Bab 7

"Tadi teh Umi sama Bu Hajah sedikit berbincang soal Taqi sama Khanidah. Awalnya kami teh bercanda, tapi setelah dipikir-pikir, bagusnya menjadi serius saja." Nyai Hajah Suranih berkata serius kali ini.

Ustadz Destaqi tampak mengerutkan dahinya dan menatap tak mengerti. Sedangkan Abah Haji Muhajir dan Pak Haji Anwar yang kini duduk melingkar di sana tampak menunggu apa yang Nyai Hajah maksudkan.

Zahrani dan Arafat sudah pulang ke rumah. Sedangkan para santri dan jama'ah pun sudah tidak ada di sana. Kali ini hanya tersisa lima orang di pendopo itu.

"Maksud Umi?" tanya Ustadz Destaqi pada akhirnya.

Nyai Hajah mengulum senyum penuh teka-teki. Tentunya hal itu tak bisa Ustadz Destaqi tebak. Mendengar nama Khanidah saja ia begitu asing. Sebab, ia sendiri tidak kenal pada wanita itu.

"Kalian teh ingin menjodohkan Destaqi dengan Khanidah?" tebak Pak Haji Anwar tepat sasaran.

"Benar!" jawab Nyai Hajah Suranih dengan Bu Hajah Anwar secara bersamaan dan begitu kompak.

"Apa?" pekik Ustadz Destaqi yang tentunya sangat terkejut dengan keputusan yang mendadak itu.

Ia baru saja menginjakkan kaki dan akan mengepakkan sayap di kampung tempatnya dilahirkan dan dibesarkan. Tentunya ia belum memikirkan soal menikah. Menjalankan amanah dari sang Abah saja sangat perlu membutuhkan tanggung jawab dan tekad yang tinggi. Apalagi dengan menikahi seorang wanita. Tentunya akan semakin banyak tanggung jawabnya di dunia yang fana ini.

"Tepat sekali. Tadi pun Papah sudah bicarakan hal itu pada Kakang Haj. Desta sendiri sudah mendengar apa yang Papah katakan. Tapi, Kakang Haj tadi bilang, ia tidak akan sembarangan memberikan putra sulungnya. Ada syarat dan ketentuan jika ingin menjadikan Desta sebagai menantu kita, Mah. Ini mungkin berat, tapi ... Papah tahu kalau Khanidah memiliki potensi yang besar untuk menjadi menantu Kakang Haj dan Teteh Nyai." Pak Haji Anwar tampak serius menanggapi. Tentunya ia memang serius pula ingin menikahkan putrinya dengan Ustadz Destaqi.

"Oh, benarkah itu? Jadi, Papah juga setuju kalau Khanidah kita jodohkan dengan Destaqi? Cocok sekali. Khanidah kan sekarang masih kuliah di universitas Islam. Hal ini pula yang tadi Mamah dan Umi bicarakan, Pah," papar Bu Hajah Anwar dengan penuh semangat empat lima.

Ustadz Destaqi terlihat hanya diam dengan wajah yang kaget dan bingung. Sedangkan sang Abah pun terlihat biasa saja dan seperti tidak tertarik dengan obrolan yang sedang berlangsung.

"Benar, tadi kami cemas kalau-kalau Khanidah gak bisa menikah saat masih kuliah. Tapi, walaupun tidak bisa, mungkin kita akan menunggu sampai Khanidah wisuda," timpal Nyai Hajah Suranih membenarkan.

Abah Haji Muhajir mengusap wajahnya dan terlihat heran pada istrinya, "Umi, memang siapa yang mau menikah? Jangan kege'eran seperti ini, coba tanya dulu sama Taqi, mau atau tidak? Siap atau tidak? Yang namanya menikah, tentu harus memiliki kesiapan lahir dan batin," ujarnya penuh penegasan.

Nyai Hajah Suranih tampak mendelikan matanya dan menatap heran pada suaminya. Tentu saja sang suami terkesan tidak mendukung keinginannya saat itu. Sementara Ustadz Destaqi tampak membuang napasnya lega. Ternyata sang Abah sangat bijak dan tidak egois.

"Taqi pasti mau, Abah. Lihatlah putra sulung kita sudah dewasa dan pantas untuk menikah. Pasti akan semakin sempurna iman dan islamnya jika dia sudah memiliki seorang istri yang akan selalu ada dan menemaninya di dalam suka dan duka," ucap Nyai Hajah Suranih yang tampak mendesak dan seakan putranya setuju dengan semua ucapannya.

