Gwen sibuk mematut dirinya di depan cermin, lalu memulas wajahnya dengan aneka kuas dan warna. Dia ingin berdandan senatural mungkin untuk bertemu dengan keluarga Ben di Bogor.
Gwen memulas bibirnya dengan lipstik rose nude, lalu menyemprotkan parfum ke tubuhnya.
Anita yang baru bangun membuka pintu kamarnya, melihat Gwen menyiapkan sesuatu di paper bag.
Anita bergegas membantu menyusun barang untuk buah tangan keluarga Ben.
Lalu Anita membantu Gwen menyiapkan plastik besar berisi alat tulis dan perlengkapan mewarnai untuk anak anak di panti asuhan karena sejalan dengan arah rumah orang tua Ben.
Bel pintu berbunyi, Anita membukakan pintu.
"Apakah sudah siap?" tanyanya.
"Ya, sudah. Nanti mampir dulu ke panti asuhan ya, semoga anak anak suka dengan bingkisan kali ini."
Anita membantu membawakan barang barang ke mobil Ben.
"Nit, nanti kalo mau ke rumah Mama, pakai mobilku saja ya. Kami mungkin sore atau malam baru sampai. Tolong atur jadwalku besok."
"Baik Gwen. Hati hati di jalan ya. Ben, jangan ngebut ya kalo nyetir." Anita mengingatkan Ben.
"Baik Bu Anita." Jawab Ben sambil mengacungkan jempolnya.
Anita melambaikan tangan melepas kepergian mereka.
**
"Kita mampir ke Starbucks di depan sana ya, beli sarapan dulu." pinta Gwen.
Ben mengarahkan ke bagian drive thru memesan caramel mattchiato, Dolce Latte, cookies, muffin, dan kue cokelat untuk bekal mereka. Gwen juga memesan vanilla latte dan caramel mattchiato yang literan untuk Agnes adik Ben.
Selesai menerima pesanan mereka melanjutkan perjalanan. Gwen bersenandung mengikuti lagu di radio. Sesekali Ben ikut menyanyikan bagian reffnya.
Gwen memiliki bakat model, akting, dan menggambar, namun hanya memasak dan menyanyi yang tak dimilikinya.
Ia teringat beberapa bulan yang lalu, setelah mengikuti kursus memasak, Gwen mengundang Ben untuk makan di tempatnya. Anita sama sekali tidak boleh membantu saat memasak. Sepanjang pagi sekitar tiga jam dihabiskan hanya untuk memasak sayur bening dan ayam goreng. Itu pun Anita mengingatkan untuk memasak nasi, jika tidak mereka akan menikmati sayur bening bayam dan ayam goreng saja, tanpa nasi.
Menjelang makan siang Ben datang untuk menikmati hidangan buatan Gwen hasil kursus memasaknya. Anita pun diajak untuk menikmati makan siang bersama. Saat mencoba masakan Gwen, wajah Ben berubah menjadi aneh, namun tetap memakan makanannya. Sementara Anita, langsung meneguk segelas air mineral setelah menyuapkan makanannya.
Gwen merasa ada yang tidak beres, ia lalu mencicipi hidangannya sendiri, alhasil, Gwen langsung menuju wastafel dan mengeluarkan makanan dari mulutnya. Sayur bening rasanya aneh, antara asin dan manis yang membingungkan, dan ayam goreng yang alot, sama sekali tidak layak dimakan. Anita dan Ben tertawa melihat Gwen yang bingung dengan rasa makanan yang ia masak sendiri.
"Mengapa kamu tidak mengatakannya Ben?" seru Gwen kesal.
"Ya, aku menghargai jerih payahnya memasak hidangan ini." jawab Ben.
"Bagaimana kamu memasak ini semua Gwen?" tanya Anita penuh selidik.
"Aku sesuai resep yang diajarkan chef kemarin." jawab Gwen dengan polos.
Anita hanya menggelengkan kepalanya.
Akhirnya Gwen memesan makanan makanan siap saji lewat gofood untuk makan siang mereka. Sejak itu Gwen sama sekali tidak mau repot-repot memasak. Ya sesekali ia hanya memasak mie instan, tapi lebih sering Anita yang memasak untuk Gwen.
**
Ben memarkir mobil di halaman sebuah rumah besar, ada plang bertuliskan RUMAH KASIH IBU. Gwen turun dari mobil, lalu masuk menemui Suster kepala Rumah Kasih.
Gwen berbasa basi sebentar, ia memberi amplop sumbangan untuk tempat tersebut, lalu mengambil bingkisan untuk anak anak di panti tersebut. Ben membantu Gwen membawa bingkisan itu. Beberapa anak panti dengan sigap membantu membawakan. Gwen menyapa anak-anak dan bercengkrama sejenak. Terdengar gelak tawa dan riuh a aku anak mengobrol dengan Gwen. Ben terpesona dengan Gwen, ketulusannya pada anak anak membuat inner beauty muncul, dan Ben semakin jatuh hati pada perempuan itu.
Sekitar tiga puluh menit Gwen dan Ben menghabiskan waktu di panti asuhan tersebut. Kemudian mereka berpamitan untuk menuju kediaman orang tua Ben. Anak anak dan Suster mengantar mereka keluar dan melambaikan tangan saat mereka pergi.
Ben menggenggam jemari Gwen lalu mencium punggung tangan Gwen. Gwen hanya mengerutkan keningnya heran sambil menyesap caramel mattchiato nya.
"Aku membelikan Bapak jam tangan, kira kira suka tidak ya?" tanya Gwen.
"Kamu terlalu mahal memberi kadonya. Dasi yang kamu kasih tempo hari itu saja hampir dipakai tiap hari untuk mengajar, kata Ibu." Bapak Ben seorang dosen di salah satu perguruan tinggi di Bogor.
"Kemarin selesai syuting, aku melihat clutch lucu, sepertinya cocok buat Ibu. Minggu lalu aku juga membelikan Mamaku clutch merek yang sama, tapi beda motif saja."
"Pasti mahal ya!"
"Ya... tidak terlalu mahal lah, lagian kemarin aku dapat diskon juga. Agnes aku bawakan outer produk terbaru Tante Sisil, yang mendesain Mama."
"Pasti mahal !" Ben menggelengkan kepalanya.
"Outernya gratis, Ben. Aku ambil dari bagian produksi. Mama kan kerjasama dengan Tante Sisil."
Agnes adalah adik Ben, usianya sama dengan Gwen. Saat ini berkuliah di perguruan tinggi negeri di Depok.
"Lalu aku kamu kasih hadiah apa?" tanya Ben pura pura ngambek.
Gwen mendekat ke arah Ben, lalu mencium pipinya dengan erat.
"Cuma segitu?" tanya Ben.
"Ah, kamu ya...! Nakal...!" Gwen memukul lengan Ben dengan manja. Ben merangkul pundak Gwen, lalu mencium keningnya.
Ben terus fokus mengendarai mobilnya, sambil memakan muffin.
Gwen menikmati pemandangan sepanjang perjalanan, memvideokan, dan memasukkan ke story instagramnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments