sungguh tidak mengenalnya Jordan. Saat itu aku menunggumu menjemputku di dekat kampus, untuk merayakan hari anniversary kita. Tapi kamu tidak juga datang, bahkan sampai malam kamu tetap tidak datang. Saat itu sebuah mobil sport hitam berhenti di depanku, seorang laki-laki yang terlihat mabuk keluar dan langsung menarikku untuk masuk ke dalam mobilnya. Aku berteriak, menendang kakinya dan meronta sekuat tenaga, tapi dia membekapku dan kekuatanku tidak sebanding dengan tenaganya yang besar. Hingga dia berhasil mendorongku masuk ke dalam mobilnya." Isak Jillian terdengar semakin keras, sebelum dia kembali melanjutkan ceritanya. Sementara Jordan pun menangis meskipun tanpa suara.
"Dia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, aku terus berusaha membuka pintu mobil dan menyuruhnya untuk menghentikan mobilnya dengan mencoba mengambil alih kemudi. Hingga akhirnya mobil itu berhenti saat menabrak sebuah pohon di pinggir jalan. Kepalaku membentur jendela mobil hingga kepalaku terasa pusing sekali. Laki-laki itu memanfaatkan kesempatan dengan menurunkan sandaran kursi mobil, lalu mengikat dan mengangkat kedua tanganku diatas kepala. Saat itu kepalaku terasa semakin pusing, badanku pun lemas. Hingga akhirnya dia menindih tubuhku." Tangis Jillian kembali pecah. Tubuhnya bergetar hebat, dengan tangan sesekali memukul dadanya yang sesak. Jordan yang menahan isaknya sejak tadi, kini menangis sesenggukan. Dipeluknya tubuh Jillian dengan erat, hingga air matanya tumpah di bahu kekasih yang begitu dicintainya itu.
"Maafkan aku, seharusnya saat itu aku tidak terlambat menjemputmu. Jika saja aku tidak terlambat, semua kejadian buruk ini tidak akan terjadi." Sesal Jordan semakin mengeratkan pelukannya.
"Aku akan tetap bersamamu," lirih Jordan lalu menatap dalam netra Jillian yang memerah. Tanpa melepas pelukannya dari tubuh Jillian.
"Tapi aku hamil, Jordan." Ucapan Jillian bagaikan petir yang menyambar. Seketika pelukan Jordan terlepas, diiringi air mata yang mengalir semakin deras.
*************************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-08-13
1
Ucy (ig. ucynovel)
aku baru mampir thor
salam kenal 🤝
2023-02-17
1
pensi
apa setelah ini Jordan masih tetap mempertahankan hubungan dengan Jillian?
2023-01-29
1