Bab 11

"Aya naon nya A, eta di luar jigana rame pisan?" tanya Bi Herni yang baru saja selesai mencuci beras untuk dimasak.

(Ada apa ya A, itu di luar kayaknya ramai sekali?)

Mang Agus yang baru selesai mandi itu menggeleng kecil. "Teu terang Aa oge, Neng. Tapi, coba wae hayu atuh urang kaluar. Sorana nyauran nami urang titadi teh," jawabnya sambil memakai baju kaosnya.

(Tidak tahu Aa juga, Neng. Tapi, coba saja ayo kita keluar. Suaranya manggilin nama kita dari tadi itu)

Bi Herni mengangguk. Ia pun gegas menaruh wadah berisi beras yang sudah diberi air ke dalam rice cooker. Ya, walaupun hidup di kampung, tapi mereka sudah menggunakan alat-alat elektronik dan alat-alat mesin canggih seperti itu. Tidak melulu memasak menggunakan tungku dan dengan cara manual.

"Saya bukan maling! Jangan salah paham! Saya...." Alinda tampak meronta dan berusaha keras menjelaskan bahwa dirinya bukan maling.

"Halah! Sudah jangan banyak bicara. Sebaiknya kita seret saja dia agar Herni dan Agus tahu!" ujar seorang Ibu-ibu yang sepertinya sama lambe turahnya seperti Ibu yang tadi.

Alinda benar-benar bingung dan kelabakan. Ia sudah berusaha keras mengatakan jika bukan maling, tapi para tetangga yang main hakim sendiri itu nampaknya tak mau mendengarkan penjelasan dirinya. Jadilah ia ditangkap kedua tangannya oleh dua orang wanita dan diseret ke depan rumah Bi Herni.

"Saya bukan maling! Tolong lepaskan saya!" pekik Alinda yang kini tampak mulai menitikan air matanya.

Saat bersamaan, Bi Herni tampak baru saja membuka pintu depan rumahnya. Sontak saja ia terkejut saat melihat para tetangganya berada di depan rumahnya ramai-ramai. Terlebih saat ia melihat sosok Alinda yang ditahan oleh dua orang wanita dan diperlakukan dengan kasar.

"Astaghfirullahaladzim. Ada apa ini Ibu-ibu, Bapak-bapak?" tanya Bi Herni dengan ekspresi yang kaget dan perasaan yang tidak enak. Ia takut terjadi apa-apa pada keponakannya itu.

Mang Agus yang baru keluar itu pun sama kagetnya saat melihat Alinda dipegangi tangannya dengan kuat dan dari kedua matanya terlihat buliran bening berupa air yang rasanya asin.

"Allahu Akbar! Aya naon ieu teh?" Mang Agus tampak menatap kaget dan heran pada Alinda dan para tetangga.

"Kalian ini gimana, sih? Ada maling kok diam-diam saja!" nyinyir Ibu-ibu berbaju daster loreng itu dengan ekspresi judes.

Bi Herni dan Mang Agus tampak tersentak kaget mendengar ucapan si Ibu itu. Tentu saja mereka kaget karena tahu gadis yang ditahan oleh Ibu-ibu itu adalah keponakannya.

Sementara itu Alinda tampak menggeleng lemah sambil menangis. "Bukan, saya bukan maling. Hiks hiks hiks," ucapnya dengan lemah dan terisak.

"Maling? Siapa yang maling? Tolong lepaskan dia," ucap Bi Herni dengan suara yang bergetar dan dada yang bergemuruh.

"Ini yang mau maling di rumah kamu, Herni! Tadi aku memergokinya sedang berdiri di depan jendela kamar samping itu. Untung saja aku memergokinya, lho. Kalau tidak, sudah pasti maling berniqab ini akan melakukan aksinya. Ih, ngeri atuh ya. Dia seperti ******* begini!" papar si Ibu yang memergoki Alinda dan menyatakan bahwa Alinda adalah seorang maling. Padahal ia tidak tahu persis apa yang sedang Alinda lakukan di samping jendela kamar itu.

Mohon maaf, biasanya orang kampung seperti ini terlalu fanatik dan kurang wawasan. Mereka hanya mendengar dari satu sumber yang menyatakan bahwa setiap wanita yang memakai pakaian syar'i serta memakai niqab mereka anggap *******. Hal ini biasa terjadi di sebuah desa yang masih kurang dari wawasan. Jadi, wajar saja jika Ibu-ibu itu menganggap Alinda seperti *******. Padahal nyatanya tidak. Niqab atau pun cadar itu berfungsi untuk menutupi wajah dari tatapan lelaki yang bukan mahram.

Niqab atau pun cadar itu fungsinya untuk melindungi wajah si wanita yang memakai benda itu. Ya, jika dikaji lebih dalam, tentunya memakai niqab jauh lebih aman dan sejahtera. Tak ada pria yang berani menatap wajah, tak ada pula pria yang berani mengganggu.

"Astaghfirullahaladzim. Saya bukan maling. Bi ... itu tidak benar," ucap Alinda lemah. Ia begitu mengiba pada Bibinya.

"Halah! Kalau maling pasti gak akan ngaku. Mendingan kita bawa saja di ke rumah Pak RT biar digeret ke kelurahan!" timpal Ibu-ibu yang lain.

Alinda menggeleng dan meronta. Ia berusaha keras melepaskan dirinya dari tahanan para Ibu-ibu itu. "Tidak! Saya bukan maling!" pekiknya sambil meronta.

Bi Herni tampak menitikan air mata tak kuasa menahan tangisnya. Betapa sedihnya ia melihat keponakannya diperlakukan seperti itu oleh para tetangganya.

"Tolong lepaskan. Dia bukan maling. Dia Alinda, keponakan saya," ujar Bi Herni dengan suara yang bergetar namun begitu tegas.

"Apaaa???"

Para Ibu-ibu dan Bapak-bapak itu tampak melohok kaget mendengar ucapan Bi Herni. Tentu saja mereka benar-benar tidak tahu kalau gadis berniqab itu adalah Alinda, keponakan Bi Herni dan Mang Agus.

"Dia bukan maling ya, Ibu-ibu, Bapak-bapak. Tolong bebaskan dan jangan menuduhnya yang bukan-bukan." Mang Agus menepis tangan kedua Ibu-ibu yang memegangi tangan Alinda.

Alinda gegas menghamburkan diri ke dalam pelukan Bi Herni. Ia pun menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Bibinya itu. Gadis cantik itu benar-benar tidak menyangka jika di pagi ini ia akan mendapat sebuah musibah seperti ini. Ya, kejadian ini bisa dikatakan musibah bagi Alinda. Karena, di dalam sejarah hidupnya, ia tak pernah mengalami kejadian seperti ini. Hampir saja ia dihakimi warga dan mungkin akan diseret ke kantor polisi.

"Ih, Bi Anah teh kumaha atuh. Bisa-bisana nuduh si Alinda maling," ucap Ibu-ibu yang lain.

(Ih, Bi Anah itu gimana sih. Bisa-bisanya nuduh si Alinda maling)

Bi Anah, si Ibu-ibu yang pertama kali memergoki Alinda dan dialah yang berkoar-koar, kali ini tampak diam dan berekspresi masam.

"Ya sudah atuh kami minta maaf karena sudah salah paham," ucap Bapak-bapak yang tadi begitu antusias.

"Iya, kami minta maaf. Lagian juga si Alin teh ngapain pakai-pakai penutup wajah kayak gitu atuh ya. Kami teh tidak tahu kalau ternyata dia si Alin. Makanya atuh Bi Herni, keponakannya teh disuruhin keluar dan gaul sama tetangga. Jangan cuma ngerem saja di rumah. Kami semua kan sampai tidak mengenali keponakan Bi Herni," ucap Ibu-ibu berdaster loreng tadi. Tak luput ia menyinyiri Alinda.

"Iya, tidak apa-apa. Memang Alin sengaja pakai niqab seperti ini biar gak ada yang ganggu dia. Terutama laki-laki yang bukan mahramnya," ujar Bi Herni dengan tegas. "Lain kali dicirikan, ya Bu ibu, Pak Bapak. Kalau ada gadis pakai hijab dan niqab seperti ini, berarti dia Alin. Soalnya di sini belum ada gadis yang menutup aurat penuh seperti keponakan saya ini," lanjutnya lagi yang terlihat tampak kesal.

BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

Darna Dahlia

Darna Dahlia

paling males tinggal d kampung 😄

2022-08-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!