Abah Haji Muhajir menatap putranya seolah minta jawaban dari pemuda tampan itu. Sedangkan Bu Hajah Anwar dan suaminya tampak terlihat cemas karena memang mereka patutnya bertanya dulu sebelum mengambil keputusan.

"Mohon maaf, Umi. Jujur saja untuk saat ini Taqi belum sampai memikirkan hal itu. Karena Taqi baru kembali ke kampung ini dan tentunya karena Abah baru memberikan tugas yang mulia pada Taqi, rasanya sangat berat bagi Taqi jika harus secepatnya menikah. Umi pasti paham bagaimana beratnya tugas seorang suami. Jadi, Taqi sangat takut tidak mampu menyeimbangkan amanah yang Abah berikan dengan amanah yang Umi dan Bu Hajah berikan pada Taqi nanti," tutur Ustadz Destaqi dengan suara yang lembut namun jelas dan tegas.

Nyai Hajah Suranih tampak manggut-manggut tanda mengerti. Walau sebenarnya ia sangat ingin melihat putra sulungnya menikah dan memberikannya cucu, tapi jelas ia tak boleh egois dan harus menghargai apa pun keputusan putranya.

"Tuh, dengar ucapan putramu, Mi. Banyak yang harus dia lakukan dan mungkin masih ingin menikmati masa lajang dengan mengurus santri dan pendopo ini. Kalau sudah menikah, jelas akan banyak waktu yang ia bagi nantinya. Abah harap Umi bisa mengerti. Begitu pun dengan kamu, Anwar. Jangan egois dan terlalu cepat seperti ini. Toh, kalian juga belum bertanya pada putri kalian itu. Siapa tahu dia sudah lebih dulu memiliki calon suami pilihannya sendiri," ujar Abah Haji Muhajir penuh penekanan.

Nyai Hajah Suranih, Pak Haji Anwar dan istrinya tampak manggut-manggut tanda memahami.

"Iya benar juga sih, Kang Haj. Tapi, sepertinya putri saya belum punya calon suami. Dia saja selalu sibuk dengan kuliah dan kegiatan keagamaannya. Mana sempat dia kenalan dengan lelaki. Lagipula, kami selaku orang tua selalu mengingatkan dan melarang dia berpacaran. Jadi, tidak mungkin dia punya calon suami seperti yang Kang Haj katakan tadi," ucap Pak Haji Anwar yang kini terkesan membela dan memuji putrinya sendiri.

Ya, namanya juga orang tua. Wajar kalau ia membela, melindungi dan memuji serta menganggap paling baik anaknya di hadapan orang lain. Seperti itu pula yang Pak Haji Anwar lakukan saat ini.

"Ya, aku paham. Kalian berdua bukan dari pasangan preman dan wanita malam. Jadi, aku yakin kalian mendidik anak-anak kalian dengan baik dan benar sesuai tuntunan Islam," balas Abah Haji Muhajir yang tak mau terpancing dan membuat suasana panas.

Pak Haji Anwar serta istrinya mengangguk mengiyakan. Sedangkan Ustadz Destaqi kini terlihat lega dan kembali santai karena sepertinya tidak akan ada paksaan padanya.

"Baiklah, kalau gitu soal perjodohan akan kita bicarakan lagi nanti. Sementara ini, Bu Hajah dan Pak Haji sebaiknya bicarakan baik-baik dulu pada Khanidah. Jika memang dia berkenan, mungkin tinggal tanyakan perihal kuliahnya, bisa atau tidak menikah saat masih kuliah. Begitu saja," ucap Nyai Hajah Suranih yang ternyata masih berharap putranya akan menikah dengan Khanidah.

"Tentu, Umi. Kami pasti akan bicarakan ini pada putri kami. Kalau Khanidah itu orangnya penurut, jadi saya yakin dia pasti akan mendengarkan dan menghargai setiap keputusan orang tuanya," jawab Bu Hajah Anwar yang lagi-lagi membagus-baguskan putrinya.

Ustadz Destaqi tampak menghela napas dalam lalu membuangnya perlahan. Ia malah tak ingin ada perjodohan dalam hidupnya. Ya, walaupun ia tahu jika tradisi dan kebiasaan keluarganya itu adalah perjodohan, tapi ia sendiri sangat menolak hal itu. Berharap ia bisa menikah dengan wanita yang memang ia inginkan.

BERSAMBUNG...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!