Sepanik itu Amara, khawatir terjadi sesuatu dengan pria itu. Apa yang sebenarnya Syakil lihat hingga sehisteris itu, jarak antara apartement Eva dan amara tidak begitu jauh, hingga tak butuh waktu lama untuk Amara tiba di tempat tinggalnya.
Dengan langkah terburu kini dia masuk dan mencari dimana Syakil berada. Suara Syakil kembali terdengar, suara itu dari arah dapur dan tentu saja saat ini Amara tengah berpikir apa yang sebenarnya Syakil lakukan.
"Kamu ngapain?"
Wajahnya sudah pucat pasi, duduk di atas pantry dengan menekuk kakinya Jika dilihat dari raut wajahnya, terlihat jelas betapa pasrahnya Syakil.
"Kenapa bisa ember itu isinya ikan?" tanya Syakil menunjuk ke arah ikan yang sudah tergeletak di lantai.
"Belum sempat aku pindahin, lagipula di situ aman apa salahnya."
"Menyeramkan, harusnya simpan di kulkas."
Amara menghela napasnya kasar, lele hidup pemberian Mario tadi siang kini sudah tak berdaya di atas lantai. Beberapa mungkin masih berusaha bertahan, namun beberapa juga sudah terkulai lemas.
"Kenapa bisa begini?"
"Kenapa tanya aku? Salahmu sendiri makanya jadi begini."
Syakil menatap kesal Amara, bukannya minta maaf karena sudah membuat hewan itu tak berdaya, Syakil justru mnganggap itu kesalahan Amara.
"Ck, tolong singkirkan dulu hewan menjijikkan itu .... aku geli, Amara."
Sejak dahulu memang dia tidak bisa melihat ikan tanpa sisik begitu, geli, takut dan menurut Syakil mereka persis seperti monster. Ya, memang putra Kanaya yang satu ini memiliki ketakutan yang tidak dapat diterima akal. Jika papanya takut anjiing, maka Syakil takut lele.
Ukurannya yang hampir sebesar tangan Amara, dengan kumis panjang dan warna hitam yang tiba-tiba berontak kala Syakil penasaran dengan ember hijau yang dengaja di tutup rapat itu hampir membuatnya pingsan beberapa waktu lalu.
"Menjijikan apanya, ini stok ikanku satu minggu ke depan."
Bagi kaum seperti Amara, hal semacam itu sangatlah berharga. Apalagi, Mario mengantarkannya dalam keadaan masih hiudp dan Amara memang begitu menyukai ikan segar. Syakil yang tiba-tiba mengutuk lele kesukannya sebagai makhluk menjijikkan jelas saja membuat Amara kesal sendiri.
"Kamu menyukai hewan semacam itu? Jijik, Ra."
Syakil bahkan meringis melihat Amara yang tanpa takut mengembalikan ikan itu ke dalam wadah besar berwarna hijau itu. Sepertiya kehidupan Amara sydah terlatih sebagai kaum ibu-ibu.
Tak hanya selesai di sana, lantai yang basah juga menjadi tanggung jawab Amara, mengepel, dan memastikan lantainya lebih bersih asebelum dipijaki Syakil adahhal mutlak menurut Amara.
"Sudah, turunlah."
Masih ragu, dia paham hewan itu amis luar biasa, sempat mengenal hewan itu kala Ningsih kerap mengolahknya di rumah. Tapi, sama sekali Syakil berlum berhadapan dengan lele segar yanag masih bisa bergelinjang seperti tadi.
"Lantainya sudah kering?"
"Sudah."
Dahulu Amara juga berasal dari keluarga yang kaya, ya jika dibandingkan dengan keluarga Syakil jelas saja kalah. Akan tetapi, setidaknya kehidupan orang kaya cukup dia pahami dan rasa-rasanya tidak segila ini.
"Menyebalkan, buang saja."
"Ya janganlah, Mario bawain itu dari kolam pakdenya, enak aja main dibuang."
Mau dari siapa juga Syakil tak peduli, yang dia pedulikan saat ini adalah hewan itu jangan berada didekatnya lagi. Selain geli, dia juga trauma lantaran hewan yang sejenisdan bentuknya hampir mirip ppernah membuta jemari Syakil terluka ketika liburan ke suatu tempat.
"Aku bisa gantikan dengan yang lebih baik, Ra ... salmon atau tuna lebih bergizi," tutur Syakil sangat-sangat berambisi menghilangkan hewan-hewan itu dari tempat ini, apalagi kala kembali muncur suara dari balik tempat itu Syakil tiba-tiba mendekat dan memegang pundak Amara.
"Nggak baik nolak rezeki, Mario udah bawain dari jauh ... lagipula aku kangennya pecel lele, bukan yang lain."
Sepertinya akan sulit menjalin hidup berumah tangga dengan Syakil, pikir Amara. bagaimana tidak, selera makan yang begitu berbeda, belum lama bertemu tapi sudah muncul berbagai macam perbedaan di antara mereka.
-
.
.
.
Selesai dengan perkara ikan yang benar-benar menguras tenaga syakil, kini mereka berdua duduk di depan televisi seraya membicarakan tentang rencana pernikahannya nanti. Terserah Syakil mau bagaimana, lagipula jika mengutarakan ide pria itu tak selalunya menerima.
Syakil menjelaskan panjang lebar konsep dan apa-apa yang berkaitan dengan pesta perkawinannnya. Hanya mahar yang Amara tentukan, itupun Syakil tambah karena dirasa terlalu kecil dan dia tidak ingin dianggap pelit.
"Tamunya jangan banyak-banyak, aku introvert soalnya ... tidak masalah, kan?"
Baru saja beberapa menit lalu Amara selalu menjawab iya akan pertanyaan Syakil, kini wanita itu justru tengah mendengkur halus smbari bersandar di sofa, mungkin terlalu lelah akibat memenuhi keinginan Syakil beberapa sat lalu.
"Ck, tidur ... rapat kita belum seleai."
Syakil berucap sembari mencubit pelan pipi Amara, mulutnya yang menganga menunjukkan jika kini Amara memang benar-benar lelah. Pria itu menarik sudut bibir sembari memandangi setiap inci wajah Amara begitu lekatnya.
Semakin dia tatap, detak jantung Syakil semakin tak karuan. Pria itu mengusap wajahnya kasar kemudian menunduk sesaat.
"Tahan, Syakil ... sebentar lagi."
Pikiran kurang ajarnya mulai menghampiri, setidaknya mengecup saja, bukan lainnya. Kini Amara yang tiba-tiba melenguh membuat batin Syakil kian tertekan, pria itu mendekat. Dirinya mencoba menahan tubuh Amara agar tidak jatuh dan tidurnya tidak terganggu.
Cup
Tanpa dia sadari, sejak tadi Syakil suah mengikis jarak. Kecupan kedua, setelah di hotel dia sudah berhasil mencuri kesempatan dan merenggut kepolosan bibir ranum Amara, kini dia ulangi lagi. Hanya singkat saja, Syakil tidak ingin jika Amara bangun dan mendaratkan pukulan di wajahnya.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Halimah As Sa'diyah
suka syakil banyak²
2025-01-14
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
mikhail cara dapetin zia licik n bikin dosa disebut nafsu setan apakah syakil termasuk nafsu syarii heheheee
2024-06-19
2
Zudiyah Zudiyah
pencuri hai pencuri....... Syakiillll 🤣🤣🤣🤣
2024-06-06
0