"Mau bicara apa? Kalau tentang uang yang kamu maksudkan .. aku tidak punya untuk menggantinya, lagipula aku tidak memintanya tadi malam."
Bukan soal itu, Syakil tidak seperti Mikhail yang melakukan hal curang lantaran memiliki banyak uang. Meski bisa saja dia menuntut ganti rugi dengan cara yang lain, akan tetapi bagaimana Mikhail dulu cukup jadi pelajaran, Syakil tidak ingin memiliki awal yang buruk meski tujuan yang dicapai seindah itu.
"Tidak, lagipula aku tahu kau tidak akan punya uang untuk menggantinya."
Tanpa beban, tanpa khawatir lawan bicaranya akan sakit hati. Syakil mengutarakannya enteng sekali. Amara hanya menghela napas kasar mendengar kesombongan pria ini.
"Lalu kenapa masih mengejarku jika bukan mempermasalahkan uangmu?"
Dalam otak Amara jelas saja pria itu tengah berusaha membuatnya di posisi terpojok. Ya, hidup Amara tidak semulus situ, cukup banyak dia temui cara pria yang begini. Kebanyakan dari teman-teman Eva hendak memberikan sejumlah uang namun dengan syarat harus kencan dengannya sebagai balasan.
"Tidak ada ... aku hanya tidak terima kau pergi tanpa pamit, kau tau seberapa paniknya aku ketika kau sudah tidak berada dalam pelukanku?"
Amara tersentak sesaat, Syakil sadar jika memeluknya. Artinya dia sendiri yang tidak merasakan apa yang Syakil lakukan tadi malam. Tunggu, apa hanya sebatas peluk? Amara mulai berpikir macam-macam dan spontan menjauh.
"Kau mau kemana? Duduk yang benar!" titah Syakil menarik kursi Amara dengan mudahnya hingga tubuh wanita itu hampir kehilangan keseimbangan.
"Kau belum makan? Tubuhmu seringan ini, apa mungkin kurang nustrisi?"
Setelah tadi menghinanya tidak punya uang, kini mengatakan Amara kurang nutrisi. Ya, terserah Syakil saja. Bukan tubuh Amara yang terlalu ringan. Akan tetapi, tenaga Syakil saja yang terlalu besar.
Wanita itu berdebar tak karuan, jarak mereka yang tadinya masih menyisakan beberapa jengkal kini hampir tidak berjarak bahkan deru napas Syakil dapat Amara dengar kini.
"T-tapi aku tidak merasa kita pelukan, tidurpun kita saling membelakangi." Dia berbohong? Tentu saja, malunya bahkan melebihi ukuran tubuhnya sendiri. Syakil yang begini hanya membuat Amara makin pusing saja, bisa-bisanya dia dipertemukan dengan pria semacam Syakil.
"Tidurmu seperti mati, wajar saja tidak bisa merasakan."
Melihat Amara yang begini pikiran jahatnya mulai berdatangan. Wanita ini mungkin sama sekali belum pernah disentuh laki-laki, terlihat jelas dengan tubuhnya yang bergetar setiap Syakil menyentuhnya.
"Hahaha iya, kata kak Eva juga begitu."
Syakil tidak salah lihat, Amara terbahak bahkan menepuk pundak Syakil tiba-tiba. Nyatanya kaum wanita memang sama, salah tingkah sedikit tangan yang berbicara.
"Hm, wajar ... jadi kau tidak merasakan sama sekali apa yang kulakukan padamu?" tanya Syakil dengan sudut bibirnya yang tertarik begitu tipis.
Tawa Amara mendadak hilang, wajahnya berubah murung dan kini mengalihkan pandangan. Jika dipeluk saja dia tidak sadar, lalu bagaimana dengan yang lainnya.
"Memangnya ap-apa? Aku merasa tidurku nyenyak-nyenyak saja," jawab Amara dengan sejuta keyakinannya, rasanya tidak mungkin jika Syakil macam-macam dan dia tidak merasakan, pikirnya.
"Baguslah jika merasa nyenyak, artinya aku tidak menyakitimu."
Syakil mengerlingkan matanya, senyumnya melebar dan demi Tuhan Amaa jadi takut sekali. Syakil kembali menikmati orange juice yang sejak tadi baru berkurang setengah, dari samping pria ini memang begitu sempurna, kenapa bisa pesona manusia belum mandi sudah sekuat ini, pikirnya.
"Maksudmu apa? Memangnya apa yang kau lakukan padaku?"
Cemas, panik, takut dan khawatir menjadi satu. Hidup sebagai adik Eva yang memang hanya perihal becinta bahkan hampir setiap hari membuat Amara memandang pria memang sama saja. Meski sama sekali dia belum merasakan, setidaknya bagaimana Eva bercumbu dengan teman lelakinya sudah bisa jadi gambaran.
"Menurutmu? Aku pria dewasa ... dan kau juga sudah dewasa, tidak perlu dijelaskan secara detail kan, Amara?"
Semakin dia takut sendiri, Amara memeluk tubuhnya sendiri dan merenungi apakah ada rasa sakit di dalam tubuhnya. Karena sepengetahuan Amara dari beberapa teman sebayanya yang juga belum menikah sepakat jika melakukan hal semacam itu akan sakit.
"Bohong, buktinya tubuhku biasa saja ... tidak ada rasa sakit atau ngilu seperti yang teman-temanku katakan."
"Kau tau dari mana kalau sakit? Sesuai skill ... jika laki-lakinya bodoh iya sakit."
Pembicaraan mereka sudah seperti pasangan kekasih, Syakil bahkan tidak malu menyentuh bibir Amara yang kini terbuka lebar karena bingung dengan pernyataan pria ini.
"Tutup mulutmu, nanti kemasukan lebah."
Syakil tertawa sumbang, benar-benar sama dan dia belum menemukan bedanya. Bagaimana cara dia memandang Syakil di saat bingung dan terkejut mendengar sesuatu benar-benar semirip itu.
"Jangan melihatku begitu, aku menyukai matamu."
Dalam hati Amara mungkin bertanya siapa pria sinting ini, saat ini dia baru mengetahui nama. Itupun karena Syakil memberikan kartu namanya. Sungguh aneh sekali, Amara tidak mengenal pria ini akan tetapi diperlakukan persis wanita penting dalam hidupnya.
-
.
.
Waktu yang Syakil minta nyatanya cukup lama, bahkan dia baru bersedia mengantar Amara pulang ketika selesai makan siang. Sebagaimana layaknya seorang kekasih, Syakil mengembalikan Amara pulang ke tempat tinggalnya.
"Di sini saja, aku takut kakakku semakin marah."
"Kakakmu di rumah sekarang?" tanya Syakil kemudian melangkah mendekati Amara, bukankah semakin baik jika dia juga bertemu kakaknya? Penasaran sekaligus ingin memastikan sesuatu.
"Hm, biasanya siang begini dia belum pergi."
"Baguslah, aku masih punya hutang pada kakakmu ... sisa pembayaran yang dia inginkan belum aku berikan," tutur Syakil semakin membuat Amara tidak nyaman.
Belum bertemu saja Eva sudah berani membuat Syakil mengeluarkan uang. Padahal, di antara mereka bukanlah hubungan antara pelanggan dan penyedia jasa.
Amara melarang Syakil mendampinginya hanya karena malu sebenarnya, hendak dibawa kemana wajah Amara jika Syakil mengetahui bagaimana Eva yang sesungguhnya.
"Tidak usah, aku yang akan bicara padanya ... lagipula aku bukan wanita bayaranmu." Geli sekali dia mengutarakan ini, Eva yang bertindak sesuka hati membuat Amara seakan benar-benar murahan.
"Aku yang membawamu pergi, maka aku juga yang bertanggung jawab dan memastikan kau benar-benar kembali."
Keras kepala, pemaksa dan juga pria yang sudah berhasil membuat Amara ketar-ketir dengan pernyataannya. Namun, hendak kembali melarang juga percuma lantaran kini Syakil sudah berjalan lebih dulu darinya.
"Belok kiri ... di sana jalan buntu!!" teriak Amara, langkah syakil begitu semangat bahkan meninggalkan Amara cukup jauh seakan dia begitu paham kemana arah jalan pulangnya Amara.
"Ck, kenapa tidak bilang dari tadi?"
Selain bisa bersikap hangat, Syakil juga bisa memperlihatkan kesalnya dalam waktu sekejab. Dia mendengkus kesal kemudian berbalik dan menatap tajam Amara padahal dia yang salah.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Halimah As Sa'diyah
emang keturunan abra gak pernah salah kan Thor🤣
2025-01-14
0
Ida Faridah
fix kayaknya mmg Eva itu ganeta
2024-05-12
2
Noer Hidayah
antara sikap zain ama zeshan ada di cerita ini😆😆😆😆thorrr gmna y gk mw ilang lo crita zain yg mati suri itu ya Allah ngakak dlu bacanya😆😆😆
2024-03-26
0