"Kenapa makin pegel, perasaan dari kemarin aku nggak ngapa-ngapain."
Hanya menjadi pengantin, paling itu yang menjadi alasan dia sakit pinggang. Akan tetapi, sakitnya berkepanjangan dan ini semakin terasa. Tunggu, kenapa rasanya sedikit familiar, pikir Amara kemudian menghentikan langkahnya.
Sore ini di kamar hanya dia sendirian, Syakil meninggalkannya di saat tengah tidur siang. Karena ingin menghindari proses mandi bersama lagi, wanita itu cepat-cepat membersihkan diri sebelum suaminya masuk.
Brak
Sengaja mengurung diri di kamar mandi, Amara hendak memastikan sesuatu lebih dulu. Ngilu dan pegal yang dia rasa semakin menggila setelah bangun tidur.
"HAH?!!! KOK BISAAAAAAA!!!"
Terkejut, panik bahkan saat ini dia tengah kalang kabut kala matanya menemukan bercak merah yang kerap dia jumpai setiap bulannya.
"Tunggu, ini flek seperti kata orang-orang atau kenapa?"
Amara bahkan mempercayai jika dirinya hamil, jelas saja setelah melihat hal itu dia khawatir sembari ketar-ketir. Keguguran? Apa mungkin harus mengadu pada Syakil, pikir Amara.
Dia tidak punya pengalaman tentang hal ini, apalagi orang-orang yang Amara kenal tidak ada yang pernah keguguran. Mana dia tahu rasanya bagaimana, yang jelas saat ini perutnya melilit, pinggang sakit dan ngilu yang tak bisa dia ungkap bahkan bibirnya terlihat pucat.
"Calm down, Amara ... tapi kan aku sudah telat datang bulan, kalau benar-benar keguguran gimana?"
Kehamilan abu-abu yang awalnya tidak dia inginkan, namun saat ini Amara justru ketar-ketir dan dadanya berkecamuk kala menyadari kemungkinan keguguran itu bisa saja terjadi.
"Harus bilang, Syakil harus tau!!"
Amara adalah wanita panikan yang apa-apa tidak bisa lagi berpikir. Matanya sudah berkaca-kaca, akan tidak lucu beberapa hari menikah lalu keguguran.
Niat mandinya hilang begitu saja, Amara segera mengenakan pakaiannya kembali dan berlari mencari keberadaan Syakil. Beruntung saja dewi fortuna tengah menghampirinya, Amara bertemu Syakil kala dia belum begitu jauh mencari.
"Syakil ... kita perlu bicara."
"Hm? Sudah bangun? Cepat sekali," tutur Syakil yang memang hendak masuk ke kamarnya, pria itu menarik sudut bibir melihat pakain istrinya yang kini terbalik.
"Cepat masuk, ini penting."
Pasrah kala ditarik sang istri, meski jujur saja dia sangat bahagia jika Amara begini natural tanpa dibuat-buat. Syakil mengikuti kemana maunya Amara, dan kini pria itu menatap Amara penuh tanya kala menyadari mata istrinya tampak berkaca-kaca.
"Kamu menangis? What wrong, Honey?"
"Aku ...."
"Hm, kenapa? Apa aku buat salah?" tanya Syakil begitu lembut, kelemahan Syakil adalah air mata wanita.
"Aku berdarah, perutku melilit dan pinggangku juga sakit ... aku kenapa? Jika memang aku hamil, lalu aku kenapa?"
JEDUAR
Bak petir di siang bolong, Syakil dibuat terpaku seakan kehilangan separuh nyawanya saat mendengar ucapan Amara. Tangisnya Amara bisa jadi tangisnya Syakil juga, jelas saja yang menjadi alasan tangisan mereka akan berbeda.
"Da-rah? Banyak, Sayang?" tanya Syakil kemudian, dia juga sama cemasnya.
"Cuma Sedikit, mungkin selebar telapak tangan ... tembus juga di celanaku sedikit, tapi nggak sampai di sprei."
Bagi Amara yang memang ragu dengan kondisinya antara hamil atau tidak jelas saja bingung. Akan tetapi, bagi Syakil yang mengetahui istrinya sama sekali tidak dia sentuh malam itu jelas saja bisa menjawab apa yang kini tengah Amara alami.
"Kamu pucat, sakit ya?"
Amara mengangguk, sakit kali ini memang lebih luar biasa. Dia sudah berpegang di lengan Syakil, namun sakitnya kian menjadi saja.
"Kita ke rumah sakit saja ... kalau kandunganku kenapa-kenapa bagaimana? Bukahkah kamu menginginkan dia?"
Oh ****, Amara ... pertanyaanmu benar-benar menyiksa.
Ke dokter, yang akan terjebak dalam situasi ini adalah dirinya. Syakil tengah berpikir bagaimana cara dia menjawab pertanyaan sang istri nantinya. Mungkin di detik ini dan saat ini Amara akan menduga jika dirinya keguguran, namun jika besok pagi jelas saja dia akan menyadari bahwa yang dia alami adalah hal wajar bagi seorang wanita.
"Syakil, kamu kenapa cuma diam?"
"Tenang, Sayang ... kata Mama bercak itu sama halnya seperti flek dan itu biasa dialami ibu hamil."
Dia ngarang? Tentu saja. Mana dia paham hal semacam itu. Sementara Amara juga tidak pernah mencari tahu hal semacam ini sebelumnya, juga percaya-percaya saja karena karena hal itu pernah dia dengar dari salah satu temannya.
"Tapi perutku sakit, sumpah."
Syakil menarik istrinya dalam pelukan, peluhnya membasah dan sepertinya memang sakit sekali. Dia datang bulan tapi sudah seperti hendak melahirkan, wajar saja Amara berpikir ini adalah tanda-tanda keguguran.
"Tenang, tarik napas ... buang, jangan ditekan perutnya. Semua akan baik-baik saja, Amara."
"Sakit, Mama," lirih Amara meneteskan air matanya, sakitnya kelewatan dan semakin sakit ketika dia bangun dari tidurnya.
"Ada aku di sini, kenapa masih panggil Mama? Sebut namaku, Amara ... mengeluhlah padaku, Sayang," bisiknya kemudian mengecup kening Amara, meski dirinya tengah ketir karena ketakuran yang sejak kemarin menghantui kini benar-benar datang tak dijemput.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Borahe 🍉🧡
Ada yg lebih polos dri Zia ternyata
2024-11-23
0
Erna Wati
bingung sendiri kan kamu hahahaha
2024-08-10
0
Halimah
nah looooo🤣🤣🤣🤣🤣
2024-05-26
0